Siang itu Charlie keluar dari kamar, dan kebetulan lewat di depan kamar Helga dan melihat asisten rumah keluar dari kamar Helga dengan ekspresi yang sangat khawatir.
"Ada apa?"
"Itu.. Nyonya sejak pulang dari rumah sakit semalam tidak pernah memakan apapun, nyonya cuma minum air saja"
Charlie yang mendengarnya mulai khawatir. Dia mengambil nampan meja makanan yang dipegang oleh asisten rumah itu.
"Kau turunlah. Biar aku saja yang coba bujuk dia"
Charlie kemudian masuk ke kamar Helga membawa makanan untuk Helga. Helga yang menyadari kedatangan Charlie, langsung membuang pandangannya ke arah lain.
"Makan lah. Bagaimana perasaan Evan nanti kalau lihat kamu kayak gini?"
"Oh! Jadi sekarang kakak ipar peduli terhadap kami?"
"Aku selalu peduli untukmu sayang"
"Sampah! Lihat saja, suatu saat nanti aku bakalan membalas semua perbuatan kamu!"
Charlie meletakkan nampan yang sedari tadi dipegangnya di atas bed side di samping Helga. Pria itu kemudian memegang kedua sisi pipi Helga dengan satu tangannya sangat erat.
"Oh! Mau balas dendam yah?"
"Brengsek!"
"Tapi, bagaimana kamu bisa balas dendam kalau kamu lemah karena tidak makan? Kau mau bercanda denganku?"
"Suatu saat, kamu akan menyesali semua ini, kakak ipar!"
"Ya ya ya, bicaralah semau mu. Yang aku tau, saat ini kamu tuh lemah"
Charlie berjalan melangkah keluar dari kamar Helga, sementara Helga hanya menatapnya dengan penuh amarah. Kemudian ia berpikir, benar juga apa yang dikatakan Charlie. Dia tidak akan bisa melawan Charlie jika ia lemah seperti ini. Helga lalu mengambil nampan makanan itu dan mulai makan.
Sementara itu, Charlie yang sedang terduduk diam di kamarnya mulai menitihkan air matanya. Ia merasa sedikit menyesal karena telah menyakiti wanita yang dicintainya, bahkan tidak mau makan karena perbuatannya. Namun, ia tidak bisa menahan dirinya dari rasa ingin memiliki Helga.
Seminggu kemudian, di akhir pekan berikutnya, saat kepulangan Evan. Selama seminggu ini tak terjadi interaksi apapun antara Helga dan Charlie, Helga hanya keluar untuk bekerja. Dan setelah pulang ke rumah, dia langsung ke kamarnya, makanpun ia makan di kamar.
"Sayang, gimana kabar kamu?", Evan yang baru pulang langsung menemui Helga di kamarnya.
"Sayang, aku senang kamu pulang. Aku baik-baik saja kok"
"Minggu lalu, waktu aku berniat pulang, kamu malah larang aku"
"Yah karena aku sebenarnya baik-baik aja kok"
"Yah sudah, kamu harus jaga kesehatan kamu, jangan sampai lelah", mereka pun saling berpelukan, dan Helga hampir saja menangis dalam pelukan Evan. Sebenarnya, ia tak sanggup menghadapi suaminya dengan kondisinya yang sekarang ini. Tak lama, sebuah klakson mobil berbunyi dari arah depan rumah mereka.
"Itu pasti kakek. Ayo istriku sayang, kita turun sambut kakek", mereka berdua turun ke bawah untuk menyambut kakek.
"Halo! Cucu dan cucu menantuku!", Helga dan Evan kemudian menghampiri kakek dan mencium tangan kakek.
"Kakek, aku panggil kak Charlie dulu", Evan kemudian meninggalkan Helga dan kakek untuk naik memanggil Charlie.
"Helga, kamu sehat nak?"
"Iya kek, Helga sehat"
"Oh iya, kakek minta sama kamu. Tolong jangan katakan apapun sama Evan tentang kejadian waktu itu", Helga hanya menunduk dan mengangguk.
Evan kemudian datang bersama Charlie.
"Kalau gitu, aku ke dapur untuk siapin makan siang"
"Helga tunggu, aku ikut bantu yah"
"Gak usah Van. Kamu temani kakek aja. Kita punya dua asisten rumah"
"Helga, kamu ajak Evan saja bantu kamu nak. Kakek ada urusan sama Charlie"
Sementara itu di ruang baca, Charlie berdiri tentunduk di hadapan kakek yang sedang duduk di sofa.
"Kakek langsung saja minta sama kamu. Jangan katakan apapun sama Evan tentang kejadian hati itu!"
"Kakek tenang saja, aku gak akan bertindak lagi. Karena satu tindakan aku kemarin, aku yakin, aku bisa miliki Helga"
"Dasar kamu!", kakek kemudian melempar asbak rokok yang ada di atas meja ke arah Charlie, untung saja Charlie dapat menghindar.
"Seharusnya kakek mengerti, yang seharusnya menikah dengan Helga adalah aku!"