Selama beberapa hari di Venesia, Helga hanya terbebani oleh beberapa hal yang mengganggunya, termasuk harus berlibur dengan Evan dan kedua keluarga yang sudah merasa 'menjadi keluarga yang bersatu'. Sejak kejadian seminggu yang lalu di Venesia, Helga memutuskan langsung ke rumah sakit untuk memeriksa dirinya, apakah hal itu benar.
Setelah Helga melakukan tahap menampung urin dalam sebuah botol kecil, perawat pun memintanya untuk menunggu panggilan dari ruang dokter.
"Ibu Helga, silakan masuk", Helga pun mengikuti perawat yang memanggilnya masuk ke ruang dokter, disana sudah ada seorang dokter wanita yang menunggunya.
"Selamat Bu Helga, Anda positif hamil", setelah mendengar dokter itu, ekspresi Helga langsung menunjukkan bahwa hal itu adalah kabar buruk.
"Lho? Ibu kenapa gak senang?"
"Hemm, sebenarnya saya belum menikah. Saya hamil sama tunangan saya"
"Oh, kalau sama tunangan sendiri yah malah bagus, biar semakin cinta"
"Gak dok, kita dijodohkan dan gak saling cinta"
"Gak saling cinta tapi kok... Eh maaf, bukan maksud saya kepo"
"Saya sendiri juga bingung dok dengan apa yang terjadi"
"Kalau ibu mau, ibu bisa ke negara yang melegalkan aborsi"
"Gak usah dok", Helga tentu saja takut dengan dengan yang namanya aborsi, apalagi setah kejadian rekan kerjanya yang meninggal akibat aborsi.
Setelah beberapa menit perjalanan, Helga masih berdiam di dalam mobil yang dikendarainya, sambil menatap sebuah map yang berisi laporan kehamilannya. Kenapa hidupnya jadi berubah seperti ini?
"Helga pulang!", Helga yang kemudian masuk ke rumahnya melihat Evan dan orang tuanya yang sedang bertamu dan dijamu oleh kedua orang tua Helga.
"Helga, apa itu laporan dari rumah sakit?", tanpa menjawab pertanyaan mamanya, Helga langsung saja menyerahkan laporan itu ke mamanya dan langsung naik ke kamarnya.
Saat Helga hanya duduk diam di sofa dekat jendela kamar, ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
"Helga, boleh masuk gak?", Helga langsung menuju ke pintu kamar dan membuka pintu.
"Masuk, Van", Evan kemudian masuk dan duduk di sofa saat Helga kembali menutup pintu kamarnya.
"Eh, kok malah lemas sih Ga?", Evan menatap Helga yang duduk tepat di sampingnya. Evan kemudian meraih kedua tangan Helga hingga mereka kini berhadapan dengan dekat.
"Maaf Ga, seandainya itu gak terjadi mungkin kamu baik-baik aja"
"Gak apa-apa, lagian juga udah terjadi"
"Ini salah aku"
"Gak perlu ngomong gitulah, kita kan sama-sama lupa, sama-sama gak sadar dengan apa yang terjadi malam itu"
"Hemm, iya sih, bisa jadi malah kamu yang mulai duluan"
"Evan! Kamu tuh....", belum selesai Helga berbicara, Evan sudah mengecup bibirnya.
"Evan! Apa-apaan sih! Ini ciuman pertama aku tau gak!"
"Ciuman pertama? Mungkin ciuman kesekian kita setelah malam itu"
"Kamu tuh godain aku mulu!"
"Hehe. Oh iya, tiga hari lagi malam pertunangan kita. Besok kita cari cincin dan wear drop berdua", Helga hanya mengangguk menyetujui apa yang Evan katakan.