◾Spin Off Satasurya: Trygver Story
◾Chapter 01: My name is...
Pada suatu malam di tengah hutan, pemuda itu berjalan sempoyongan. Pakaiannya lusuh. Kakinya yang terseok- seok digiringnya melewati pepohonan lebat di hutan itu. Tangannya meraba- raba seolah ingin menggapai sesuatu. Mulutnya terkunci seperti tak bisa memahami bahasa apapun.
Dalam kegelapan hutan, sekilas ia melihat secercah cahaya dari kejauhan. Ia pun mulai bangkit. Dengan menaruh sebuah harapan ia mengumpulkan semua tenaga tersisa yang ia miliki. Sedikit demi sedikit ia mulai mendekati cahaya itu, hingga akhirnya ia sampai di sana.
Sebuah api unggun besar tertanam di tempat itu, membuat dinginnya malam terusir di sekitarnya. Adapun api unggun itu dikelilingi oleh orang- orang yang datang dengan membawa beberapa kereta kuda besar yang berisi berbagai macam bahan makanan, pakaian dan juga buah- buahan. Gerombolan pedagang.
"Makanan... aku... ingin makanan...", pemuda itu mendekati gerombolan tersebut dengan sisa tenaganya, hingga akhirnya ia terjatuh di tanah.
Seorang wanita yang merupakan bagian dari gerombolan itu secara tidak sengaja melihat pemuda tersebut, kemudian datang menghampirinya, "Kau tidak apa- apa!? Hei sadarlah!"
Percuma, ia sudah mulai kehilangan kesadarannya. Suara wanita itu hanya terdengar sayup- sayup di telinga runcingnya. Penglihatannya mulai kabur. Ia pingsan.
- - ☆ - -
"Keberadaanmu adalah aib bagi kami!", suara yang berat itu tiba- tiba muncul di telinganya, "Mulai sekarang kau diusir dari sini!"
"Ya pergi kau!", suara lainnya kemudian ikut menyahut dengan suara yang begitu memekakkan telinganya.
Ada apa ini. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Siapa sebenarnya mereka itu? Ditengah ia masih merasa keheranan, suara- suara itu terus berteriak padanya.
"Cepat pergi!"
"Jangan pernah kembali lagi!"
"Pergi!"
Diam! Diamlah kalian! Ia lalu menutup kedua telinganya dengan tangannya. DIAM!!!!
- - ☆ - -
Pemuda itu terbangun dari tidurnya, dengan keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya. Ia perhatikan sekelilingnya. Kelihatannya ia berada di sebuah tenda kecil dengan tidur di atas sebuah kasur lantai yang terasa agak sedikit kasar. Sepertinya hari pun telah berganti menjadi pagi.
"Ada di mana aku?", ucapnya perlahan dengan mengernyitkan dahinya.
Seorang wanita kemudian masuk ke tenda tempat pemuda itu berbaring, sembari membawa sesuatu di tangannya, "Kau sudah sadar ya", ucapnya kemudian. Sepertinya ia adalah wanita yang sama yang menghampirinya semalam ketika tidak sadarkan diri.
"Si- siapa kau!? Pergi! Menjauh dariku!", pemuda itu berusaha untuk lari dari tempat itu, namun jangankan untuk berlari, untuk bangun dari tidurnya saja ia tak sanggup.
"Ughh!", rasa nyeri kemudian mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Rasa sakitnya benar- benar setengah mati.
"Hei jangan bergerak dulu, kau harus istirahat!", wanita itu kemudian menghampirinya sembari menyodorkan sebuah gelas, "Minumlah ini dulu"
"Apa ini?"
"Ini obat yang bisa meringankan rasa sakit luka- lukamu. Sudahlah ayo minum saja!", dengan agak sedikit memaksa wanita itu lalu menyodorkan gelas itu ke mulut pemuda tersebut. Pemuda itu dengan terpaksa meminumnya karena tak bisa melawan.
"Ueekkh!! Rasanya benar- benar tak enak!", ucapnya kemudian.
"Hah? Apa katamu barusan?", tiba- tiba aura gelap menyelimuti wanita itu, dengan mengepalkan tangannya ia mengeluarkan sorot mata yang tajam. Terlihat mengerikan!
"Hiiii", pemuda itu lalu merasa ngeri dibuatnya.
"Hei, siapa namamu? Dan darimana kau berasal?"
Pemuda itu hanya terdiam, tak menjawab apapun.
"Kenapa kau ada di hutan ini tadi malam? Dan sendirian?"
Pemuda itu masih terdiam. Diam seribu bahasa.
"Hei kau mendengar suaraku, kan?", wanita itu mulai merasa dongkol dibuatnya.
"Aku... tak tahu...", jawab pemuda itu perlahan kemudian.
"Huh? Apa-apaan itu", balas wanita tersebut, "Yang terpenting makanlah ini. Kau belum makan dari semalam kan", ucapnya sembari meletakkan sepiring bubur di atas meja kecil di samping pemuda itu, lalu beranjak pergi meninggalkannya.
"Tunggu!", pemuda itu lalu berusaha bangun dari tidurnya.
"Hei apa yang kau lakukan? Sudah kubilang jangan bergerak dulu!"
"Aku sudah tak apa- apa", pemuda itu secara perlahan berdiri untuk membuktikan apa yang dikatakannya.
"Benarkah?", wanita itu mengernyitkan dahinya, "Aku tak tahu obat ini semanjur itu".
"Yang lebih penting, siapa namamu?", ucap pria itu kemudian.
"Hei apa- apaan ini", wanita itu tersenyum kecil, "Apa ini sebuah lelucon?"
"Apa maksudmu?"
"Ketika aku menanyakan siapa namamu, kau tidak menjawabnya. Dan sekarang kau menanyakan hal yang sama padaku", terangnya sembari masih tertawa, "Haruskah aku pura- pura lupa namaku sendiri seperti yang kau lakukan barusan?"
"???"
"Sudahlah, cepat makan makanan itu dulu jika kau tidak ingin mati kelaparan", ucapnya lalu pergi keluar dari tenda.
Pemuda itu merasa heran. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang wanita itu katakan. Ia lalu menoleh ke belakang dimana sepiring bubur yang masih hangat telah dihidangkan. Ia lalu mendengar suara- suara dari perutnya. Tanpa berlama- lama lagi, pemuda itu kemudian mencoba menyantap makanan tersebut.
"Hueekkh!" Rasanya benar- benar tidak enak!
- - ☆ - -
Aku benar- benar tidak mengerti. Sebenarnya siapa aku, dan kenapa aku harus berada di dunia ini? Sebenarnya apa tujuanku untuk hidup? Beribu pertanyaan melintas di pikirannya. Dirinya terlalu sibuk bertanya- tanya hingga tanpa disadari ia telah diintai oleh segerombolan serigala hutan yang lapar.
Tiga.. empat.. tidak! Ada lima ekor serigala lapar yang mengelilingi dirinya, siap menerkamnya kapan pun juga.
Kenapa? Kenapa ini semua harus terjadi pada dirinya? Ia benar- benar tidak mengerti akan semua hal itu. Benci. Hanya rasa benci yang ia rasakan. Ia hanya ingin menghancurkan apapun yang berada di sekitarnya.
- - ☆ - -
"Uwwaahh!!", tiba- tiba terdengar teriakan seseorang di luar.
"A- apa- apaan ini!?"
"Ini benar- benar gawat"
Si pemuda yang belum sempat menghabiskan bubur yang disediakan untuknya, dengan bergegas mengambil pakaiannya yang tergantung, lalu keluar dari tenda sembari memakainya.
"Ada apa!?", tanya pemuda itu sembari mendekati wanita tadi yang tengah berdiri tak jauh darinya.
"Itu", si wanita tersebut mengarahkan tangannya yang sedikit gemetaran ke arah yang dimaksud.
Ternyata ada beberapa serigala kelaparan yang sedang mengincar mereka. Jumlahnya juga tidak sedikit. Ada sekitar sepuluh ekor dari mereka.
"Ini... "
"Apa yang harus kita lakukan Ayah?", ucap wanita itu kepada seorang pria di sebelahnya yang sepertinya adalah ayahnya.
"Tenang semuanya! Kita harus tetap tenang!", teriak ayah wanita itu dengan lantang, "Wanita dan anak- anak cepat segera masuk ke dalam tenda kalian!"
"Sedangkan mereka yang bukan seorang pengecut, ayo ikuti aku!", lanjutnya kemudian sembari mengambil sebuah tombak.
"Ta.. tapi Tn. Akandra..."
"Tak ada waktu untuk ragu! Kita harus menghadapinya dengan segenap kekuatan yang kita miliki! Sekarang atau tidak sama sekali!", lanjut ayah dari wanita itu dengan gagah berani, yang ternyata bernama Akandra.
"Hei kau! Ayo masuk ke dalam tenda!", ucap wanita itu sembari menarik pemuda tersebut kembali ke dalam tenda.
"Lukamu masih belum sembuh sepenuhnya. Jangan berlagak dan ayo cepat masuk ke dalam!". Mereka berdua kemudian masuk ke dalam tenda.
Sedangkan Tn. Akandra yang merupakan ayah dari wanita tersebut bersama dengan beberapa pedagang lainnya dengan gagah berani berbaris untuk menghadapi serangan dari serigala- serigala kelaparan itu.
"Bersiaplah semuanya!!!!", Tn. Akandra memberi aba- aba.
"Ya!"
"Grooaaar!!", serigala- serigala itu mulai berlari ke arah mereka.
"Kita harus menghentikan mereka! Jangan biarkan satu pun dari mereka lewat!!!!"
"Baik!"
Pertarungan sengit pun terjadi antara para pedagang itu dengan serigala liar yang kelihatanny sudah seminggu tidak makan. Beberapa serigala berhasil mereka atasi dengan tombak- tombak tajam mereka.
Namun insting buas para serigala tersebut membuatnya bertindak dengan lebih nekad. Demi untuk mengisi perut kosongnya, serigala- serigala itu terus menyerang dengan lebih ganas. Hingga akhirnya salah satu dari serigala itu berhasil menerkam salah seorang pedagang.
"Uwwaaghh!!!!"
Sratt!!! Dengan sigap Tn. Akandra menusuk serigala tersebut dengan tombaknya, berusaha menyelamatkan salah seorang pedagang yang nyaris menjadi santapan anjing hutan. Namun sebuah gigitan sudah terlanjur menghias di tubuh pedagang tersebut. Darah mulai mengalir dari lukanya, meski tidak begitu parah.
"Jangan lengah! Bawa yang sudah terluka kembali ke dalam tenda untuk mendapat perawatan!", perintah Tn. Akandra lagi dengan lantang.
Namun, tiba- tiba salah seekor serigala mencoba menerkam Tn. Akandra dari belakang.
"Ayah, awas!", si wanita tiba- tiba muncul di belakang ayahnya dengan membawa tombak di kedua tangannya, lalu menyelamatkan ayahnya dari terkaman maut yang hampir mengancam nyawanya.
"Maaf, Nak!", ucap ayahnya kemudian.
"Ketika kau memperingati yang lain untuk tidak lengah, kenapa kau sendiri malah lengah, Ayah?", balas si wanita, "Berapa ekor lagi dari mereka yang tersisa, Yah?"
"Kelihatannya masih ada sekitar lima ekor di balik pohon itu", jawab ayahnya.
"Jadi begitu ya."
Akan tetapi serigala- serigala yang tersisa itu sepertinya tidak menunjukkan tanda- tanda akan menyerang. Mereka secara perlahan mundur ke belakang.
"Ada apa? Apa mereka sudah mau pergi?", ucap si wanita.
"Berhasil! Kita selamat!", salah seorang pedagang berteriak kegirangan.
"Ohh benarkah? Syukurlah", ucap yang lainnya.
Namun tak disangka- sangka, para anjing hutan itu sama sekali tidak ada niatan untuk kabur. Sepertinya mereka benar- benar tidak ingin pergi tanpa tangan kosong. Serigala- serigala itu kemudian mengaum dan bergonggong beriringan antara satu sama lain. Seperti sebuah alarm untuk memanggil sesuatu.
Benar saja. Tak lama setelah itu, satu persatu datanglah serigala- serigala lainnya dari dalam hutan. Banyak, banyak sekali! Mungkin sekarang jumlahnya sebanyak dua puluh ekor, atau lebih!
"Ja- jangan bercanda."
"Ini bohong kan!?"
"Tidak.. mungkin...", bisik si wanita menyaksikan semua itu. Tombak yang sebelumnya dipegang dengan kokoh oleh kedua tangannya, perlahan terlepas lalu terjatuh. Ia pun kemudian bertekuk di atas tanah. Putus asa.
Tidak mengherankan apabila seseorang merasa gentar, apabila maut telah berada di depan mata. Dan yang paling parahnya lagi, mati dengan menjadi santapan dari anjing- anjing hutan benar- benar cara mati yang tidak diinginkan oleh semua orang. Namun apabila takdir telah berkehendak, siapa yang dapat lari darinya? Teriakan histeris dan tangisan sudah mulai terdengar dari balik tenda. Sedangkan para pria yang sebelumnya dengan gagah berani berjuang di garis depan, mulai merasa gemetaran di kedua kakinya. Rasa putus asa pun mulai menyelimuti semua orang yang ada di sana. Ya, semuanya kecuali satu orang.
"JANGAN MENYERAH!!!!", suara yang lantang tersebut memecah keputusasaan di tempat itu. Beberapa dari anjing- anjing yang kelaparan itu pun ada yang melangkah mundur tatkala mendengar suara yang seperti bagaikan sebuah auman singa, "Selagi masih ada harapan, tak ada yang mustahil di dunia ini! Kita harus tetap terus mencoba!"
Dengan gagah berani pria tersebut maju paling depan dengan tombak menghunus di tangannya. Tn. Akandra. Rumor mengatakan, ia adalah seorang mantan prajurit kerajaan. Keberaniannya sering terdengar di medan peperangan. Akan tetapi dirinya yang sekarang hanyalah orang yang sudah cukup tua untuk memegang sebuah tombak. Ia memutuskan untuk pensiun dari menjadi prajurit beberapa tahun yang lalu, lalu memilih untuk menjadi pedagang yang pergi dari satu desa ke desa lain bersama dengan putri kesayangannya. Namun meski fisiknya sudah mulai melemah karena termakan oleh usia, hatinya masih sekuat ketika mudanya dulu.
"Para wanita dan anak- anaknya, dan yang sudah tidak dapat bertarung lagi segera pergilah dari sini dengan kereta! Dan bagi yang ingin mati bersamaku, tetaplah tinggal di sini!"
"Ta- tapi Tn. Akandra. Bagaimana mungkin kami dapat meninggalkan kalian di sini?"
"Ini adalah satu- satunya jalan untuk meminimalisir dari jumlah korban. Bila hanya kami yang mati, maka itu akan jauh lebih baik daripada semua dari kita mati di sini. Tidak ada waktu lagi untuk ragu", ucap Tn. Akandra kemudian, "Cepatlah kalian pergi selagi kami menahan anjing- anjing ini!"
Para wanita dan anak- anak yang sebelumnya hanya bersembunyi di dalam tenda, kemudian dengan bergegas segera naik ke dalam kereta- kereta kuda mereka.
Adapun para pejuang yang gagah berani yang telah siap untuk mati, tetap berdiri kokoh di tempat mereka berpijak.
"Jadi kau tidak pergi, Nak?", Tn. Akandra berbisik kepada si wanita.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Ayah", ucap si wanita sembari mengangkat kembali tombaknya. Kali ini ia bertekad untuk tidak akan pernah melepaskannya lagi, apapun yang terjadi.
"Tn. Akandra, kami percaya kalian akan selamat. Untuk itu kami meninggalkan satu kereta untuk kalian gunakan apabila telah menumpas semua anjing- anjing ini", ucap salah seorang pedagang yang terluka di atas kereta, "Segeralah menyusul kami secepat mungkin jika urusan kalian sudah selesai. Kami pergi duluan."
Kereta kuda pembawa harapan itu kemudian melaju dengan begitu kencang, meninggalkan tenda- tenda mereka. Beberapa dari serigala- serigala yang jumlahnya puluhan itu ada yang mencoba mengejar kereta kuda tersebut, namun semua yang mencoba mengejarnya selalu berakhir di tombak para pejuang- pejuang yang pemberani.
"Jangan harap kalian dapat melewati kami!"
Pertarungan yang sengit pun terjadi.
- - ☆ - -
"Ibu, kita ini apa?", seorang bocah yang duduk di pangkuan ibunya tiba- tiba bertanya.
"Kita adalah bangsa paling tangguh dan kuat yang pernah ada. Saking kuatnya, kita bahkan bisa menghancurkan sebuah gunung. Tak ada satupun yang dapat mengalahkan kita", jawab ibunya sembari mengelus- elus rambut putranya itu.
"Woaa hebbaat! Aku juga ingin menjadi kuat seperti itu!"
"Ya, suatu saat nanti kamu juga pasti bisa", balas ibunya sembari tersenyum.
- - ☆ - -
"Tidak kusangka mereka setangguh ini", ucap salah seorang pedagang yang ikut berjuang bersama dengan Tn. Akandra dengan nafas yang tersengal- sengal.
"Sepertinya kita memang akan berakhir di tempat ini", ucap yang lainnya.
"Ayah, apa yang harus kita lakukan?", ucap si wanita.
"Jangan menyerah, kita pasti bisa selamat dari sini!"
Puluhan gerombolan serigala itu mengepung mereka berempat, seperti seolah telah siap untuk menikmati pesta pada hari ini.
"GRROOAAARRR!!!!", serigala- serigala itu menyerang secara bersamaan dengan membabi buta.
"Kyyaaahh!!!!", si wanita terpelanting ketika mencoba menghindari serangan serigala- serigala itu. Ia terduduk di atas tanah. Tombaknya terlempar jauh. Sedangkan serigala- serigala lainnya telah siap untuk menerkamnya.
"NAK!!!!!!"
Si wanita tersenyum, kemudian berkata lirih, "Selamat tinggal ayah ... ... ...."
"!!!!!"
- - ☆ - -
Gelap. Gelap sekali di sini. Ini di mana? Ibu? Ibu? Di mana Ibu? Ini apa? Ibu?
- - ☆ - -
"Ibbuuuu!!!! Tidakk!!!! Jangan pergi!!!! Ibbuuuu!!!!", bocah itu meratap di depan sebuah tubuh yang diselimuti oleh darah kehitaman yang segar.
"Jangan... menangis... Nak....", ibunya secara perlahan mengucapkan kata- kata di saat terakhirnya.
"Ibuuu.... hiks... hiks..."
"Suatu saat nanti... kau pasti... akan menjadi kuat...."
"Pada saat itu tiba... aku ingin... melihatmu mengangkat sebuah gunung... dan menunjukkannya pada dunia"
"Uhukk!!!! Uhukk!!!!!!", batuk keras yang disertai dengan darah itu menjeda perkataannya.
"Ibu!!!!"
"Ka..u pa...sti bi...sa...~~~~....."
"IBBUUUUUUU!!!!!!!!!!!!!!!!"
- - ☆ - -
A.. apa yang terjadi padaku? Bukankah serigala- serigala tadi...
Wanita itu merasa keheranan. Terakhir kali yang ia ingat, ia tengah dikepung oleh belasan serigala lapar yang siap menerkam dan memakannya dalam sekejap mata. Apakah dirinya sudah mati? Jadi inikah yang disebut sebagai kematian? Namun entah kenapa ia tidak merasakan sedikitpun rasa sakit di tubuhnya. Apakah ini perlakuan khusus yang diberikan Tuhan untuknya agar supaya ia mati dengan cara yang tenang dan damai, tanpa merasakan rasa sakit apapun?
Sedikit demi sedikit ia membuka kedua matanya yang terpejam.
Ia merasa bahwa dirinya membumbung di udara, dan digendong oleh seseorang. Tampan. Tampan sekali. Inikah pangeran yang diutus Tuhan untuk menjemput dirinya?
Tappp...
Mereka berdua kemudian mendarat di tanah. Tunggu. Tempat ini sepertinya tidak jauh berbeda dari yang tadi. Dan kau... KAU!!!!!!
"A- apa yang kau lakukan!?", wanita itu mencoba berontak.
"Sepertinya kau kesulitan, jadi aku menolongmu", ucap seseorang yang menggendongnya itu, yang tak lain serta tidak bukan adalah pemuda yang kesasar di hutan tadi malam.
"Hei lepaskan aku!", wanita itu masih berusaha memberontak.
"Aku... aku ingat sekarang."
"Ehh?"
Pemuda itu lalu tersenyum. Matanya bersinar.
Si wanita terpana. Tanpa ia sadari, ia menjadi terpesona oleh pemuda aneh itu. Pemuda yang tanpa sengaja ia selamatkan tadi malam.
Pemuda itu kemudian berkata, "Namaku adalah... ... ..."
- - ☆ - -
"Suatu saat nanti... kau pasti... akan menjadi kuat...."
"Pada saat itu tiba... aku ingin... melihatmu mengangkat sebuah gunung... dan menunjukkannya pada dunia"
"Ka..u pa...sti bi...sa....."
- - ☆ - -
"TRYGVER?"
"Ya itu namaku. Siapa namamu?", ucap pemuda itu kemudian.
"Ehh? A... aku ... Kinga...."
Pemuda itu lalu tersenyum, "Salam kenal, KINGA!"
- - ☆ - -
TO BE CONTIUNED
- - ☆ - -