Zen berkali-kali menatapiku sejak awal perkuliahan kami dimulai, tapi tak mengatakan apapun. Aku pun sengaja tak mengajaknya bicara karena tak ingin topik tentang lamaran Astro muncul. Aku bahkan menaruh cincin lamaran di kalung karena Astro meminta lamarannya dirahasiakan. Ada dua cincin tersembunyi di balik pakaianku sekarang.
"Faza langsung pulang lagi?" Nina bertanya.
Aku menggumam mengiyakan, "Kenapa?"
"Nebeng boleh ga, Za? Aku mau ke Butik Jona. Searah sama jalan kamu pulang kan?"
"Nebeng aku aja kalau kamu mau ke sana. Lebih cepet pakai motor. Kalau bawa mobil macet." ujar Bian.
"Gitu ya? Aku nebeng kamu deh kalau gitu."
"Cepetan kalau mau nebeng. Aku mau ke bengkel."
"Iya, iya. Duluan ya, Za, Zen."
Aku melambaikan tangan saat Nina pergi membuntuti Bian dan segera beranjak dari dudukku karena aku juga ingin pulang untuk melanjutkan membaca diary Bunda.