Aku terus menghubungi orang yang kira-kira mengetahui alamat Mas Aris dibogor, mulai dari teman-teman jurusannya, teman organisasi, hingga beberapa dosen, dan pihak kampus yang cukup dekat dengannya. Akan tetapi, tidak ada satupun dari mereka yang tahu alamat dimana tempat tinggal Mas Aris di Indonesia. Mereka hanya tau apartemen Aris saat kuliah di Sydney. Hanya segelintir orang saja yang tau dia tinggal di Bogor, dan itu pun mereka tidak tahu alamat pastinya. Putus asa, akhirnya aku menghubungi Karin sahabatku. Beruntungnya, berkat dia aku jadi ingat kalau dulu kami pernah satu SMA. Akhirnya, setelah mencari di buku tahunan dan menghubungi beberapa seniorku yang merupakan teman-temannya, aku berhasil mendapatkan alamatnya di Bogor.
Tak lama setelah itu, aku pun pergi bergegas meninggalkan rumah. Aku mengambil jalan pintas untuk keluar dari komplek perumahan, melewati beberapa blok dan gang. Namun, saat tiba diperempatan jalan besar, saat aku hendak menunggu taksi yang datang untuk menjemputku, seseorang tiba-tiba membekapku dan menarikku ke dalam gang kecil yang sebelumnya ku lewati. Aku pun terkejut dan panik. Dalam benakku,
"Siapa ini.. Kenapa dia tiba-tiba membekap dan menyeretku ke gang kecil itu. Aku tidak bisa berteriak.. Seseorang tolong aku... Mas Aris..!"
Kemudian terdengar suara yang begitu familiar. Benar, itu adalah suara Mas Aris.
"Lena, ini aku. Maaf membuatmu terkejut sebelumnya."
Aku pun berbalik badan dan langsung memeluknya dengan erat sambil menangis.
"Mas Aris.... " isakku.
"Iya, aku disini. Sekarang kau tenanglah."
Sambil mencoba menenangkan diri dan menyeka air mataku,
"Mas, apa kau tahu betapa sulitnya aku menghubungimu. Aku bahkan berpikir ingin pergi kerumahmu.." tanpa menunggu responnya, aku pun terus bicara
"Kau pasti tak habis pikir, aku sampai menelpon beberapa teman kuliah, organisasi, dosen, pihak kampus, dan teman-teman SMA mu dulu untuk menanyakan alamat rumahmu Mas. Kenapa kau tidak menjawab telpon dan membalas chatku.. " tanyaku kesal
"Bukan begitu. Lena dengarkan aku.. Bahkan disini aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Aku sempat berpikir, ada apa denganmu karna kau seolah memblokir nomorku." kemudian dia lanjut berkata
"Aku tadi pagi sempat kerumahmu dan bertemu dengan Ayahmu. Apa ayahmu tidak membicarakan tentang kedatanganku tadi pagi?"
"Kalau begitu papa.."
Sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Mas Aris terus bertanya,
"Lena, coba jelaskan sebenarnya apa yang terjadi. Ayahmu bilang katanya kau dijodohkan. Apa itu benar?"
"Lena bagaimana dengan hubungan kita.. tentang lamaranku??"
"Kau tahu aku sangat mencintaimu.. Aku sungguh serius terhadap hubungan kita. Bahkan, aku juga telah melamarmu dan kau juga telah menerimanya. Lalu kenapa..?"
Akupun terdiam mendengarkan semuanya. Tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipiku..
"Ma.. Maafkan aku Mas.. " akhirnya kata-kataku berhasil keluar
" Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.. Aku bingung" lanjutku.
"Perusahaan kami sedang kritis. Ada karyawan Papa yang menggelapkan dana perusahaan.. Kalau papa tidak menemukan investor baru maka perusahaan kami terancam bangkrut. "
".. Karena aku telah berjanji akan membantu Papa mangatasi masalah perusahaan maka aku pun terjebak dalam situasi ini."
Sambil menangis, aku pun melanjutkan,
"Mas tahu aku sangat mencintai Mas.. Bagiku hubungan kita ini sangatlah berharga dan aku sangat berharap yang terbaik untuk kita kedepannya, tapi.. aku juga tidak ingin mengecewakan Papa."
"Papa.. Seminggu yang lalu penyakit jantungnya sempat kembali kumat. Aku tidak mau ada hal buruk menimpa Papa jika aku menolak perjodohan ini."
"Papa.. satu-satunya keluarga yang aku punya" sambil menutup kedua mataku menggunakan tangan, aku pun nangis sejadi-jadinya.
Note : Ibu Lena telah meninggal sesaat setelah melahirkan Lena.
Aris kemudian memelukku dengan erat. Sambil menarik nafas panjang, dia pun berkata
"Maaf. Aku tidak tahu kalau kau sedang menghadapi masalah yang cukup rumit. "
" Maaf, karena aku tidak ada disampingmu saat masalah-masalah tersebut muncul. Dan maafkan aku juga atas sikapku tadi. "
Setelah memohon maaf berkali-kali, Aris pun kembali terdiam.. Cukup lama, sampai aku kembali mendengar desahan suaranya
".. Haaah!.. Sepertinya.. Memang harus seperti ini jalannya."
Mas Aris kembali memelukku sambil mengusap dan menepuk-nepuk punggungku dengan lembut. Lalu dia kembali berkata,
"Meskipun dua tahun ini cukup singkat, tapi aku sangat bersyukur bisa bersamamu. Kau wanita yang cantik, pintar, selalu penuh semangat, dan manja.. dia berhenti sesaat,
"Ah, iya.. mungkin aku akan merindukan sifat-sifat manja dan ketergantunganmu padaku itu Lena... Kau selalu ceria, positif, polos (sambil mencubit pipiku), selalu mewarnai setiap hari-hariku."
"Tapi.. sepertinya aku bukanlah pria yang tepat untukmu.. Aku masih banyak kekurangan, karena itu kita tidak berjodoh."
Mendengar semua ucapan Mas Aris itu, aku terdiam, tak bisa berkata-kata.. Hanya air mata yang terus menerus mengalir membasahi kedua pipiku. Aku terus menatapnya, dan dia pun kembali berkata,
"Aku tahu Tuhan mempunyai rencana yang hebat untuk kita, meskipun kita tidak bersama"
"Aku percaya.. jika kita memang ditakdirkan untuk berjodoh.. suatu hari kita akan dipertemukan kembali. Bagaimanapun sulit dan panjangnya jalan tersebut, kita akan tetap bertemu pada akhirnya. Karena itu percayalah pada takdirNya. "
Dia pun kemudian terdiam, hingga beberapa saat.. Menundukkan kepalanya.. Kemudian, dengan suara yang agak pelan dia berkata
" Lena.. untuk yang terakhir kalinya, bolehkah aku memelukmu sekali.. "
Aku pun mangangguk sekali, dan kami pun berpelukan.. Cukup lama, sampai akhirnya dia melepaskan pelukannya dan pergi tanpa pernah menoleh lagi kebelakang untuk melihatku.
Tiga bulan setelahnya, kemudian aku pun menikah dengan Ryan, anak Pak Tomo, investor yang menyelamatkan perusahaan kami dari kehancuran. Akan tetapi, setelah hari itu, tidak pernah sekalipun aku bertemu dengan Mas Aris. Bahkan dibeberapa even kampus dan kegiatan organisasi kemanusiaan dimana dia menjabat sebagai ketuanya, aku tidak pernah melihatnya muncul walau hanya sekali. Sempat aku menanyakan pada beberapa temannya, namun katanya ia berhenti mengikuti segala macam aktivitas dan kegiatan kampus. Mas Aris hilang bagai ditelan bumi. Sampai hari kelulusannya pun, aku hanya sekilas mendengar kabar tentangnya dari beberapa teman-teman.