"Kau pikir kesenjangan yang aku ucapkan di depan banyak orang adalah sebuah omong kosong semata dan tidak nyata?"
Muliawan merasakan syaraf-syarafnya menjadi tegang. Dia seolah membutuhkan asupan dan juga arahan yang pasti. Lukas hanya memperhatikannya dalam diam sembari mendengarkan.
Cerita semacam ini bukan satu atau dua kali pria itu mendengarknya. Sehingga tidak ada banyak ekspresi yang bisa dia berikan pada bosnya. Karena sejak awal pun Lukas selalu berusaha untuk memberikan mendatarkan ekspresinya dalam percakapan dan kejadian apapun.
Sikap profesionalitas dan keinginannya untuk selalu menempatkan diri selalu dia utamakan. Sehingga kini ketika majikannya terus mengulang cerita yang sama, Lukas sama sekali tidak menunjukkannya.
Sampai ketika seorang lady mengetuk pintu kamarnya. Lukas sudah menunduk untuk mengucapkan beberapa patah kata.