Seorang pemuda berdiri di depan pintu gerbang sebuah menara.
Mencoba mengendalikan deru nafas, ia menggenggam erat pedang kepercayaannya. Di tengah hembusan nafasnya, ia merasakan jantungnya berdebar keras di balik baju zirah yang ia kenakan.
Firasat buruk sejak tadi ia rasakan.
Pemuda tersebut tahu, apapun hal yang ada di balik gerbang ini, ia tetap harus menghadapinya. Dengan tarikan nafas panjang, ia memantapkan hati dan membuka gerbang besar di hadapannya.
Suara derit melengking mengiringi terbukanya pintu menara.
Di balik pintu tersebut, hanya kegelapan pekat yang terlihat. Meskipun begitu, ia tetap melangkah memasuki menara, lalu menutup pintu gerbang di belakangnya.
Saat pintu menara tertutup, saat itu juga kegelapan pekat menyelimuti pemuda itu.
Ia tetap tenang, perlahan ia pejamkan mata.
Kegelapan yang hening.
Kedua telinganya menangkap samar suara geraman halus serta hembusan nafas yang bukan miliknya.
Perlahan pemuda itu membuka mata. Matanya mulai terbiasa dengan kegelapan di sekelilingnya. Ia dapat melihat cahaya rembulan masuk melalui jendela, menyinari dengan lembut bagian dalam menara. Kemudian, ia melihatnya.
Dari dalam kegelapan di bawah tangga, sepasang cahaya kecil kemerahan menatapnya seraya menggeram pelan dalam kegelapan. Perlahan cahaya merah yang itu terangkat ke atas dalam kegelapan.
Pemuda itu menyiapkan pedang seraya berdiri sambil menatap tajam ke arah makhluk yang berjalan mendekatinya. Geraman makhluk tersebut terdengar semakin mengerikan. Pemuda itu tahu serangan akan segera datang.
Tanpa aba-aba, tiba-tiba makhluk tersebut melompat ke arahnya. Dengan sigap, sang pemuda melompat kesamping menghindari terkaman makhluk tersebut. Seolah tidak ingin memberikan waktu, makhluk itu segera melompat kembali sambil mengayunkan cakarnya ke arah sang pemuda. Melihat hal itu, pemuda itu segera menyiapkan pedangnya untuk menahan ayunan lengan makhluk tersebut, namun tak berhasil.
Hantaman keras menerbangkan sang pemuda ke seberang ruangan hingga menghantam tembok.
Meskipun ia berhasil menahan cakar tajam yang dapat merobek tubuhnya itu, kekuatan lengan makhluk tersebut telah membuatnya terpental. Tidak ada cedera serius yang ia alami, akan tetapi serangan barusan membuatnya agak pusing. Tubuhnya terasa sakit, namun ia masih bisa bertarung.
Berusaha mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Pemuda itu menghimpun segenap kekuatan pada kakinya dan segera berdiri bersiap menyambut serangan berikutnya.
Geraman pelan kembali terdengar mengikuti sekelebat bayangan yang tampak bergerak cepat di antara kegelapan dan cahaya rembulan.
Dalam satu lompatan, makhluk tersebut kembali menerkam.
Makhluk itu berhasil mendorong tubuh pemuda itu ke tanah, dan menahannya dengan kaki depannya yang kuat. Cakar panjangnya terbenam menembus baju pelindung dada pemuda tersebut. Darah pemuda itu mengalir dari sela-sela cakar makhluk tersebut.
Pemuda itu mengerang menahan rasa sakit yang dideritanya.
Mengabaikan raungan kesakitan yang menggema dalam kegelapan menara, makhluk itu kembali menyerang sang pemuda dengan taringnya yang tajam mencoba merobek leher pemuda itu.
Dengan susah payah, sang pemuda bereaksi cepat dan berhasil menahan gigitan makhluk tersebut dengan pedangnya pada detik terakhir.
Begitu dekatnya kepala makhluk itu dengan pemuda itu, ia dapat merasakan panasnya hembusan nafas yang keluar diantara taring-taring tajam makhluk tersebut.
Saat itulah sang pemuda baru melihat dengan jelas wujud makhluk yang tengah berusaha mencabik-cabik tubuhnya.
Seekor serigala.
Makhluk yang sejak tadi menyembunyikan tubuhnya dalam kegelapan itu adalah seekor serigala raksasa.
Meskipun memiliki kepala dan tubuh seperti serigala, namun makhluk itu memiliki sepasang tanduk kecil di dekat telinganya, serta kaki depan yang besar dan panjang, lebih mirip lengan daripada kaki. Ia juga yakin bahwa makhluk yang sekarang tengah berusaha memakannya, sebelumnya berlari dan melompat hanya dengan kaki belakangnya.
MONSTER
Hanya itu yang terbesit di benak pemuda tersebut.
Dengan tubuh dan tangan terkunci menahan terkaman sang monster, ia menendang-nendangkan kakinya ke perut monster tersebut, berusaha menyingkirkan monster itu dari atas tubuhnya. Dengan satu tendangan sekuat tenaga, akhirnya sang monster melompat mundur melepaskan cengkramannya.
Sang pemuda berusaha sekuat tenaga untuk segera berdiri kembali. nafasnya terengah-engah tak beraturan. Rasa sakit yang menusuk dirasakannya seiring dengan darah yang mengalir dari rebak di tubuhnya.
Sejenak ia melirik pedangnya.
Retak.
Ada beberapa retakan kecil di permukaan pedangnya.
Dengan taring dan rahangnya yang kuat monster itu telah merusak pedang yang ditempa oleh pandai besi terbaik di negeri ini.
Pemuda itu kembali menatap sang monster. Monster yang sejak tadi menyerangnya membabi-buta tanpa memberinya jeda sedikitpun, kini berdiri diam menatap balik pemuda di hadapannya, seolah menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Ditengah deru nafasnya, sang pemuda dapat merasakan kakinya semakin berat, tangannya gemetar, pandangannya mulai meredup, hidungnya dapat mencium bau darah yang bercampur dengan keringatnya. Kelelahan mulai menghampirinya. Baju besinya terasa berat. Ia menyadari, ia tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
Ia harus segera menghabisi monster itu sebelum ia kehilangan kesadaran, atau ia akan menjadi santapan monster tersebut.
Sang pemuda kemudian mulai berlari ke arah monster tersebut.
Seolah menyambut serangannya, sang monster mengangkat lengan dan mengayunkannya ke arah pemuda itu. Dengan penuh keberanian, ia terus melangkah maju mendekati sang monster, sebelum akhirnya ia menggeser tubuhnya dan berhasil mengelak tipis dari serangan monster tersebut.
Cakar sang monster gagal mengenai tubuh sang pemuda dan menghantam lantai dengan keras. kuku-kukunya yang tajam tertancap pada lantai batu yang dingin.
Kini sang pemuda berada sangat dekat dengan monster tersebut. Cukup dekat untuk menebas leher sang monster.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia segera mengayunkan pedangnya sekuat tenaga.
Pedangnya berayun membelah angin sebelum akhirnya menyentuh leher sang monster, dan dengan suara berdentang keras, pedang sang pemuda patah menjadi dua.
***