Chapter 68 - Asisten

Dia pasti sedang bercanda, bukan? Aku bisa melihat tatapan iseng di matanya saat dia mengatakannya, tapi kenapa wajahnya merona merah?

"Serius, Astro." aku mencoba protes.

Astro mengalihkan tatapan dariku, lalu memasukkan salep dan sisa perban ke dalam paper bag. Dia beranjak sambil mengangkut perban bekas dan sebaskom air kotor ke dapur. Kemudian kembali dan duduk di tempat yang tadi dia tinggalkan, dengan wajahnya yang merona merah berangsur menghilang.

"Aku manggil beberapa orang buat kamu interview. Kamu butuh asisten buat ngerjain pesenan kan? Jadi aku bikin pengumuman di website. Ada lima orang yang mau dateng hari ini sekitar jam sepuluh."

"Aku sama sekali ga kepikiran buat bikin pengumuman." ujarku sambil mengintip dari kaca jendela tepat di belakangku. Tatapanku mencoba menembus jam di dinding dapur, pukul 08.58. Syukurlah masih ada satu jam lagi.

"Kan aku udah bilang kalau kamu butuh bantuan bilang aja. Nanti kubantu."

Aku menatapnya yang terlihat seperti dirinya yang biasanya, "Kalau kamu ga ada, hidupku kayak gimana ya?"

"Kenapa ga mikir kalau aku ada disamping kamu sampai kita tua?" Astro mengatakannya dengan tenang seolah bukan hal besar mengatakan hal itu padaku.

Namun kalimat itu membekas dalam sekali di hatiku. Aku selalu ingin memiliki pasangan yang membersamaiku hingga tua. Seperti Opa dan Oma. Apakah kami akan bisa menjadi seperti mereka?

"Kita bisa, Faza. Kita udah bareng lima tahun ini dan semuanya baik-baik aja." ujar Astro seolah mengerti apa yang sedang kupikirkan.

"Bukannya terlalu cepet bilang begitu?"

"I will make it happen." ujarnya yang masih menatapku lekat.

Terdengar ketukan beberapa kali dan suara salam dari pintu depan. Aku baru saja akan beranjak membukanya, tapi Astro mencegahku. Dia memberiku isyarat tetap duduk sambil beranjak dan berlalu.

Aku masih memikirkan ucapannya beberapa saat lalu. Bersamanya hingga kami tua? Sepertinya aku bisa melakukannya. Bukan. Kami bisa melakukannya.

Astro kembali dan duduk di sebelahku, "Zen."

"Zen?" aku bertanya untuk memastikan dan baru saja akan beranjak untuk melihatnya sendiri, tapi Astro menahanku.

"Dia ke sini mau main catur sama opa. Kamu di sini aja."

"Tapi dia temenku. Ga sopan kalau ..." aku baru saja akan mendebatnya, tapi dia memberiku tatapan cemburu. "Aku pikir kamu udah biasa aja sama Zen."

Astro tak menanggapiku dan juatru melirik jam di lengannya, "Calon asisten kamu kayaknya sebentar lagi dateng."

"Aku rapiin rambut dulu sebentar."

"Mau aku bantu kepangin rambut kamu?"

Aku menoleh dan menatapnya yang sepertinya benar-benar lupa dengan janjinya, "Bukannya kamu punya janji sama Opa buat nahan diri?"

Wajahnya memucat saat aku mengatakannya. Aku hanya menggelengkan kepala. Ternyata dia benar-benar lupa.

Aku meninggalkannya yang sedang berkutat dengan dirinya sendiri, lalu kembali ke kamar dan menyisir rambut yang mulai mengering. Aku mencoba mengepang rambut, tapi ternyata memang sulit dengan tangan terluka seperti ini hingga membiarkannya tergerai.

Aku mengambil handphone yang tergeletak di meja sebelum keluar kamar. Ada Oma dan Bu Asih di dapur yang sepertinya baru pulang dari pasar, dengan Astro yang sedang membantu mereka merapikan berbagai belanjaan.

"Ga usah repot-repot lho, Den. Den Astro kan laki-laki." ujar Bu Asih.

Aku duduk di salah satu kursi meja makan. Aku hanya mampu menonton mereka karena tak bisa membantu.

"Ga pa-pa, Bu, udah biasa kok. Oma mau masak apa? Astro bantu."

"Oma mau bikin rendang sama sambel goreng hati, tapi Astro ga usah bantu. Astro temenin Faza aja." ujar Oma.

"Bantu sebentar ga pa-pa kok, Oma. Nanti kalau calon asisten Faza dateng, Astro bantu Faza."

Sepertinya Oma tak bisa menolaknya. Kemampuan Astro yang sejak dulu membuatku penasaran bagaimana dia melakukannya adalah kemampuan bicara dengan kalimat-kalimat persuasif yang sering membuat orang lain sulit menolak keinginannya. Seperti saat ini.

"Istrinya Den Astro beruntung banget ya nanti. Suaminya rajin." ujar Bu Asih.

Aku melihat Astro menatap ke arahku setelah Bu Asih mengatakan itu. Ada senyum yang lebar sekali di bibirnya yang membuatku mengalihkan tatapan ke handphone. Aku tak memperhatikan pembicaraan mereka lagi setelahnya karena terlalu malu untuk sekadar mendengarkan.

Aku memeriksa berbagai pemberitahuan. Kemarin aku memberi pengumuman libur di sosial media karena tanganku terluka dan ada banyak pesan dari pelanggan yang mengatakan ikut berduka karena aku mengalami musibah. Selain itu, ada pesan dari Mayang dan Denada di grup Lavender. Mereka menanyakan kabarku dan mendoakanku segera sembuh, juga berencana akan ke rumah siang ini.

"Ayo. Udah dateng tiga orang. Dua orang lainjya kayaknya ga dateng." ujar Astro yang entah sejak kapan sudah berdiri di sebelahku. Sepertinya aku terlalu fokus dengan handphone beberapa saat lalu.

Aku mengikuti langkahnya menuju ruangan khusus mengerjakan pesanan pelanggan dan menemui tiga orang perempuan. Aku memperkenalkan diriku lebih dulu sebelum meminta mereka memperkenalkan diri mereka satu-persatu.

Satu di antara mereka bernama Sari, seusia denganku walau sudah tidak bersekolah lagi. Satu yang lain berusia 19 tahun bernama Kathy. Sedangkan yang lainnya bernama Putri, berusia 21 tahun.

Aku meminta mereka membuat satu kerajinan yang mana saja yang mereka sukai dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di ruangan dan memberi mereka waktu satu setengah jam untuk menyelesaikannya. Aku hanya memperhatikan sambil menilai kecakapan mereka dalam mengelola bahan.

Kathy membuat sebuah macrame mobile yang cantik. Dibuat dengan rapi dan cepat hingga dia yang pertama menyelesaikan benda buatannya. Aku menyukainya.

"Bagus, Kak. Nanti bisa ajarin aku bikin ini ya?" ujarku sungguh-sungguh karena aku belum pernah membuat desain seperti itu.

"Ah, harusnya kan aku yang belajar dari kamu." ujar Kathy sambil menatapku dengan tatapan aneh dan terlihat sedikit meremehkan.

Aku tersenyum dan beralih ke aksesoris rambut buatan Sari. Aksesoris rambut itu masih belum selesai dan sepertinya dia membuatnya terburu-buru walau aku bisa membayangkan hasil akhirnya akan bagus andai saja dia tidak panik.

"Maaf ya belum selesai. Tadi tanganku gemeteran." ujar Sari.

"Kenapa bikin desain ini?" aku bertanya.

"Soalnya ... materialnya bagus. Aku kebayang mau bikin satu buat adikku." ujarnya malu-malu.

Aku mengangguk pada Sari sebelum beralih pada sebuah vas kecil yang terbuat dari lilitan kawat yang terlihat rumit. Ada berbagai aksesoris daun dan bunga di vas itu. Aku baru pertama kali melihatnya dan sangat menarik perhatianku.

"Idenya bagus, Kak. Dapet referensi dari mana?" aku bertanya pada Putri yang membuat vas itu.

"Sebenernya ga yakin sih mau bikin itu. Kemarin sempet liat di pinterest, tapi karena di kosan bahannya ga ada jadi aku coba bikin pas liat bahan itu di sini."

"Jadi ini baru pertama kali bikin, Kak?" aku bertanya dan dia hanya mengangguk.

Sepertinya aku sudah menetapkan pilihan. Aku berterima kasih pada mereka karena sudah menyempatkan diri untuk datang dan akan menghubungi kembali nanti sore untuk memberitahu mereka siapa yang akan kupilih menjadi asistenku. Mereka pergi sesaat setelahnya dengan diantar oleh Astro ke teras depan.

Astro kembali ke ruangan tak lama setelahnya, "Gimana?"

"Kayaknya aku pilih Putri sama Sari."

"Kenapa?"

"Putri teliti dan mau eksplor desain baru. Kalau Sari ... aku pilih dia karena dia keliatannya tipe yang mau belajar."

"Kenapa ga pilih Kathy? Macramenya bagus."

"Aku ga suka sama sikapnya. Kayaknya bakal ada masalah kalau sikapnya begitu."

Astro tersenyum lebar sekali, "Kamu udah belajar banyak ya?"

"Thanks to you."

Sejak Opa memberiku kepercayaan mengelola toko kain sendiri, aku belajar banyak dari Astro bagaimana cara menilai orang lain. Karena dalam bisnis, menilai kepribadian orang yang bekerja sama dengan kita adalah hal yang penting. Sepenting menentukan masa depan perjalanan bisnis kami nantinya.

Saat itu aku memang belum tahu bahwa dia mengelola sebuah restoran dan resort, tapi aku tak akan meragukan caranya menilai orang lain karena dia selalu membawa diri dengan baik. Dia juga selalu cepat membaur dengan orang baru dan mudah menentukan sikap. Terlebih, dia memang memiliki kepribadian terbuka yang mampu dengan gamblang menjelaskan semua keinginannya.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-