Menjadi Manusia
Mampu melihat, mampu mendengar, mampu berbicara
Berfikir karena adanya akal
Merasakan rasa karena mampu merasakan, tak ada alasan karena memang begitu adanya
Ada orang baik, ada orang jahat. Namun apa benar dia baik, dia jahat?
Menolong sesama meski malas rasanya
Pencitraan atau kemunafikan
Katanya menjadi manusia itu harus berguna
Berguna bagi siapa? Bagi manusia lain?
Atau berguna bagi diri sendiri
Chapter 2 (Kecewa)
Pecinta Harta sepertiku takkan pernah mengerti arti kata asa, jika musibah tak ada mungkin kini hidupku penuh suka tak seperti sekarang penuh sekali dengan duka hingga sesak rasanya. Sungguh aku sangat ... sangat ... dan sangat kecewa terhadap Ayahku, bukannya memperbaiki keadaan yang telah dia perbuat, dia malah lepas tanggung jawab dengan melupakan semuanya.
Hari ini aku berkunjung ke rumah sakit untuk mengunjungi ayah. Seperti biasa ia selalu berhalusinasi memiliki uang yang banyak dan mengira ada yang menginginkan uangnya. Sedih juga kecewa saat aku melihatnya, namun mau bagaimana lagi, hidup sedang membuatku memerankan peran orang yang menyedihkan, kata Dokter Ayahku mengalami Skizofrenia dan itulah yang menyebabkan ia berhalusinasi.
Kekecewaanku mengambil arah kemudi hatiku dan setiap saat aku melihat ayahku, aku hanya merasa kecewa. Kecewaku berteman dengan amarah dan mereka selalu mengucapkan "KENAPA AYAH BEGINI, AYAH ITU HARUS MEMPERBAIKI SEMUANYA." Setiap aku bertemu ayahku mereka selalu berkata seperti itu.
Gangguan Jiwa adalah perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku, juga menimbulkan Disfungsi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Pada umumnya semua orang bisa menjadi pengidap gangguan jiwa, ada beberapa faktor terhadap seseorang menjadi pengidap gangguan jiwa dan salah satunya Faktor Psikologis yang diakibatkan Masalah hidup yang menjadi alasan kenapa ayahku menjadi seperti ini. Para pengidap gangguan jiwa seringnya merasakan stress, tidak nyaman terhadap berbagai hal, dan menderita.
Jika definisi manusia itu dapat merasakan rasa sedangkan definisi gangguan jiwa adanya perubahan terhadap perasaan, apa ayah tak lagi menjadi manusia? Apa ayah juga sudah tidak dapat mempedulikan perasaan kecewaku ini? Manusia itu memiliki akal namun jika tak dapat lagi digunakan apa tetap manusia? Apa aku akan berubah saat apa yang telah kumiliki sudah tidak berguna lagi? Disfungsi rasa, disfungsi jiwa.
Sebelum sang petaka datang Ayah adalah sosok yang sangat penyayang terhadapku karena mungkin aku anak tunggal dikeluarga ini. Dulu jika aku menginginkan mainan apapun meski hanya sekedar basa- basi pasti ayah belikan, ayah juga selalu menjagaku dan selalu merawatku dengan baik. Ayahku memiliki prinsip hidup yaitu bahagia itu uang. Tidak akan ada akibat jika tidak ada sebab, sama seperti ayahku.
Ayah pernah bercerita tentang dirinya yang hanya bisa melihat orang-orang makan di restoran, saking sengsaranya ayahku waktu itu hanya bisa melihat dengan perut kosong, dan itulah penyebab ayahku bertingkah laku seperti ini kepadaku. Balas dendam terhadap Hidup yang selalu bercerita tentang kesengsaraan.
Telah 18 hari hidupku berubah, aku sudah membiasakan kemalangan yang telah menimpaku ini. Berpikir bahwa hidup ini bagai istana pasir yang indah namun hanya sementara dan ditakdirkan untuk digerus oleh ombak laut yang pasang.
Aku sudah mampu untuk membawa hidupku berlayar kembali dan menjalani hari-hariku seperti biasa. Sekolah harus dilanjutkan dan aku harus bisa melihat kenyataan meski pahit rasanya.
...
Pagi cerah menatap diriku yang masih setengah sadar sambil tersenyum sinis, entah apa peran yang harus kujalani dihari ini, aku harap hidup tidak berusaha membuatku menjadi mangsa kemalangan yang sedang kelaparan.
"Semoga hari ini berjalan lancar, amiin." gumamku sambil membawa tas sekolah.
"Yuda kamu sudah sarapan?" tanya Ibuku.
"Enggak usah bu, aku sarapan disekolah aja. Ibu makan saja yang banyak biar cepat sembuh."
"Ya sudah kalau begitu sesudah pulang sekolah langsung ke rumah jangan kemana-mana dulu, maaf ya ibu tidak bisa melakukan apapun."
"Ibu tidak perlu minta maaf lagi pula aku sudah besar, aku harus belajar mandiri. Ibu aku berangkat dulu, doakan semoga hari ini berjalan dengan lancar."
"Selalu nak" ucap Ibu dengan penuh harap.
Langkah demi langkah membawaku pergi. Demi apapun baru saat kali ini saja aku benar benar gugup berangkat sekolah entah karena aku yang takut dijauhi oleh teman temanku atau hal-hal buruk menyertai kedatanganku kembali kesekolah. Kenyataan terus membuatku takut, takut kenyataan mengejekku karena aku mengenakan nasib yang malang.
"Hhuuufff ... aku harus bisa." sambil menghela nafas aku meyakinkan diriku.
"Eh Yuda, kamu darimana aja baru keliatan sekarang?"
"Ah ... enggak kemana-mana kok." (Sial baru depan gerbang aja udah ada yang nyapa)
"Yuda aku tahu kok kamu ada masalah jadi biasa aja jangan terlalu gugup, semua orang itu punya perjuangannya masing masing, sans aja." sambil menepuk-nempuk pundakku.
Sesudah pernyataan temanku ini aku langsung pergi tanpa pamit dan langsung menuju kelas.
"Eh, Yud! Kita kan sekelas, bareng aja." Sambil melambai-lambaikan tangannya berharap orang yang didepannya berbalik arah.
Singkat cerita aku telah berada dikelas dan hampir seisi kelas melihatku, terutama teman-temanku yang sering kuajak main. Fiks ini hal yang paling memalukan dalam hidupku, namun pada awalnya saja.
"Yuda kamu kalau ada masalah jangan dipendam sendiri. Kamu kan teman kita."
Sambil mengingat lagi siapa orang yang berbicara padaku, aku berharap mereka tidak membenciku karena aku tidak sama lagi. Iyah aku ingat! Dia itu kalau tidak salah namanya itu, Ilham.
"Iyah makasih kalau kamu mau mengerti keadaanku." jawabku padanya.
"Hmmmph ... hahahahaha!!! Orang kalau udah dibawah itu, dikasih sedikit perhatian langsung ngerasa gak ada masalah. Hey! Lo gak tahu, lo itu gak ada gunanya lagi disini sekarang! lo gak punya uang, lo gak KAYA lagi!" ucap Ilham dengan penuh kesal.
"Hei lo jangan begitu! dia itu udah berusaha untuk kembali sekolah meski musibah sedang menimpanya, lo seharusnya bantu dia bukan mengejeknya." ucap Fikri dengan tegas.
"Apasih lo, lo itu cuma kecoa yang dulu dekat sama baji**an ini!"
"Heh Ilham jangan banyak laga, lo itu emang iri aja sama yuda, udah Yud jangan didengar, orang kayak gini emang senang menari diatas penderitaan orang lain."
"Gak apa-apa kok, emang gua udah gak kaya lagi. Thanks yah udah bantuin gua." balasku dengan penuh ragu.
"Hahahahaha ... kena lagi dia, dia kira lo bantuin dia. Fiks ini hari ter- epic yang pernah gua alami." ucap Ilham sambil tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha ... heh sampah! lo gak tahu tempat!? Lo itu udah gak bisa disini lagi." Teriak Fikri sambil menarik bajuku.
"Fikri lo aktingnya bagus banget, dia jadi ketipu nih."
"Hahaha ... makasih yuda lo itu g*bolgnya gak ketulungan, bener gak Ham?"
"Iyah biasa nih bocah, dari dulu juga otaknya gak pernah dipake! nih, daripada lo masuk sekolah mending jenguk bapak lo yang ada di RSJ itu!"
Sesudah mereka berdua berkata seperti itu, sudah aku putuskan untuk membungkam mulut mereka dengan beberapa tinju, dan setelah itu.
"Yud, Yud, Yuda, bangun!"
"Dimana gua?" Tanyaku penuh heran.
"Lo lagi di UKS, tadi pas gua minta bareng ke kelas, lo malah jatuh terus pingsan deh, sampai tadi lo baru sadar"
Jadi sejak tadi aku tidak mengalami apapun, aku belum masuk kelas, aku cuma pingsan dan yang tadi itu berarti cuma mimpiku.
" Thanks yah, udah bantuin gua ke UKS."
"Iya sama-sama. Eh ... Yud , karena lo udah sadar mending kita langsung ke kelas aja, gimana?"
"Ok, ok, kita langsung ke kelas aja."
Syukurlah yang tadi aku alami itu cuma mimpi bukan kenyataan, mungkin aku terlalu khawatir. Saking seriusnya aku sampai lupa mengetahui nama orang yang menyelamatkanku. Oh, iyah bukannya di setiap seragam memiliki name tag? cepat-cepatlah aku melihat name tag yang berada di seragamnya dan yah, rupanya namanya benar-benar familiar bagiku "Fikri Nur Ilham" nama yang tadi berada di mimpiku meski diperankan oleh dua orang. Ku harap dia tidak bersikap seperti yang ku impikan tadi.