Bersama gerak tangan Aruna mengusap peluh, Hendra menyusupkan keinginannya: "tak perlu memikirkan, huuh," nafas Hendra yang tertahan berdesir panjang, "biarkan aku yang mengungkap tragedi ini, percayalah padaku sayang, kau boleh menagihnya sebagai hutang kalau aku tak mampu menangkap pelakunya," pijatan berubah elusan lembut ketika mata itu perlahan menutup.
Hendra bangkit dari duduknya, memeriksa apakah Aruna benar-benar tidur. Setelah memastikan istrinya terlelap, lelaki bermata biru melewati beberapa benda yang jatuh berserakan untuk memungut bantal.
Bantal di tangan ia bawa menuju kepala istrinya, kepala lunglai terangkat, pipinya masih tertangkap sembab, akan tetapi tidurnya sangat lelap, dia kelelahan.
Mahendra meletakkan kepala tersebut di atas bantal dan merapikan baju Aruna.