Saat menuju ke toilet aku bingung. Maklum, aku termasuk orang yang susah dalam mengingat arah. Aku sudah beberapa kali menanyakan pada orang-orang dan pelayan yang ada disana tapi aku tetap saja masih belum menemukannya. Kemudian seseorang mengarahkanku ke sebuah lorong gelap diujung dilantai bawah, mereka bilang toiletnya berada diujung lorong itu, lalu aku pun pergi kesana. Sebelum menuju ke arah lorong toilet, tiba-tiba ada seorang pria mabuk yang baru saja keluar dari salah satu ruangan karaoke.
"Sayang.. Akhirnya kau datang juga. Ayo sini kita bersenang-senang.." ucap pria itu sambil merangkul dan menarikku untuk masuk ikut ke ruangannya
"Maaf Tuan, kau salah orang.. " sambil aku berusaha melepaskan diri darinya
"Tidak sayang.. Aku tidak mungkin salah mengenalmu" pria tersebut mamaksaku dengan kuat
Kemudian aku..
"Lepaskan..!! Lepaskan aku.. Tolong.. Tolong.. " teriakku keras
Tak lama berselang, tiba-tiba
*Bugg.. Bugh.. Bughh..
(Suara Aris memukul pria itu)
Aris kemudian segera berlari ke arahku setelah membuat pria tersebut jatuh kelantai.
"Kau tidak apa-apa Lena?" tanyanya khawatir
Aku mengangguk. Kemudian dia pun mengajakku pergi dari sana. Akan tetapi, tiba-tiba..
*Jleb.. (suara tusukan pisau)
Dan darahpun banyak mengalir keluar dari samping perut sebelah kanannya. Aris pun meringis kesakitan, lalu pria itu tiba-tiba lari meninggalkan kami. Aku yang panik melihat kejadian itu,
"Toloongg.. toloooongg.. tolooonggg.." teriakku kencang yang seketika membuat orang-orang berdatangan pada kami
"Apa yang harus kulakukan.. Mas Aris.." isakku sambil aku menutup luka ditubuh Mas Aris yang terkena tusukan tadi agar darahnya tidak banyak mengalir keluar
Seseorang berkata, ayo telpon 119.. Sementara orang-orang yang lain, cepat panggil ambulan..
Sementara itu, di tempat lain Shina dan Ryan
"Ryan.. ada hal penting yang harus aku beritahukan padamu." ucap Shina serius
"Sudah tidak ada lagi yang perlu kubicarakan denganmu.. Hubungan kita telah berakhir sejak dulu, saat kau mengambil uang 15 milyar itu." jawab Ryan
"Tapi Ryan.. Aku bahkan tidak menggunakan cek itu. Cek itu sudah kurobek hari itu juga saat kau pergi meninggalkanku. Sungguh.. itu hanyalah salah paham.." ucap Shina sambil memegang tangan Ryan yang ada dimeja
Ryan dengan cepat melepaskan tangan Shina dan bersiap berdiri untuk meninggalkannya..
"Ryan aku hamill.." ucap Shina kemudian yang menghentikan langkah Ryan seketika
"Aku mengandung anakmu Ryan.. Apa kau tahu betapa sulitnya aku mencarimu hingga saat ini"
Shina terus melanjutkan
"Aku tahu saat ini sudah terlambat bagiku, tapi aku hanya ingin kau bertanggung jawab dengan anak kita, darah dagingmu itu.. "
Belum sempat Ryan menjawab semua pernyataan Shina tadi, terdengar suara gaduh dibawah.
Seseorang terluka..
Perutnya tertusuk..
Darahnya banyak sekali keluar..
Ambulannya belum datang??
Kemudian,
"Lena..." ucap Ryan khawatir
Seketika itu juga Ryan segera berlari ke lantai bawah meninggalkan Shina untuk mencariku. Dia terus berlari dan berlari sembari menyebut- nyebut namaku hingga kemudian dia melihatku dalam keadaan terduduk dilantai, memangku kepala Aris di pangkuanku sambil menangis meneriakkan nama Aris.
"LENA.. LENA.. KAU TIDAK APA-APA?" teriak Ryan khawatir melihat keadaanku yang saat itu terkena lumuran darah Aris dilantai
"Mas Ryan.. " tangisku
"Bagaimana ini, Mas Aris terkena tusukan diperutnya karna aku Mas??"
"Darahnya keluar banyak sekali dan tidak mau berhenti.. " tangisku
Ryan kemudian berkata
"Ayo kita bawa dia kerumah sakit sekarang"
"Ayo.. beberapa orang bantu aku mengangkatnya ke depan, aku akan mengambil mobilku sekarang.. " lanjutnya kemudian
Semantara itu, sebelum kita keluar dari Blue Ocean, Mas Ryan menyuruhku untuk menghubungi Shina untuk memberitahukan bahwa suaminya Aris terluka. Namun, saat kuhubungi dia melalui ponsel Aris, dia tidak menjawabnya. Berkali-kali ku hubungi tapi tetap tidak dijawab. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi kerumah sakit tanpa dirinya.
Selama perjalanan aku masih tetap berusaha menghubungi Shina..
Sementara Shina,
"Si bodoh satu ini, ngapain dia bolak-balik telpon.. " keluhnya
"Setelah merusak suasana tadi, berani sekali dia menelponku sekarang."
Karena tidak tahan oleh gangguan telpon masuk yang terus menerus, akhirnya Shina pun memutuskan untuk mengangkatnya. Lalu,
"Hei bodoh.. Apa yang kau lakukan dengan menghubungiku terus menerus. Setelah tadi pergi begitu saja membuat moodku buruk seketika, sekarang berani sekali kau menelponku.. " maki Shina pada Aris ditelpon
"Shina.. Ini aku Lena. Maafkan aku sebelumnya tapi suamimu Aris sedang dalam perjalanan ke rumah sakit bersama aku dan Mas Ryan.." ucapku
"Mas Aris terkena luka tusukan diperutnya ketika dia berusaha melindungiku dari pria mabuk di club tadi.. Maafkan aku Shina.. Gara-gara aku Mas Aris.. terluka.. "aku menjelaskan sambil menangis
"Kami sekarang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Cahaya. Kau bisa menyusulnya kesini" lanjutku kemudian
Setelah menutup telponnya Shina pun bergegas pergi menuju Rumah Sakit Cahaya. Sesampainya disana, didepan ruang operasi, Shina kemudian
*Plaakkk.. (Shina menamparku)
Melihat itu Ryan pun marah terhadap Shina,
"SHINA, Apa apaan kau ini??" nada Ryan marah
"Memangnya apalagi.. Kalau saja bukan karena dia, Aris tentu tidak akan mengalami hal seperti ini." jawab Shina sambil menunjuk ke arah mukaku
Lalu, sambil menangis aku menahan Mas Ryan
"Tidak apa-apa Mas.. Ini memang salahku"
Lalu, Mas Ryan memeluk dan menenangkanku. Sementara Shina,
"Kau bisa marah seperti ini padaku.. Bagaimana kalau keadaannya terbalik, Lena yang ada disana dan terluka gara-gara aku, menurutmu apa yang akan kau lakukan padaku, hah? "
Tak lama berselang seorang perawat pun keluar dari ruang operasi..
"Suster, bagaimana keadaannya sekarang?" tanyaku panik
"Pasien kritis dan membutuhkan transfusi darah segera.. Apa diantara kalian.. " sebelum suster sempat menyelesaikan perkataannya tiba-tiba saja
"Golongan darahku sama dengannya, biar aku saja. Aku golongan darah A.." jawabku tiba-tiba yang membuat suster tersebut, Ryan dan Shina terkejut seketika.
Bagaimana tidak, bahkan suster itu saja belum sempat memberitahukan golongan darah apa yang dibutuhkan, tapi bagaimana bisa seketika itu aku langsung merespon dan meyakinkannya bahwa golongan darah kami sama.
"Ayo Bu.. Mari.." Suster itu pun akhirnya mengajakku pergi ke suatu ruangan
Saat itu yang ada dipikiran Shina,
"Lena dan Aris..? Apa mereka berdua itu.. "senyum licik pun mulai terpancar dari wajahnya