Suara speaker dari sudut-sudut dinding terdengar merdu saat seorang Disk Jockey memainkan nadanya. Aku menikmati malam hari ini tanpa ada sedikitpun beban. Butiran benda haram yang tadi aku lahap sudah mempertunjukan aksinya. Tenang, relax dan membuatku merasa hidup untuk kesenangan.
Seorang laki-laki berjas hitam, memakai kemeja putih berdasi menghampiri mejaku.
"Hallo, Ezra! Cooking demo yang tadi kamu tampilkan sangat bagus, memukau seluruh tamu undanganku. Terima kasih, Ezra, kamu adalah Chef yang hebat.", "Boleh aku duduk di sebelahmu?" Pintanya.
Aku mempersilahkannya duduk dan memberinya satu gelas wine, "Silahkan, Pak. Untuk merayakannya ayo minum ini, Pak.
Laki-laki itu menggelengkan kepala dan menolak gelas pemberianku.
"Sebenarnya kamu adalah Chef yang hebat, Zra. Tapi kamu masih tetap mengkonsumsi narkoba, itu hal buruk bagi karirmu." Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, dan memperlihatkan sesuatu kepadaku, "Ini lihat, barang haram ini tadi aku temukan di meja dapurmu. Bagaimana jika tamu atau bahkan investorku melihat barang ini ada di dapur kita?.
Keadaan hening seketika, kenyamananku menikmati malam ini sedikit terganggu.
"Jika kamu masih tetap ingin bekerja di restourantku, berhentilah menggunakan narkoba, Zra! Saya serius, karna ini akan berdampak buruk untuk perusahaan kita."
Aku sedikit tersinggung oleh perkataannya, nadiku mulai berdenyut, darah mulai naik. Ya, salah satu efek penggunaan narkoba adalah membuat orang baperan.
Aku mengambil barang yang dipegang laki-laki itu. "Apa masalahnya? Aku bekerja sangat baik untuk perusahaanmu, tidak ada hubungannya dengan narkoba. Apa hanya barangku tertinggal di meja, membuatmu jadi tidak mempercayaiku?! Jika itu maumu, mulai detik ini aku berhenti dari perusahaanmu!." Aku bergegas meninggalkannya.
***
Matahari menyinari kasur yang aku tiduri bersama Karin. Malam tadi, seusai pulang dari bar aku langsung menemui Karin. Oh, ya, Karin adalah kekasihku. Sudah 5 tahun kita menjalani hubungan kekasih ini. Dia wanita keturunan Belanda, tubuhnya menjulang melebihiku beberapa senti saja, rambutnya pirang seperti bule kebanyakan. Tapi, meskipun aku dan Karin sudah menjalani hubungan yang cukup lama, Karin tidak pernah mengetahui bahwa aku adalah seorang pecandu narkoba.
"Hei, hei bangun," bisikku di telinga Karin.
Karin bangun dengan mata masih setengah tertutup melihat ke arahku.
"Hai, pagi juga," ucapnya sembari langsung memberi ciuman selamat pagi untukku.
***
"Selamat siang, Mama," Ucapku membuka percakapan telepon dengan Mama.
"Selamat siang Ezra, Mama sudah tau semuanya!" jawab Mama membuatku bingung dengan perkataanya.
"Maksudnya, Ma?"
"Ezra! Mau sampai kapan kamu seperti itu! Umur kamu masih 22 Tahun dan kamu sudah sangat menjadi pecandu narkoba! Bos kamu yang bilang tadi ke Mama. Dan apa-apaan kamu keluar dari pekerjaanmu itu.", "Ezra, kamu memang tidak kasihan ke Mama? Mama sudah pernah melihat laki-laki yang Mama sayangi mati karena narkoba, dan Mama tidak ingin lagi melihat itu! Kamu mengerti kan Ezra?"
Aku terdiam tanpa membalas ucapan Mama. Sebenarnya, aku ingin sekali berhenti mengkonsumsi barang-barang itu, tapi mereka terus menghantuiku jika aku tidak mengkonsumsinya satu hari saja.
"Kamu jangan kemana-mana, tunggu di rumah, Mama ingin bicara empat mata denganmu. Ini Mama menuju rumah baru pulang dari kantor!" Lanjut Mama setelah beberapa detik tanpa pembicaraan.
***
Berita buruk itu membuatku lemah. Tanganku gemetar, handphone yang sedang aku pegang pun jatuh. Suara telpon masih berbunyi, "Hallo, Hallo, Mas Ezra apakah kamu baik-baik saja?"
Aku menangis, seakan tidak percaya dengan semua ini. Aku bergegas menuju lokasi dimana Mama mengalami kecelakaan.
Setelah sempat tidak percaya, akhirnya aku melihat langsung bahwa itu benar mobil yang Mama gunakan.
Aku sangat sedih dan lemas saat tim evakuasi menyelamatkan jasad Mama. Mama pun di bawa menuju rumah sakit. Dan aku? pikiranku kunang-kunang seperti ikut merasakan kesakitan Mama akibat kecelakaan. Dunia serasa gelap dan akhirnya aku terbaring di jalan dekat mobil Mama.