Hope menerobos masuk SMA Leavenworth sambil mengibaskan
kedua tangannya. Jaket kulit berwarna marun yang ia kenakan
sedikit basah akibat gerimis diluar sana. Mendadak cuaca menjadi
tidak bersahabat, padahal radio memprediksi hari ini tidak akan
turun hujan.
Ia melangkah masuk, menuju loker miliknya untuk meletakkan jaket
dan topi kupluk rajut yang baru saja ia lepas kedalamnya. Lalu
mengambil beberapa buku pelajaran untuk kelas pertama dan masuk
ke dalam kelas. Di dalam, Hope melihat kelas masih cukup sepi.
Hanya lima murid termasuk sahabatnya- Cameron Wyatt yang
sudah duduk manis sambil membaca sesuatu di ponselnya.
"Hei! Selamat pagi.", sapa Hope sambil meletakkan bukunya diatas
meja dan duduk di bangku di sisi kanan Cam.
Cam mematikan layar ponselnya dengan cepat. Terlihat sedikit
terkejut akan kedatangan Hope. "Hei Hope! Aku tidak melihatmu
masuk.", balasnya.
Hope memutar matanya, "Kau saja yang terlalu sibuk bermain
ponsel.", katanya, "Ada apa?", tambahnya bertanya.
Cam mengulas senyum tipis, "Hanya membaca berita.",
"Sejak kapan kau membaca berita?", Hope menautkan alisnya.
Tidak biasanya Cam membaca sebuah berita. Ia tahu jika laki-laki
itu cukup cuek dengan keadaan sekitar terkecuali bersangkutan
dengan perempuan.
Cam mengangkat bahunya, "Entahlah, mungkin sejak sering terjadi
serangan hewan.",
"Kau takut?",
"Tentu saja, memangnya kau tidak?",
Hope menggeleng, "Untuk apa takut? Saat ini banyak polisi yang
berpatroli untuk menangkap- hewan apa?",
"Singa gunung.",
"Nah itu dia.",
Cam tidak menjawab. Ia buru-buru memasukkan ponselnya kedalam
saku celana membuat Hope memicingkan matanya. Ia merasa ada
sesuatu yang disembunyikan sahabatnya.
Tapi apa? Batinnya.
Lalu Hope menyadari sesuatu. Ia terkekeh geli pada akhirnya
membuat Cam yang tadinya hendak membuka suara seketika
mengerutkan kening. "Kenapa kau tertawa?", tanyanya.
"Tidak apa. Lupakan saja.", jawab Hope sambil mengangkat bahu.
"Baiklah…", nada bicara Cam terdengar tidak yakin. Ia masih
menatap Hope yang mulai sibuk membuka ponsel. Tapi detik
berikutnya ia menghela napas lega karena gadis berambut cokelat
gelap itu tidak bertanya lebih jauh.
⸙⸙⸙
Hope baru saja menyelesaikan makan siangnya ketika seorang gadis
asia datang dengan tergesa-gesa kearah mejanya bersama Cam.
"Ada apa Jean?", tanya Hope bingung.
Jean mengambil posisi duduk dihadapan Cam smabil mengontrol
napasnya yang masih tersenggal. "Itu-".
Cam tidak menyukai Jean. Tapi ia masih berusaha menjadi teman
yang baik dengan menyodorkan botol jus jeruknya kearah Jean. Lalu
bersandar dan melipat tangannya. "Minumlah dahulu.",
Dengan cepat Jean menyambar botol itu dan meneguknya sampai
habis membuat Cam emnggelengkan kepalanya. Hope yang melihat
ekspresi malas sahabatnya itu hanya bisa terkekeh geli.
"Jadi ada apa Jean?", tanya Hope sesaat setelah Jean berhasil
mengontrol napasnya.
"Aku baru saja dari ruang guru. Lalu aku melihat sesuatu",
"Bisakah kau langsung ke intinya?".
Hope menyenggol kaki Cam dengan kakinya. Memberikan lirikan
sekilas pada Cam agar sedikit lebih sabar menghadapi Jean.
"Apa?", tanya Cam tanpa dosa kearah Hope.
Hope tak membalas. Ia mengalihkan pandangannya pada Jean
dengan tatapan meminta gadis itu untuk melanjutkan.
"Aku melihat ada murid baru.".
Hope mengerjap. "Hanya itu?", ia pikir ada masalah apa hingga
membuat Jean sangat heboh. Ternyata hanya karena ada seorang
murid baru di pertengahan semester.
Cam memijit pelipisnya. "Sangat tidak penting sekali informasinya.
Aku pikir kau akan mengatakan jika Pak Martin dipecat atau Bu
Powell tertangkap selingkuh dengan kepala sekolah.", sahutnya
mewakili salah satu pemikiran dalam benak Hope.
Jean meringis, mengusap tengkuknya. "Maafkan aku, hanya saja
murid baru itu sangat tampan.",
"Dan kenapa kau mengatakannya pada kami?", tanya Cam kesal.
"Karena kalian satu-satunya temanku.",
"Siapa yang menganggapmu teman, Jean?", Cam memutar matanya
malas membuat Hope terkekeh menikmati keduanya berdebat.
Sebenarnya tidak ada masalah serius antara Cam dan Jean. Waktu
pesta akhir tahun saat kelas sebelas, Jean mabuk dan terpaksa
membuat Hope dan Cam mengantar gadis itu. Namun saat di
perjalanan Jean tiba-tiba menangis lalu memeluk Cam. Ia
mengatakan bahwa menyukai Cam dan menciumnya paksa. Jadi
begitulah. Padahal Jean sendiri adalah gadis yang menarik dan
pintar. Entah kenapa Cam tidak mau.
"Kalian selamat berdebat, aku ingin membeli minum lalu kembali
ke kelas.", pamit Hope yang tak digubris keduanya karena masih
saja berdebat.
Ia langsung melesat pergi dari kafetaria setelah membuang sampah
foam makananya. Menuju vending machine yang ada di koridor
utama sekolah. Hope mengeluarkan beberapa uang satu dollar untuk
dimasukkan kedalam mesin. Lalu menekan angka yang tertera di
bawah minuman yang diinginkannya.
Apa yang diharapkan Hope tidak terjadi. Minuman yang inginkan
itu tidak jatuh membuatnya mendadak kesal. Ia mencoba mengetuk
kaca etalase pendingin tapi tidak membuahkan hasil. Hope mencoba
cara kedua, ia menggoyangkan mesin dengan utbuhnya yang mungil
dan setinggi 165 senti itu. "Ayolah!", serunya.
Hope menghela napasnya. Sedikit kecewa dengan hasil dari
usahanya yang sia-sia. Lebih baik ia kembali ke kelas sebelum bel
istirahat usai berbunyi. Namun ketika ia membalikkan tubuhnya.
Hope tersentak ketika melihat seorang laki-laki mengenakan sweater hangat berwarna putih gadis, jeans hitam dan boat senada. Tubuh
laki-laki itu tinggi dan tegap sangat proposional dengan dadanya
yang bidang. Rambutnya cokelat keemasan, hidungnya mancung,
dan bentuk bibirnya yang lembut. Untuk ukuran manusia, laki-laki
itu nyaris sempurna. "Maaf aku tidak bermaksud mengejutkanmu.",
Mata hazel laki-laki itu menatapnya
Hope mengerjap, "Tidak apa.", . Keindahan seperti inilah yang
selalu sukses menjadi titik kelemahannya.
"Butuh bantuan?", laki-laki itu menawarkan diri untuk menolong
karena saat ia baru saja keluar dari ruang administrasi ia tidak
sengaja menangkap Hope yang kesulitan.
"Iya.", Hope mengangguk kaku. Ia mundur beberapa langkah
membiarkan laki-laki tampan itu mengambil posisinya.
Laki-laki itu mencoba menekan-nekan tombol di keyboard, lalu
menggoyangkan sedikit mesin itu sebelum akhirnya minuman yang
Hope inginkan jatuh beberapa detik berikutnya. Ia sedikit
membungkuk, megambil minuman yang sudah berada di kotak
dibagian bawah, dan membalikkan tubuhnya. "Ini dia
minumanmu.", katanya sambil membukakan tutup.
Hope sangat senang. Ia tersenyum lebar menerima botol itu,
"Terima kasih banyak.", katanya. Tepat bersamaan dengan bel
istirahat usai berdering, "Sekali lagi terima kasih.", tambahnya.
Terdengar sebagai salam perpisahan di telinga laki-laki itu. Ia hanya
mengangguk samar membiarkan Hope.
"Aku duluan.", Hope berlalu meninggalkan laki-laki asing yang
sempurna itu.
Dalam hati sedikit menyesal ia tidak mengetahui siapa namanya.
Sebelum masuk kedalam kelas, Hope sempat melihat kembali
kearah laki-laki itu. Raut wajahnya datar- tidak ada keraguan
dimatanya. Tapi Hope yakin ada sesuatu yang tidak bisa diartikan
dari tatapan itu.
⸙⸙⸙