Chereads / Gelora Cowok SMK / Chapter 18 - 18. Bingkisan

Chapter 18 - 18. Bingkisan

Gelora 💗 SMA

Bubaran sekolah Randy menemui aku di tempat parkir. Sesuai dengan perjanjian tadi pagi, siang ini aku dan dia mau menjenguk Rudy yang sedang sakit.

Sebelum pergi ke rumah Rudy, aku dan Randy terlebih dahulu mampir ke sebuah pasar untuk membeli buah-buahan. Buah pisang dan buah delima yang kami pilih. Konon buah-buahan ini sangat baik buat orang yang sedang sakit, karena memiliki kandungan gizi dan anti oksidan yang cukup tinggi guna mempercepat penyembuhan.

Well, setelah belanja buah, kami berdua langsung meluncur ke rumah Rudy yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Dan beberapa menit selanjutnya kami pun tiba.

''Randy ... kamu duluan deh, ke rumah Rudy nanti aku menyusul!'' kataku saat Randy turun dari motorku.

''Kenapa?'' tanya Randy.

''Aku mau ganti baju dulu,'' jawabku.

''Oh, gitu.'' Randy manggut-manggut.

''Iya, Ran ... sekalian mau taruh motor di rumah.''

''Ya, udah deh, kalau gitu aku jalan dulu ke rumah Rudy."

''Okay ...''

Randy melenggangkan kakinya dengan cepat dan bergerak menuju ke rumah Rudy yang jaraknya kira-kira 100 m dari rumahku. Sementara itu aku sendiri memasukan motorku ke bagasi rumahku.

''Poo, kamu udah pulang?'' tegur Ibu yang tiba-tiba saja nongol dari ruangan tengah. Instingnya benar-benar kuat sehingga bisa mengendus kehadiranku, padahal aku datang dengan hati-hati dan pelan-pelan bahkan aku tidak mengucapkan salam terlebih dulu.

''Iya, Bu ...'' sahutku.

''Nak ... ada titipan paket buat kamu, nih!'' ujar Ibu sambil menyodorkan kotak kado kecil yang terbungkus rapi.

''Titipan dari siapa, Bu?'' tanyaku heran sembari menerima bungkusan itu dari tangan Ibu.

''Meneketehe ... tidak ada tulisannya!'' jawab Ibu.

''Ah, Ibu bahasanya sok gaul, sih ... emang Ibu dapat kado ini dari siapa?''

''Tadi abang tukang baso yang menyerahkan ke Ibu, katanya buat Mas Ricopolo.''

''Tukang Baso?'' Aku mengkerutkan jidatku. "Sejak kapan tukang baso nyambi jadi kurir ekspedisi,'' pikirku.

''Mungkin dari penggemarmu kali, Poo ...''

''Ah, Ibu bisa aja ... aku tidak punya penggemar, Bu ... aku bukan artis, Ibu mah kebanyakan nonton sinetron, nih ...''

''Hehehe ... anak Ibu 'kan manis, masa' seeh gak ada penggemarnya.''

''Udah ah, Ibu jangan terlalu berhalusinasi ... mendingan ibu main Handphone aja, selpie-selpie ... terus upload deh, ke Medsos!"

''Ricopolo, kamu ini, yahhh ...'' Ibu mencubit pipiku.

''Aduh, Bu ... sakit!'' keluhku.

''Biarin!'' timpal Ibu sembari ngeloyor pergi ke ruang tengah kembali.

Hmmm ... Ibu, terkadang engkau kocak juga. Aku sayang sama Ibu.

Aku masuk ke kamarku dan segera membuka isi bungkusan kado tersebut. Dan ketika aku buka bungkusnya, aku mendapati sebatang coklat isi kacang mede. Kemudian, aku juga menemukan secarik kertas bertuliskan "RICOPOLO, AKU PADAMU." Tak hanya itu aku juga menemukan sebungkus alat pengaman kontrasepsi alias kondom lengkap dengan gel pelicin.

Aku menghembuskan nafas dalam-dalam, aku kaget sekaligus heran, lalu aku berpikir sejenak. Aku penasaran siapakah gerangan yang mengirimkan benda-benda ini? Mungkinkah Pak Armando atau mungkin Akim. Kado coklat itu romantis tapi mengapa menyelipkan juga sebuah kondom. Apa maksud semua ini? Ah ... benar-benar membuatku tak habis berpikir. Hanya orang gila berotak mesum yang sanggup mengirimkan benda begini.

Aku melemparkan coklat beserta bungkusan kondom ke atas meja, aku mengabaikan benda-benda itu, karena aku lebih memilih untuk segara berganti pakaian dan pergi menyusul Randy di rumah Rudy.

''Bu, Polo pergi dulu, ya ...'' pamitku setengah teriak kepada Ibu tersayang.

''Mau kemana, Poo?'' tanya Ibu.

''Ke rumah Rudy, Bu ...'' jawabku.

''Gak makan dulu, Nak?''

''Nanti saja, Bu ...''

''Ya, udah ... hati-hati, Nak!''

''Ya, Bu ... Assalamualaikum.''

''Waalaikumsalam."

Aku meninggalkan rumahku dan berjalan menuju rumah Rudy.