Herlyn menutup pintu apartemennya rapat-rapat lalu mengedarkan pandangannya kesetiap sudut ruangan yang dapat dijangkau ya.
Ruang tamu itu, diatas sofa berwarna biru langit. Teringat jelas dalam bayangannya bagaimana mereka berdua merasa kecanggungan yang membuat gelisah setengah mati saat mereka tidak sengaja acara televisi yang seharusnya tidak boleh di tonton oleh mereka, merasa tegang hingga perlahan suasana mencair penuh kehangatan, berbincang ringan sampai lampu tiba-tiba padam lalu setelah itu, Bisma menemaninya hingga ia terlelap dalam pelukannya.
Tapi kini, semua kenangan indah itu malah membuat jantungnya sulit berdetak normal karena rasa sesak. Bisma yang perhatian dan lembut hanyalah omong kosong.
Air mata Herlyn kembali menetes melintasi pipinya dan membasahinya walau ia menyekanya namun air matanya tidka berhenti menetes belum lagi saat ia melangkah melintasi dapur dan meja makan.