Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

50 hari

Joanne_Theophilia
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.5k
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Hari ke-1

Aku bangun dari tempat tidurku dengan berpeluh keringat. Aku mencoba-coba mengingat apa yang kumimpikan sehingga membuatku mandi keringat begini, namun tidak ada yang dapat kuingat.

Namaku Shine Claudea Lenata. Panggil aja aku Lena. Temanku biasa memanggilku begitu. Lebih simple, alasannya.

Sebagai mahasiswi baru di universitas negeri, aku belum seberapa mengenal lingkunganku. Walau begitu, itu bukan masalah besar jika kau punya sahabat yang merupakan mantan ratu gosip di sma dulu.

"Woi, Lena! Lo tau ga senior cakep yang bakal tutorin kita siapa aja...", celoteh sahabatku di hari pertama masuk kuliahku ini.

Aku merebahkan diriku di tempat tidur setelah seharian yang melelahkan dan membosankan ini. Dan ternyata apa yang menantiku jauh lebih menarik.

Aku membuka mataku dan melihat sekeliling yang tampak asing bagiku. Perlu waktu untuk memahami situasi macam apa yang sedang kuhadapi saat ini. Sekedar informasi, aku hidup di dua dunia. Dan untuk berganti ke dunia lainnnya, aku hanya perlu tidur. Di dunia pertama aku menjalani kehidupan sebagai gadis biasa dan tak bisa mengingat tentang dunia yang satunya. Sedangkan aku di dunia ke dua adalah seorang putri yang diasingkan karena tuduhan pelanggaran yang ditujukan pada ibuku, yang sampai sekarang belum terbukti. Dan yang berbeda adalah di dunia kedua ini, aku bisa mengingat jelas kehidupan gadis membosankan di dunia pertama.

"Tuan putri, ibunda sudah menunggu di perpustakaan," ucap seorang pelayan di sampingku.

"Sampaikan pada ibunda bahwa aku akan segera ke sana setelah mandi," ucapku turun dari tempat tidur menuju ke kamar mandi

"Ada apa ibunda memanggil Lena?" ucapku sopan pada ibuku yang menampilkan raut wajah lelah.

"49. 49 hari lagi sebelum ibumu ini dieksekusi di perayaan ulang tahun kaisar. Apa kau sudah menemukan rencana?" tanya ibuku murung.

Aku menatap matanya lalu menggeleng. Gelenganku disambut desahan kecewa oleh ibuku dan beliau menyuruhku meninggalkannya. Jujur saja, selama ini aku sudah memikirkan banyak solusi namun hasilnya tidak maksimal. Tidak sesuai diriku yang perfeksionis.

Aku kembali ke kamarku lalu berganti dengan pakaian desa yang sederhana. Setelah selesai, aku menggeser karpet di lantai dan mencungkil salah satu ubinnya. Setelah ubin itu ku angkat, aku merogoh ke dalam lubang dan menarik kuat kait di sana. Setelah ada bunyi kayu bergeser dari arah lemari, aku meletakkan ubin yang ku ambil ke tempatnya semula lalu segera membuka pintu lemari dan masuk ke dalamnya.

Melewati beberapa gaunku, aku masuk ke jalan rahasia yang ku ketahui tanpa sengaja lewat buku yang ada di perpustakaan. Jalan rahasia ini cukup gelap dan lembab, untuk itu aku memasang beberapa obor yang selalu kupastikan menyala di dinding lorong. Aku mengambil salah satu obor dan berjalan dengan memercayai ingatanku. Jalan rahasia ini agak mirip labirin, tapi jauh lebih sederhana. Dan untungnya dilengkapi dengan petunjuk arah berupa gambar-gambar aneh. Jika aku belum pernah membaca buku tentang jalan rahasia ini dapat dipastikan aku tersesat.

Aku menggantungkan oborku di dinding lalu berjalan menuju dinding yang ada coretannya dan mendorong kuat gambar bunga di hadapanku. Tak lama kemudian, meluncur tangga tali dari atasku dan terdengar bunyi langit-langit bergeser menampilkan lubang yang cukup dimasuki olehku.

Aku menaiki tangga tali dan keluar lewat lubang yang terbuka tadi. Sekarang aku berada di taman di luar pagar rumah pengasinganku. Aku menutup lubang tempat aku keluar dengan menggeser baloknya ke posisi semula dan pergi ke desa di dekat sini.

Aku memasuki kedai minuman yang juga disebut klub malam dan segera menuju kasir.

"Selamat pagi, bos! Barusan ada pelanggan yang komplain, tapi untung sudah diberesin sama si Gio.", sapa pria cebol yang ku suruh mengurus usaha klub malamku. Usaha ini kubuat karena terinspirasi duniaku yang lain dan tak kusangka berjalan sangat sukses bahkan di pagi hari ini.

Di antara beberapa orang teler di hiruk pikuk musik yang disetel keras-keras, aku melihat bangsawan brengsek yang sedang menarik paksa tangan pelayanku agar mendekat biarpun ia memberontak. Aku yang agak kesal berusaha berteriak melawan musik memanggil penjaga namun tidak digubris. Rasanya mereka kelelahan akibat menjaga semalaman. Apa boleh buat aku terpaksa mendatangi meja mereka. Aku menepis kasar tangan bangsawan itu sehingga terlepas lalu aku mengusir pelayanku agar menyingkir.

Aku mendengar umpatan bangsawan itu yang ternyata mabuk. Bangsawan itu tampak kesal dan menyerangku namun langsung kubekuk dengan jurus bela diriku. Teman bangsawan itu menghampiri kami lalu memintaku sopan untuk melepaskan kawannya lalu membawa kawannya keluar setelah meminta maaf atas keributan yang terjadi. Tapi setelah mereka meninggalkan kedai minumanku ini, aku merasa pernah melihat mereka, terutama senyum menjengkelkan yang sok ganteng milik pria yang membopong kawan mesumnya itu.

Aku kembali ke kamarku setelah kejadian itu untuk makan siang dan setelah itu aku pergi menuju perpustakaan untuk memahami ilmu-ilmu baru hingga malam tiba.