Lahir di hari yang sama, waktu yang sama, di rumah sakit yang sama, mereka berdua juga merupakan tetangga rumah, serta kedua orang tua mereka merupakan teman baik, dan Ayah mereka merupakan kolega bisnis yang sudah melakukan kerja sama selama kurang lebih 12 tahun lamanya.
Tapi siapa yang tahu! Kedekatan kedua orang tua mereka tidak di turunkan pada anak kedua mereka masing-masing. Salah satu dari mereka memiliki kepribadian yang sangat pendiam dan tertutup dengan dunia luar, dan juga jarang bersosialisasi dengan orang lain, bahkan kedua orangtuanya sekalipun.
Namun pria pendiam yang bernama lengkap Tandriasrullah Saputra Brawijaya tersebut sangat dekat dengan kakak perempuannya yang bernama Ros Saputri Brawijaya. Apapun masalah yang terjadi pada dirinya (Tandri) selalu ia ceritakan pada sang kakak, termaksud masalah buling yang di alaminya di sekolah dan di sekitar rumahnya pada saat ia sedang bermain sendirian di luar rumah. Tandri selalu di buling di karenakan fisik tubuhnya yang terlalu gemuk dan buntal bagi anak usia 11 tahun, dan bukan saja itu, selain gemuk, ia juga memiliki tubuh yang pendek dan di dukung juga dengan wajahnya yang di bilang lumayan jelek.
Beberapa minggu yang lalu, Tandri sempat memberi bunga mawar tepat di hari Valentine pada seorang anak perempuan yang merupakan tetangga kelasnya. Namun bunga tersebut di buang dan di injak-injak oleh anak gadis tersebut. Sungguh apes nasipnya.
Di sebuah taman bermain, dengan jarak tempuh kurang lebih 10 meter dari rumah mereka masing-masing. Seorang anak bertubuh pendek dan gemuk sedang berdiri sambil menundukan kepalanya kebawah di depan 3 orang anak yang seusia dengannya.
Tiga anak itu sedang duduk di bangku sambil menggoyang-goyangkan kaki mereka. Salah satu anak yang duduk di bangku taman bermain tersebut berdiri dan mendorong-dorong kepala si gemuk itu menggunakan tangannya.
"Kamu pikir kamu tampan! Lihat tubuhmu yang gempal dan jelek ini, sangat kasihan."
"Elen, pukul saja dia."
Elen, " Tidak-tidak, hari ini aku akan memberi pelajaran yang sedikit berbeda pada orang gempal ini."
Elen menatap Tandri yang hanya setinggi bahunya itu dan mendorongnya jatuh sampai ke pasir yang biasa mereka gunakan untuk bermain.
"Hitung pasir yang ada di dalam ember itu sampai selesai, jika kamu pulang tampa menyelesaikannya, lihat saja aku akan memukulmu besok." Kata Elen sambil menendang Tandri yang masih terduduk kaku di pasir.
"Ayo teman-teman." Ketiga orang itupun pergi meninggalkan Tandri sendirian di taman bermain tersebut.
Jujur saja Tandri sama sekali tidak berniat untuk keluar rumah setelah pulang sekolah atau liburan sekolah. Tapi Elen yang merupakan tetangga rumahnya itu selalu saja mengajaknya keluar untuk bermain, sebenarnya ia selalu menolak ajakan Elen untuk keluar bermain, namun ibunnya selalu saja memaksa dirinya untuk keluar bermain agar memiliki banyak teman.
"Kenapa kamu menolak ajakanku ha!"
Tandri, "..."
"Kamu tuli yah!"
Tandri tetap diam sambil menundukan kepalanya.
"Ayo ke rumahku dan buatkan PR miliku." Elen berjalan menuju rumahnya dan di ikuti Tandri beberapa langkah di belakangnya.
.....
BRUUKK...(di pukuli
"Kenapa semua PR miliku dapat NOL sedangkan kamu dapat 100!" Elen maraung marah, "Kamu sengajayah?" Tandri hanya tertunduk diam.
"Kenapa diam saja? Jawab bego." Merasa tidak ada jawaban dari Tandri. Elen pun marah dan mendorong Tandri hingga kepalanya terbentur tiang ayunan yang berada di taman bermain yang tidak jauh dari rumah mereka. Setelah mendorong Tandri, Elenpun berjalan pergi meninggalkan temannya tersebut.
.....
Ros menghembuskan napasnya beberapa kali sambil mengobati luka gores yang mengeluarkan cukup banyak darah di dahi adiknya itu.
"Untung saja Ibu dan Ayah tidak ada di rumah. Apa Elen lagi yang melakukannya?"
Tidak ada jawaban balik dari pertannyaan Ros pada adinya.
"Kakak akan memberitahu ibu dan Ayah Elen mengenai hal ini."
"Jangan," Tandri memegang tangan kakanya dengan kedua tangan imutnya itu, "Elen pasti akan tambah memarahiku."
"Tenang saja adiku yang manis. Kamu tidak akan di marahi Elen."
"Maksud Kakak?"
Ros tersenyum menatap sang adik yang lebih muda 9 tahun darinya ini, "Karena kamu akan bersekola di Inggris setelah lulus SD." Sambil mengusap kepala adiknya penuh sayang.
Mendengar ucapan dari sang kakak, kini membuat wajah Tandri berbinar-binar.
"Apa itu benar kakak?"
"Hmm, tentu saja itu benar."
Bersekolah di Inggris adalah impian Tandri sejak usia 6 tahun. Lebih tepatnya ia merindukan kakek dan neneknya yang ada di Inggris.
Pukul 19. 00 wita, kedua orang tua beserta kakak Tandri datang ke rumah Elen untuk berbincang-bincang mengenai masalah anak mereka.
"Elen, minta maaf ke Tandri." Perintah Ayah Elen.
"Maaf." Kata Elen tidak iklas.
Ibu Elen, "Elen, nggak boleh kayak gitu sayang. Ayo minta maaf pada Tandri dengan benar."
"Tidak masalah namanya juga anak-anak. Tapi lain kali Elen nggak boleh lagi nakal yah sama Tandri. Kasian Tandri nggak punya teman lagi selain Elen." Ucap Ibu Tandri ramah.
Elen menganggukan kepalanya pelan.
Ibu Tandri, "Oh ia, kedatangan kami ke sini sebenarnya hanya mau mengatakan, kalau dua bulan lagi kami akan ke Inggris."
Ibu Elen, "Secepat itu Lina? Bukannya 6 bulan lagi?"
Lina menghembuskan napas pasrah, "Mertuaku sudah sangat merindukan Tandri si cabi ini," Sambil menarik-narik pipi roti anaknya.
"Jadi kamu juga ikut, Ros?"
"Tentu saja tidak Reni chu, sahabatku yang tersayang."
"Aw~ aku kira kamu juga akan pergi meninggalkanku sendirian di sini~" Reni memeluk sahabat sehidup sematinya itu dengan tingkah kekanank-kanakan.
Para keluarga, "..." (¬_¬) Terlalu lebay.
.....
Di belakang sekolah, 3 orang anak yang memakai seragam putih merah kini tengah mengepung dan memojokan 1 orang anak yang memakai seragam yang sama dengan 3 anak itu di tembok sekolah.
"Kenapa kamu melapor pada orangtuamu kalau kamu di pukuli olehku?!! " Elen mendorong-dorong bahu Tandri sampai menabrak tembok sekolah.
"Maaf" Tandri menundukan kepalanya takut sambil berulang kali mengatakan maaf pada tetangga rumahnya itu. Tapi kata maaf itu sama sekali tidak ada artinya bagi Elen si anak nakal yang suka membuli Tandri itu.
Setiap kata maaf yang di katakan Tandri, maka satu tendangan dan pukulan yang di layangkan Elen pada Tandri.
"Elen maaf." Ucap Tandri berulang kali.
"Ampun... hiks... Ampun." Tandri menutupi wajah dan kepalanya agar terhindar dari tendangan dan pukulan Elen, menggunakan kedua tangan imutnya.
"Ampun Elen... (menangis, menangis)"
....
Seorang pria bertubuh tinggi tegap, memakai jas merah bata yang terlihat indah di tubuh miliknya, kini sedang berdiri menatap dunia yang begitu luas dari lantai 36 melalui dinding kaca besar transparan yang berada di ruangan yang ia tempati saat ini. Pria tersebut terlihat sedang memikirkan sesuatu, akan tetapi entah kenapa? Jika di lihat lebih dekat, pandangan mata pria tersebut terlihat kosong.
"Elen..."
Nama itu yang sering di gumamkan pria tersebut di setiap ia sendirian.
"Aku akan menangkapmu."
.
.
.
Bersambung ...