Chereads / DEAD ZONE Zombie Crisis / Chapter 22 - Final Chapter

Chapter 22 - Final Chapter

DEAD ZONE

Zombie Crisis

™Helen POV™

Serpihan kaca telah menggores kulitku, menciptakan beberapa luka sayatan pada kedua lenganku setelah diriku terlepas dari pengejaran para zombie yang hendak menerkamku pada gedung balai kota. Tak lepas dari semua itu, kini aku harus segera bangkit dan memacu langkah kakiku untuk berlari lebih kencang  di bawah terik sinar Mentari yang membakar tubuhku.

Ribuan zombie telah memasuki zona aman yang terdapat pada markas utama, membuat kericuhan dengan memangsa seluruh umat manusia yang tersisah. Berbagai upaya telah kami lakukan mulai dari melempar bom molotov, gas air mata, hingga menembaki mereka dengan senapan serbu. Naas, minimnya jumlah personil Mercenery beserta amunisi yang kami miliki tak sebandinh dengan datangnya musuh yang mencapai ribuan.

"FALL BACK...! FALL BACK...!" suara itu terdengar lentang mengomando seluruh pasukan untuk melangkah mundur dari garis depan pada kala para personil hendak terdesak akan ribuan zombie yang tengah memasuki benteng pertahanan.

Dibalik panasnya sinar mentari yang membakar daratan, terdengarlah suara jeritan akan rasa takut atas hilangnya semua harapan. Isak tangis menjadi lukisan, desingan peluru seakan menjadi hiasan pada setiap sudut mata memandang. Mereka yang masih berjuang, berusaha untuk mencapai suatu tujuan demi menggapai  sepercik harapan dimasa yang silam.

Perlahan aku berjalan di antara mayat-mayat yang bergeletkan untuk menyaksikan perjuangan yang berakhir dengan kematian, dimana kini aku yang harus dipaksa untuk melihat pemandangan yang penuh dengan lautan darah tengah tanah lapang yang kuanggap sebagai lembah kematian bagi para pejuang.

Dari balik hamparan udara terdengarlah suara asing yang mampu menyayatkan gendang telinga. Suara itu bukanlah jeritan histeris pada seorang gadis yang tersayat hatinya, bukan juga suara tangisan seorang bayi di bulan purnama. Melainkan suara seruan dari seorang pahlawan yang mampu mengguncangkan iman untuk memicu bangkitnya andrenalin bagi seluruh umat manusia di medan pertempuran.

Di bawah terik sinar mentari yang panas membakar tanah lapang, disaksikan oleh ratusan warga yang bersiap untuk berjuang, Alice yang yang tengah berdiri di atas sebuah gerbong kontainer hendaklah mengacungkan jemari telunjukan ke atas langit yang biru seraya ia berkata, "Dunia mulai hancur akan kemiskinan, kemunafikan dan keserakahan. Kebiadapan mulai melanda, pembantaian telah terlaksana! Goresan katana di anggap sebagai tarian pedang di medan perang, isak tangis dan air mata di sebut sebagai nyanyian merdu di malam purnama. Aku datang dengan membawa luka, atas semua duka... Setiap tetesan darah dan setiap titik air mata! Aku, Alice Wilson! akan menggantikan Helena dalam rangka memimpin kalian di medan pertempuran demi menggapai sepercik cahaya harapan yang pernah sirna karena di telan oleh derasnya ombak di lautan!" serunya dengan nada tinggi, seraya menggumpalkan sebelah tangannya ke udara.

Pandangan mataku kian terpaku menatapnya penuh haru, dimana aku yang kini hanya mampu untuk menyaksikannya berseru. Serentak kucoba untuk mencabut sebuah pedang katana yang terselip pada pinggangku.

*SRIINK...!

Perlahan kucoba untuk menggegam erat pegangan pedangku, tidak lupa aku untuk menjunjung tinggi katanaku seraya aku berseru,

"Disetiap sudut mata memandang terkenanglah banyak penderitaan. Kami mengumpulkan orang-orang yang telah tersayat hatinya untuk membentuk organisasi tentara militer demi mengambil alih hak milik kita yang pernah terampas secara paksa. Atas nama luka, suka dan duka, aku berdiri disini dengan sebilah katana untuk memimpin kalian demi memperjuangkan kemerdekaan dimasa mendatang,"

seruku dihadapan ratusan warga sipil yang tengah berkumpul dihadapan Alice, wakil ketua dari organisasi  kemiliteran yang bernama

Mercenery Ops.

Semangat api telah membakar jiwaku, memicu andrenalinku untuk tetap melangkah maju meski aku tahu bahwa inilah akhir dari hidupku. Serentak kucoba untuk mengacungkan katana pada ribuan zombie yang tengah berada dihadapanku, sesaat itulah diriku yang mulai berseru untuk memandu ratusan pasukanku,

"SEEEERRRAAAANNNGGG!!!"

Ratusan pasukanku segera memacu langkah kakinya lebih kencang dalam rangka bela abdi negara. Meski mereka hanya bermodalkan senjata seadanya, namun semangat api tak pernah kunjung padam hingga titik darah penghabisan.

-Bersambung-