Chapter 51 - Lakon Gila

Raden Kuning langsung menyerang perompak yang ada di depannya. Tanpa kuda-kuda, Raden Kuning menggerakkan kedua lengannya ke depan. Ia memukul dengan jurus jenar ingkang dangu secara serampangan. Akibatnya, empat orang perompak yang berada paling dekat dengannya terkena pukulan. Tiga orang terpental ke sungai, satu orang membentur dinding kapal. Mengerikan sekali, tubuh perompak yang tergeletak di geladak karena membentur dinding kapal, tewas. Sekujur tubuhnya memutih. Dari beberapa bagian tubuhnya terdapat butiran kristal es.

Kepala perompak Litantong yang melihat anak buahnya mati mengenaskan, segera memerintahkan anak buahnya untuk melakukan pengepungan. Mereka semua menghunus tombak dan segera menyerang Raden Kuning. Meskipun dikeroyok banyak perompak, prajurit pilih tanding itu malah terkekeh. Sepertinya ia sangat senang sekali saat itu.

"Hahaha... Ayo, kalian para tikus. Eh ada itu rombongan kucing, mengapa tidak sekalian datang menghadap aku. Nanti aku berikan kalian bangkai tikus untuk makan siang." Raden Kuning kembali terbahak. Untuk beberapa saat ia hanya mengelak ke sana-sini. Pengeroyoknya semakin bersemangat menghujamkan senjata tajam ke tubuhnya. Tetapi dengan lincah, Raden Kuning menggunakan jurus langkah ajaib. Seluruh serangan lawan dapat dimentahkannya.

Litantong yang memperhatikan lawannya menghadapi keroyokan, jeri. Nampak sekali jika pria berkulit kuning itu sedang mempermainkan anak buahnya. Jika ia mau, pasti dengan satu pukulan saja anak buahnya akan kocar kacir. Litantong kemudian memberikan isyarat kepada anak buahnya. Dengan cekatan perompak itu memanggil rekannya. Dengan suitan nyaring seluruh pengeroyok Raden Kuning melompat mundur ke belakang.

"Hei, kalian jangan meninggalkan aku. Ayo kita main lagi. Sekarang aku yang akan menggebuk kalian." Wajah Raden Kuning terlihat merajuk. Ia bahkan menghentakkan kakinya ke lantai kapal persis seperti anak kecil.

"Orang kurang waras, ayo kalau engkau ingin bermain, tangkaplah aku. Aku disini, weeek!" Si mata sipit kepala plontos melambaikan tangannya. Melihat ada orang yang memanggil, Raden Kuning tanpa pikir panjang langsung berkelebat menuju tempat kepala plontos berdiri. Namun ternyata panggilan itu adalah jebakan. Belum sempat Raden Kuning menangkap lawannya, tetiba ada sebuah jaring besi yang jatuh dari tiang layar tepat mengenai tubuh Raden Kuning. Setelah mengenai sasaran, perangkap jaring besi itu langsung ditarik ke atas. Tubuh Raden Kuning saat itu langsung ikut terbawa jaring dan tubuhnya bergelantungan dililit jaring besi.

"Ahai, aku suka dengan permainan ini. Eh, tapi dengan begini aku tidak bisa bergerak ya. Woooi botak, cepat turunkan aku." Tawa Raden Kuning pecah. Sangking senangnya, ia bahkan sampai terpingkal-pingkal.

"Biar saja engkau di atas sana. Jika kau turun, nanti kepalaku kau jitak!" Kepala plontos ikut terkekeh.

Litantong yang memperhatikan dari kejauhan, akhirnya mahfum jika orang berkulit kuning itu tidak waras. Tetapi kepandaiannya yang tinggi, sangat berbahaya sekali jika dibiarkan bebas. Dengan gerakan tangannya, ia kemudian memerintahkan anak buahnya untuk melepas senjata jarum beracun. Belum sempat jarum beracun dilepaskan, tetiba jaring besi yang tergantung di atas hacur berantakan. Dengan lompatan salto, tubuh Raden Kuning mendarat di atas kapal. Senyumnya yang ganjil membuat wajahnya yang tampan berubah menjadi seram.

"Hayoooo, siapa lagi kalian yang mau main denganku. Awas ya, kalau kalian main curang, hahahaha....!" Raden Kuning jejingkrakan menirukan gaya monyet.

Kepala plontos dan si ceking Acen dan Cuncun langsung menirukan gaya menari monyet. Mereka bertiga berloncatan di atas kapal sambil tertawa-tawa riang. Suasana menakutkan tetiba berubah hiruk pikuk. Litantong kemudian memerintahkan anak buahnya yang lain untuk menirukan gaya tari monyet. Dalam pandangannya anak muda yang awalnya akan dijadikan sandera itu tidak lagi berbahaya.

"Hei monyet kuning, sudah lama engkau tidak waras seperti ini ya. Pasti engkau tidak punya nama. Bagusnya memang aku memanggilmu monyet kuning saja," ujar Cuncun sambil memamerkan giginya yang ompong.

"Hahaha... bagus itu. Itu memang namaku, monyet kuning. Kalau engkau namamu monyet botak dan dia eh monyet ceking. Hihihihi... Lengkap sudah kita jadi sahabat tiga monyet. Awas kalian jika berani mengganggu dua orang monyet sahabatku ini, kalian akan aku pukul mampus!" Tetiba Raden Kuning berkacak pinggang. Suaranya keras pertanda ia tidak main-main.

"Mereka sudah pasti tidak berani dengan engkau monyet kuning. Biarlah engkau kami angkat menjadi raja kami, raja monyet kuning perompak dari Sungai Musi. Ah bagus sekali namamu." Asen kali ini yang bicara.

"Aduh, ceking. Bagus sekali engkau memberi gelar kepadaku. Ah, kalau begitu cepat kalian rakyatku, ambil pisang berikan kepada monyet ceking ini, hahaha..."

Seketika kapal perompak yang tadinya hening itu riuh rendah dengan tawa. Litantong memberi instruksi agar kapal masuk ke aliran sungai  kecil di muara Sungsang. Di sanalah memang tempat markas para perompak Hokkian. Kapal perompak itu akhirnya sandar di sebuah dermaga kecil yang terbuat dari kayu. Hari telah meninggi, ketika mereka turun ke daratan. Raden Kuning turun ke daratan dengan cara berbeda. Tubuhnya melesat ke atas dan seperti gasing ia meluncur ke daratan. Gerakan yang baru dimainkan olehnya itu adalah dasar jurus ketujuh lesus sing purun damel. Tanpa kesulitan, Raden Kuning dapat memainkan jurus sakti itu. Ia bahkan mampu menghilangkan efek mematikan ketika jurus tersebut dimainkan. Ditangannya yang sekarang, jurus-jurus sangkan paraning dumadi bisa dimainkan tanpa didasari tenaga membunuh.

Litantong penasaran dengan kondisi kejiwaan Raden Kuning. Terlebih menurut cerita Asen dan Cuncun, pria gagah itu sebelumnya dalam keadaan waras. Ia kemudian mengatur siasat agar kedua anak buahnya yang sekarang berteman dengan Raden Kuning agar bisa membujuk pria sakti itu agar bisa didekati dan diperiksa.

"Wahai Raja Monyet Kuning. Sebelum masuk ke perkampungan monyet, engkau harus diperiksa dulu oleh tabib. Rakyat monyet harus yakin bahwa engkau memang pantas menjadi raja monyet di sini. Ayo cepat engkau serahkan tangan kananmu agar diperiksa oleh tabib Li." Pintar sekali Cuncun mengakali Raden Kuning yang sekarang tidak waras itu. Tanpa bertanya lagi, Raden Kuning melonjorkan tangannya ke arah Litantong.

Melihat pria sakti tapi kurang waras itu pasrah, Litantong segera memeriksa nadinya. Bukan main terkejutnya ia ketika memeriksa denyut nadi Raden Kuning tak seperti orang kebanyakan. Tetapi denyut nadinya tak beraturan. Lebih kaget lagi ia ketika mengerahkan tenaga dalam untuk mengukur besarnya tenaga dalam Raden Kuning, tetiba dari dalam tubuh prajurit pilih tanding itu muncul tenaga liar yang dingin seperti es. Akibatnya tangan Litantong menempel di pergelangan tangan Raden Kuning dan tak mau dilepaskan. Itu adalah tenaga parasit yang berasal dari tenaga kiranam anggota sekte Aghori yang  pernah diserap oleh tenaga semesta dalam tubuh Raden Kuning beberapa waktu lalu.

Semakin kuat Litantong berupaya untuk melepaskan dirinya dari tenaga dingin yang keluar dari tubuh Raden Kuning, semakin besar pula energi yang menghisap tenaganya. Litantong keringat dingin. Dalam benaknya terbayang tubuh anak buahnya yang mati terkena pukulan es dari Raden Kuning. Melihat kejadian itu, Asen segera menarik tangan Raden Kuning, tetapi tindakannya itu justru membuat dirinya ikut terseret tenaga es Raden Kuning.

"Hei Raja Monyet Kuning, cepat lepaskan tabib Li dan monyet ceking dari tubuhmu. Engkau apakan mereka. Nanti jika mereka mati kau akan kehilangan dua orang rakyatmu!" Cuncun yang melihat kejanggalan itu langsung menyembah Raden Kuning.

(Bersambung)