Dia sangat Indonesia: mungil, berisi, singset.
Dengan baju berbahan sutra menjulur sampai lutut. Warna gading berpadu dengan lekukan-lekukan indah, akibat posisi tidurnya yang meringkuk mengarah kepadaku.Β
Si mungil yang sudah terlelap belum berganti baju sejak ia datang, dan mengetuk pintu beberapa jam yang lalu.
Aku masih ingat senyuman manis itu kala menyapaku. Tak lupa pula pada sentuhan lembut khas dirinya, berpadu dengan sutra yang sangat halus. Semua itu seolah mengguyur dinding hatiku yang sesak, sebab rasa resah dan bersalah.Β
Aku sama seperti lelaki yang lain di muka bumi, ketika memutuskan berstatus sebagai suami. Kami takut saat melakukan kesalahan.Β
Andai aku lelaki kecil yang dulu sering kesepian karena tak punya teman, pasti aku berbangga memiliki ibu seperti Aruna.
Tak pernah ku dengar kalimat protes sedikit pun, apalagi mengutukku dengan ucapan-ucapan kemarahan, sebab kenakalan yang ku perbuat.