Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

BLOOD BOUND : HOPE

🇮🇩elizabethmarsiano
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.5k
Views
Synopsis
Hope Stevenson hidup dalam kebohongan selama delapan belas tahun sebelum mengetahui kebenaran bahwa ia bukanlah manusia. Dibantu oleh dua laki-laki yang selalu setia disisinya- Ethan Oleander dan Cameron Wyatt- gadis itu berusaha menemukan kunci kehidupannya. Semuanya sudah terencana. Tapi semua orang tahu jika suatu tujuan pasti memiliki banyak rintangan. Terlebih ketika Hope bertemu kembali dengan beberapa orang di masa lalunya.
VIEW MORE

Chapter 1 - ORANG ASING YANG SEMPURNA

Hope menerobos masuk SMA Leavenworth sambil mengibaskan

kedua tangannya. Jaket kulit berwarna marun yang ia kenakan

sedikit basah akibat gerimis diluar sana. Mendadak cuaca menjadi

tidak bersahabat, padahal radio memprediksi hari ini tidak akan

turun hujan.

Ia melangkah masuk, menuju loker miliknya untuk meletakkan jaket

dan topi kupluk rajut yang baru saja ia lepas kedalamnya. Lalu

mengambil beberapa buku pelajaran untuk kelas pertama dan masuk

ke dalam kelas. Di dalam, Hope melihat kelas masih cukup sepi.

Hanya lima murid termasuk sahabatnya- Cameron Wyatt yang

sudah duduk manis sambil membaca sesuatu di ponselnya.

"Hei! Selamat pagi.", sapa Hope sambil meletakkan bukunya diatas

meja dan duduk di bangku di sisi kanan Cam.

Cam mematikan layar ponselnya dengan cepat. Terlihat sedikit

terkejut akan kedatangan Hope. "Hei Hope! Aku tidak melihatmu

masuk.", balasnya.

Hope memutar matanya, "Kau saja yang terlalu sibuk bermain

ponsel.", katanya, "Ada apa?", tambahnya bertanya.

Cam mengulas senyum tipis, "Hanya membaca berita.",

"Sejak kapan kau membaca berita?", Hope menautkan alisnya.

Tidak biasanya Cam membaca sebuah berita. Ia tahu jika laki-laki

itu cukup cuek dengan keadaan sekitar terkecuali bersangkutan

dengan perempuan.

Cam mengangkat bahunya, "Entahlah, mungkin sejak sering terjadi

serangan hewan.",

"Kau takut?",

"Tentu saja, memangnya kau tidak?",

Hope menggeleng, "Untuk apa takut? Saat ini banyak polisi yang

berpatroli untuk menangkap- hewan apa?",

"Singa gunung.",

"Nah itu dia.",

Cam tidak menjawab. Ia buru-buru memasukkan ponselnya kedalam

saku celana membuat Hope memicingkan matanya. Ia merasa ada

sesuatu yang disembunyikan sahabatnya.

Tapi apa? Batinnya.

Lalu Hope menyadari sesuatu. Ia terkekeh geli pada akhirnya

membuat Cam yang tadinya hendak membuka suara seketika

mengerutkan kening. "Kenapa kau tertawa?", tanyanya.

"Tidak apa. Lupakan saja.", jawab Hope sambil mengangkat bahu.

"Baiklah…", nada bicara Cam terdengar tidak yakin. Ia masih

menatap Hope yang mulai sibuk membuka ponsel. Tapi detik

berikutnya ia menghela napas lega karena gadis berambut cokelat

gelap itu tidak bertanya lebih jauh.

⸙⸙⸙

Hope baru saja menyelesaikan makan siangnya ketika seorang gadis

asia datang dengan tergesa-gesa kearah mejanya bersama Cam.

"Ada apa Jean?", tanya Hope bingung.

Jean mengambil posisi duduk dihadapan Cam smabil mengontrol

napasnya yang masih tersenggal. "Itu-".

Cam tidak menyukai Jean. Tapi ia masih berusaha menjadi teman

yang baik dengan menyodorkan botol jus jeruknya kearah Jean. Lalu

bersandar dan melipat tangannya. "Minumlah dahulu.",

Dengan cepat Jean menyambar botol itu dan meneguknya sampai

habis membuat Cam emnggelengkan kepalanya. Hope yang melihat

ekspresi malas sahabatnya itu hanya bisa terkekeh geli.

"Jadi ada apa Jean?", tanya Hope sesaat setelah Jean berhasil

mengontrol napasnya.

"Aku baru saja dari ruang guru. Lalu aku melihat sesuatu",

"Bisakah kau langsung ke intinya?".

Hope menyenggol kaki Cam dengan kakinya. Memberikan lirikan

sekilas pada Cam agar sedikit lebih sabar menghadapi Jean.

"Apa?", tanya Cam tanpa dosa kearah Hope.

Hope tak membalas. Ia mengalihkan pandangannya pada Jean

dengan tatapan meminta gadis itu untuk melanjutkan.

"Aku melihat ada murid baru.".

Hope mengerjap. "Hanya itu?", ia pikir ada masalah apa hingga

membuat Jean sangat heboh. Ternyata hanya karena ada seorang

murid baru di pertengahan semester.

Cam memijit pelipisnya. "Sangat tidak penting sekali informasinya.

Aku pikir kau akan mengatakan jika Pak Martin dipecat atau Bu

Powell tertangkap selingkuh dengan kepala sekolah.", sahutnya

mewakili salah satu pemikiran dalam benak Hope.

Jean meringis, mengusap tengkuknya. "Maafkan aku, hanya saja

murid baru itu sangat tampan.",

"Dan kenapa kau mengatakannya pada kami?", tanya Cam kesal.

"Karena kalian satu-satunya temanku.",

"Siapa yang menganggapmu teman, Jean?", Cam memutar matanya

malas membuat Hope terkekeh menikmati keduanya berdebat.

Sebenarnya tidak ada masalah serius antara Cam dan Jean. Waktu

pesta akhir tahun saat kelas sebelas, Jean mabuk dan terpaksa

membuat Hope dan Cam mengantar gadis itu. Namun saat di

perjalanan Jean tiba-tiba menangis lalu memeluk Cam. Ia

mengatakan bahwa menyukai Cam dan menciumnya paksa. Jadi

begitulah. Padahal Jean sendiri adalah gadis yang menarik dan

pintar. Entah kenapa Cam tidak mau.

"Kalian selamat berdebat, aku ingin membeli minum lalu kembali

ke kelas.", pamit Hope yang tak digubris keduanya karena masih

saja berdebat.

Ia langsung melesat pergi dari kafetaria setelah membuang sampah

foam makananya. Menuju vending machine yang ada di koridor

utama sekolah. Hope mengeluarkan beberapa uang satu dollar untuk

dimasukkan kedalam mesin. Lalu menekan angka yang tertera di

bawah minuman yang diinginkannya.

Apa yang diharapkan Hope tidak terjadi. Minuman yang inginkan

itu tidak jatuh membuatnya mendadak kesal. Ia mencoba mengetuk

kaca etalase pendingin tapi tidak membuahkan hasil. Hope mencoba

cara kedua, ia menggoyangkan mesin dengan utbuhnya yang mungil

dan setinggi 165 senti itu. "Ayolah!", serunya.

Hope menghela napasnya. Sedikit kecewa dengan hasil dari

usahanya yang sia-sia. Lebih baik ia kembali ke kelas sebelum bel

istirahat usai berbunyi. Namun ketika ia membalikkan tubuhnya.

Hope tersentak ketika melihat seorang laki-laki mengenakan sweater hangat berwarna putih gadis, jeans hitam dan boat senada. Tubuh

laki-laki itu tinggi dan tegap sangat proposional dengan dadanya

yang bidang. Rambutnya cokelat keemasan, hidungnya mancung,

dan bentuk bibirnya yang lembut. Untuk ukuran manusia, laki-laki

itu nyaris sempurna. "Maaf aku tidak bermaksud mengejutkanmu.",

Mata hazel laki-laki itu menatapnya

Hope mengerjap, "Tidak apa.", . Keindahan seperti inilah yang

selalu sukses menjadi titik kelemahannya.

"Butuh bantuan?", laki-laki itu menawarkan diri untuk menolong

karena saat ia baru saja keluar dari ruang administrasi ia tidak

sengaja menangkap Hope yang kesulitan.

"Iya.", Hope mengangguk kaku. Ia mundur beberapa langkah

membiarkan laki-laki tampan itu mengambil posisinya.

Laki-laki itu mencoba menekan-nekan tombol di keyboard, lalu

menggoyangkan sedikit mesin itu sebelum akhirnya minuman yang

Hope inginkan jatuh beberapa detik berikutnya. Ia sedikit

membungkuk, megambil minuman yang sudah berada di kotak

dibagian bawah, dan membalikkan tubuhnya. "Ini dia

minumanmu.", katanya sambil membukakan tutup.

Hope sangat senang. Ia tersenyum lebar menerima botol itu,

"Terima kasih banyak.", katanya. Tepat bersamaan dengan bel

istirahat usai berdering, "Sekali lagi terima kasih.", tambahnya.

Terdengar sebagai salam perpisahan di telinga laki-laki itu. Ia hanya

mengangguk samar membiarkan Hope.

"Aku duluan.", Hope berlalu meninggalkan laki-laki asing yang

sempurna itu.

Dalam hati sedikit menyesal ia tidak mengetahui siapa namanya.

Sebelum masuk kedalam kelas, Hope sempat melihat kembali

kearah laki-laki itu. Raut wajahnya datar- tidak ada keraguan

dimatanya. Tapi Hope yakin ada sesuatu yang tidak bisa diartikan

dari tatapan itu.

⸙⸙⸙