"Kembaliin!" Lintang menghentakkan tangannya beberapa kali, berharap bisa lepas dari cengkeraman kuat Dimas. Di depan matanya, dua laki-laki sedang mengibas-ngibaskan lembaran putih yang jumlahnya tidak sedikit. Lintang meringis, mulai merasakan nyeri di kedua lengannya.
"Susah payah aku bikin itu," kini Lintang tidak lagi memberontak. Matanya sudah membendung air mata yang siap menetes kapanpun Lintang berkedip.
"Gini doang pake nangis!" Haris menyobek kertas di tangannya menjadi beberapa bagian. Bersamaan dengan air mata Lintang yang menetes.
Lintang menatap penuh amarah dua orang di depannya. Naskah yang ia buat mati-matian, kini harus musnah di depan matanya. Lintang merasakan kepalanya pening. Tubuhnya sangat lemas, hingga merosot dan duduk di lantai.
Dimas langsung melepas cengkeramannya, membuarkan gadis itu terjatuh bebas. "Ngapain lo?" tanyanya sambil menendang kasar punggung Lintang.
Lintang mengusap air matanya yang terus menetes. Ia mengambil sisa naskahnya yang masih bisa dibaca. Lintang akan menulis ulang.
"Bu Hana woi!" seru Haris. Cowok itu menatap lurus lorong yang menampakkan wali kelas mereka. "Cepet kabur!" Haris dan Dimas langsung berlari meninggalkan Lintang dan satu temannya, Langit.
Langit menatap Lintang dan Bu Hana bergantian. Langit yang panik langsung membopong Lintang di gendongannya. Ia berlari dan sesekali melihat ke belakang. Langit melihat Bu Hana sedang memunguti sisa lembaran milik Lintang yang masih di sana.
Sampailah mereka di ujung lorong. Lintang menatap Langit, jika dilihat dari bawah sini, Langit terlihat kalem. Lintang langsung menggeleng kuat saat memikirkan hal itu. Ia menyadari bahwa dirinya masih dibopong oleh Langit.
"Lepasin aku!" teriak Lintang sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Langit memejamkan mata sambil menggigit bibirnya. Ia baru menyadari bahwa dirinya masih bersama Lintang saat ini. Langit mengangkat tangannya dan,
BRUK!
"Aw!" Lintang memegangi pinggangnya yang nyeri. Ia menatap Langit yang masih berdiri di posisinya. "Kamu gila, ya?" tanya Lintang sedikit membentak.
"Lo yang minta dilepasin!" jawab Langit jujur.
"Kan, bisa pelan-pelan!" Lintang meringis kesakitan. Tadi lengannya, sedang pinggang dan pantatnya.
"Nggak bisa!" balas Langit cuek.
"Kalian emang suka banget bikin aku kesakitan. Apa untungnya bully orang?" tanya Lintang menggebu-gebu.
Langit mengendikkan bahunya, lalu segera meninggalkan Lintang yang masih setia di posisi duduknya. Lintang menggertakkan giginya. Ia menatap punggung Langit yang hilang di belokan dengan penuh amarah. Di tangan kirinya ada naskah yang harusnya hari ini ia kirim ke penerbit.
Lintang tersenyum setelah mengehela napas. "Ada balasan untuk setiap peebuatan."