Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kisah Cinta Bermula di Kampus Biru

Elvira_Yunita
--
chs / week
--
NOT RATINGS
9k
Views
Synopsis
Endita mengenal sosok Ardi di kampus biru, itulah kisah cinta sejati pertama yang Endita alami, kisah cinta yang terus menjadi kisah indahnya
VIEW MORE

Chapter 1 - Episode 1 Pertemuan Pertama

Hari itu...

Di Sabtu siang, dimana waktunya Endita libur dari jadwal kuliahnya dan memutuskan berdiam diri di rumah sambil mendengarkan musik-musik pop melow kesukaannya.

Terdengar suara wa masuk yang ternyata itu wa dari sahabatnya Riska. Riska Ardina Putri atau biasa dipanggil Riska adalah sahabat terdekat Endita dari semenjak keduanya masuk di kampus dan fakultas yang sama.

Keduanya sangat berbeda sifat dan sikapnya, yang tidak jarang membuat mereka bertengkar walaupun biasanya ngga lama. Riska yang ceplas ceplos, tegas, perfeksionis sementara Endita orangnya tidak tegaan, terkadang teledor, dan jauh dari kata perfeksionis, tapi diantara perbedaan itu mereka saling menghargai sebagai sahabat.

Riska: "Dit, lo ada acara ngga hari ini?" tanya Riska.

Endita: "Hmmmm, ada apa Ris?".

Riska: "Temenin gw yuk?"

Endita: "Gw sih ngga ada rencana kemana-mana? tumben banget biasanya jagoan kalau mau jalan, jalan sendiri." ujar Endita sambil tersenyum dengan kata-katanya sendiri, karena Riska memang tomboy dan tidak pernah mau bergantung pada orang lain.

Riska: "Lg males gw jalan sendiri, rencananya gw mau ke kampus. Ada temen-temen teater gw, pada mau mau ngadain acara teater gitu di kampus dan mau tanya-tanya sama klub teater di kampus kita, mereka kayak mau roadshow gitu dari kampus ke kampus, kalo gw sendiri males banget, temenin yuk?" sambil sedikit memohon.

Endita: "hmmm gimana ya? tapi lo tau kan? gimana sama bokap nyokap? gw kan ngga boleh pulang malam, sekarang aja udah jam berapa? sampai malam ngga nih? kalau ngga, ya udah gw temenin".

Riska: "Mudah-mudahan ngga sampai malam banget, mudah-mudahan paling telat abis magrib, ntar kl kemaleman gw anter dan gw ijin dulu sama nyokap lo". Ujar Riska berusaha meyakinkan Endita.

Endita: "Ya udah kalau gitu, gw temenin deh". Endita merasa tidak tega mengabaikan permohonan temannya tersebut.

Mereka berdua akhirnya janjian di sebuah tempat yang mereka sepakati dan berangkat bersama ke kampus. Sesampainya mereka di kampus sudah hampir jam 4 sore dan sudah ada teman-teman teater Riska yang menunggu kurang lebih ada 5 orang dan semua pria.

Setelah ngobrol sebentar, mereka langsung menuju ke klub teater kampus dan berbincang (ternyata Riska sudah menghubungi salah satu dari anak teater kampus kami), jadi mereka terlihat sangat akrab. Lagipula Riska memang supel dan ramah jadi mudah sekali dalam bergaul dan berteman. Siapapun akan senang dekat dengan Riska kecuali dengan sikapnya yang terkadang keras kepala.

Riska dan teman-teman teaternya tampak sangat serius berbicara dengan klub teater kampus. Pada saat Riska dan teman-teman teaternya mengobrol di dalam, Endita memutuskan duduk di taman yang kebetulan ada di depan klub teater tersebut, karena ia merasa tidak nyaman dan memang juga tidak paham dengan obrolan mereka yang ada di dalam ruangan klub teater.

Sesekali Riska keluar dari ruangan untuk mengajak Endita masuk, namun Endita terus menolak. Riska merasa tidak enak dan hal itu dilihat Endita.

Endita: "Kenapa Ris? kok kayaknya bingung gitu? kalau lo ada perlu di dalam, gw gpp kok tunggu di sini".

Riska: "gw ngga enak soalnya, kan gw yang ajak lo kesini, gw kayaknya lama ngobrol di dalam. Soalnya, temen-teman teater gw lg bahas mau adain pentas disini minggu depan."

Endita: "Ya udah sih, gpp. Tapi usahakan jangan malam-malam ya, nyokap dan bokap bisa marah ntar"

Riska: "Gw usahain ya atau ntar kita telepon nyokap deh biar ngga khawatir, gw masuk lagi ya dipanggil" ujar Riska terburu-buru.

Endita akhirnya kembali menunggu di taman sambil main hp, dan tidak terasa sudah hampir magrib, tiba-tiba terdengar suara pria menyapa.

Ya dialah orangnya, Ardi namanya, pria sederhana dari fakultas teknik mesin dan merupakan angkatan senior dikampus. Sementara itu, Endita dari fakultas SosPol dan merupakan anak baru di kampusnya. Mereka berbeda 3 tahunan.

Ardi: "Ngga masuk mbak? mau magrib loh".

Endita yang sedari tadi bermain hp langsung mencari asal suara itu dan menemukan pria bertubuh kurus dan tidak terlalu tinggi tersenyum ke arahnya.

Endita: "Ngga mas, makasih. Di dalam terlalu banyak orang, enakan di luar sini" jawab Endita dengan sedikit senyuman

Ardi: "Yakin ngga mau tunggu di dalam? nanti dikerubutin nyamuk loh" ujar Ardi bermaksud untuk mencairkan suasana dengan mengajak bercanda.

Endita: "Iya ngga apa-apa mas, lagian ngga paham juga di dalam mau ngapain?"

Ardi: "Oh gtu. Oh iya mbak temannya Riska? temen satu fakultas atau temen dimana?"

Endita: "Iya mas, saya temannya satu angkatan dan satu fakultas di SosPol". Jawab Endita

Ardi: "oh gtu, kirain dari luar kampus, soalnya saya ngga pernah lihat mbak disini."

Endita: "Iya mas, emang jarang, biasanya cuma datang buat kuliah selesai kuliah langsung pulang".

Ardi: "oh gitu, emang rumah dimana?"

Endita: "Di daerah X mas"

Ardi: "lumayan jauh ya. Oh iya, ini beneran ngga mau kedalam aja?"

Endita: "ngga mas, makasih".

Ardi: "Saya tinggal dulu ya, mau siap-siap sholat, mbaknya ngga sholat?"

Endita: "iya mas nanti, nanti saya sholat kok".

Ardi: "baiklah, saya tinggal dulu" ucap Ardi sambil masuk ke dalam.

Hal yang jarang terjadi, mengingat ini baru pertama kalinya mereka kenal (berkenalan) dan Ardi sudah banyak bertanya kayak kepo gitu, tapi kok Endita ngga merasa terganggu sama sekali. Padahal, biasanya kalau ada orang yang baru dikenal seperti itu, Endita tidak akan terlalu menanggapi dan bicara sekedarnya saja. Entah kenapa dengan Ardi ini berbeda, seolah ia ingin terus mengobrol dengan Ardi.

Itulah percakapan pertama Endita dengan Ardi yang tanpa diketahui Endita, Ardi sebenarnya sudah dari awal memperhatikannya entah dengan alasan apa. Yang jelas Ardi sudah sejak awal tertarik dengan Endita, ditambah dengan obrolan singkat yang entah mengapa membuat Ardi merasa nyaman. Perasaan nyaman yang belum pernah didapatkannya dari seorang gadis.