Sesampai di parkiran Reka mencari Pak Dirman, lelaki paruh baya itu tak ada di tempat, mungkin dia berfikir Nonanya itu masih akan lama berada di sana, jadi beliau pergi sebentar.
"Reka.. " Anjas berhasil mengejar nya, dia tak menyangka lari gadis itu cukup cepat juga, bahkan sambil menggendong putrinya, mungkin hal ini akibat fisiknya telah terlatih dari kecil di desa itu.
" Apa yang kau inginkan? " Tanya Reka cemas.
"Aku hanya ingin tau, kau gadis di desa itu bukan? dia putriku kan? " Tanya Anjas, dia sangat yakin kalau itu adalah putrinya.
"Dia putriku" Kata Reka dengan nada marah.
Tiba-tiba saja Anjela menangis dan mengulurkan tangannya ke arah Anjas. Gadis kecil itu ingin Anjas mengendongnya.
"Bolehkah? " tanya Anjas ingin mengambil Anjela dari tangan Reka. Reka berusaha menghentikan tangis putrinya, tapi gadis kecil itu tak mau berhenti menangis. Reka baru kali ini melihat tingkah putrinya yang keras kepala, biasanya Anjela adalah anak yang penurut.
Akhirnya Reka menyerahkan Anjela ke tangan Anjas. Anjas menyambutnya dengan hati berdebar, dia menatap wajah gadis kecil itu dengan tatapan haru, kemudian mencium pipi Anjela dan memeluknya erat. Tanpa ia sadari, air matanya hampir saja tumpah.
Begitu sampai di tangan Anjas, Anjela langsung diam, dan memegang-megang wajah dan rambut Anjas, tangannya tak henti-hentinya menjelajahi wajah Anjas.
" Siapa namanya? " Tanya Anjas sambil tersenyum. Matanya tak henti menatap wajah Anjela.
"Anjela" Jawab Reka lirih.
Anjela kembali merengek dan menunjuk ke arah taman, sepertinya dia meminta Anjas membawanya kembali ketempat tadi karena dia belum puas bermain.
"Dia ingin kembali ke sana, bagaimana kalau kita kembali ke tempat itu? " Tanya Anjas pada Reka. Reka hanya mengangguk.
Anjas berjalan sambil menggendong Angela, dan membawanya kembali ke tempat itu. Anjela melompat - lompat kegirangan dalam pangkuan Anjas, saat Anjas berjalan kearah rumah balon itu.
Anjela kembali masuk ke dalam rumah itu, sementara Anjas dan Reka berada di luar, sehingga mereka mencari tempat duduk.
"Reka.. maafkan aku atas hari itu, aku benar-benar khilaf " Kata Anjas menatap Reka. Reka tak menjawab, dia hanya menundukkan pandangannya. Dia berusaha agar tak menatap wajah laki-laki itu.
"Reka.... " Kata Anjas lagi karena tak mendapat jawaban.
"Jika aku memaafkanmu, maukah kau menjauh dari kehidupan kami? " Tanya Reka menatap tajam ke arah Anjas. Mendengar itu Anjas merasa lemas.
"Aku tak bisa, sudah sekian tahun aku mencarimu, bagaimana aku harus menjauh saat aku menemukan mu, terlebih putriku ada bersamamu" Jawab Anjas tegas.
"Kalau begitu, aku tak mau memaafkanmu" Kata Reka kesal.
Anjas lebih memilih Reka tak memaafkannya dari pada dia harus menjauhi mereka. Dia berfikir, suatu saat nanti, Reka akan memaafkannya.
Sedah satu jam lebih, Anjela berada di dalam sana tanpa ada keinginan untuk keluar, sepertinya dia memberikan kesempatan untuk ayah dan ibunya berbicara lebih banyak, tapi sayangnya, mereka hanya duduk berdampingan tanpa ada suara. Reka merasa waktu berjalan sangat lambat, sementara Anjas menikmati setiap detik berada di samping Reka meskipun mereka tak banyak bicara.
"Bunda... " akhirnya Anjela keluar juga. Reka bernafas lega, dia bisa membawa putrinya pulang.
"Lapar... " Kata Anjela sambil memegang perutnya.
"Ayo kita pulang" Kata Reka tersenyum.
"Gak... makan... " Katanya sambil menunjuk salah satu kafe yang ada di sana.
"Mau makan di sana? " Tanya Anjas kepada Anjela. Anjela hanya mengangguk sambil mengulurkan kedua tangannya pada Anjas, Anjas segera menggendongnya.
"Putri Ayah yang pintar.. " Kata Anjas sambil mencium pipi Anjela. Reka kaget mendengar perkataan Anjas, hatinya tiba-tiba saja gelisah.
" A... yah.. " Kata Anjela lagi.
"Iya.. ayah, aku adalah ayahmu.. dan Anjela adalah putri Ayah". Jawab Anjas penuh haru, tubuhnya merinding mengatakan kalimat itu.