Chereads / La Règle / Chapter 2 - Gadis Flowercrown dan Awal Kisah

Chapter 2 - Gadis Flowercrown dan Awal Kisah

Dalam sebuah legenda, tertulis cerita tentang seorang penyair yang pernah menyenandungkan sebuah negeri. Dalam syairnya, negeri itu adalah perhiasan dunia. Negeri itu penuh dengan kedamaian. Bahkan bisa dipastikan tak ada setetes pun darah yang jatuh diatas tanahnya. Burung-burung berkicau dengan bebas. Hewan-hewan hidup dengan aman tanpa perlu khawatir akan diburu. Lautan begitu tenang dengan deburan ombak yang merdu, bahkan rakyat yang hidup dalam rangkulan negeri itu begitu makmur tanpa adanya percekcokan pemerintah. Tak ada konflik berarti, tak ada masalah hingga berujung pada perpecahan. Semua hidup dalam keteraturan yang seimbang. Menguntungkan mereka yang mendambakan ketenangan dan kedamaian.

Nama negeri itu adalah Rosen, yang berarti mawar yang merekah.

Meski masalah datang silih berganti, tak ada yang bisa mengusik kedamaian negeri itu. Ketika mendengar ada pertikaian mereka selesaikan dengan bijak, ketika negeri tetangga terjadi perang, mereka menyelamatkan orang-orang yang selamat tanpa peduli akan ada pengkhianat. Baik itu sesama ras (manusia) ataupun beda ras sekalipun. Sehingga negeri Rosen pantas mendapat julukan "prototype surga". Dimana seluruh makhluk hidup dapat merasa aman tanpa perlu takut akan kematian.

Itulah negeri Rosen, prototype surga yang sesungguhnya.

Negeri Rosen memiliki gunung suci yang bernama " Taurės Ietis " yang berarti tombak perdamaian. Mereka percaya, bahwa kedamaian yang mereka dapatkan semua itu adalah anugerah dari sang 'tombak agung' yang sudah bersama negeri Rosen selama beribu tahun lamanya.

Taurės Ietis sendiri terletak persis ditengah-tengah negeri sehingga ia juga dikenal sebagai batas 2 wilayah. Yaitu wilayah Ietis yang berada dibalik gunung dan wilayah Taurės yang adalah didepan gunung. Setiap wilayah memiliki ibukota, ras, dan keunikan masing-masing.

Dalam wilayah Taurės ada setidaknya 3 ras hidup didalamnya seperti ras elf, werewolf, dan kurcaci. Dengan ras werewolf yang menempati Ziedlapiai (Ibukota utara), ras elf yang berada di Raudonas (Ibukota negara), dan ras kurcaci yang menempati Debesies Adata (Ibukota barat)

Begitupun dengan wilayah Ietis yang dimana hidup 2 ras disana. Yaitu manusia dan penyihir. Ras penyihir menempati Twilight Sparna (Ibukota selatan), dan ras manusia yg menempati Zalia Malonė (Ibukota timur).

Setiap ras pun memiliki tugas dan kekhasan tersendiri. Seperti ras elf yg menjaga kestabilan negara, ras werewolf yang menjaga keamanan negara, ras kurcaci dan manusia bekerja sama menjaga perekonomian dan kebutuhan negara, dan ras penyihir yang menjaga kebutuhan pengetahuan untuk rakyat. Semua bergerak dengan stabil tanpa ada kekacauan.

Negeri Rosen sendiri memakai sistem Monarki. Dengan pemerintahan yg berpusat pada sistem kerajaan, membuat negeri Rosen menjadi kuat bukan tanpa alasan. Terlebih dengan adanya formasi 5 bangsawan yang menempati masing-masing satu Ibukota wilayahnya, menjadikan aset mereka milik negara. tak ada yang bisa menyangkal bahwa Rosen pantas disebut negara adidaya.

Namun, hingga di sebuah waktu, para petinggi dan pemerintah terlalu terbuai akan semua itu sehingga tak menyadari adanya sekumpulan 'rayap' kecil yang mencoba mengutak-atik kedamaian negeri Rosen.

Dalam seminggu, keuangan negara merosot. Krisis moneter langsung memenuhi setiap ibukota. Belum lagi adanya pembunuhan yang diarahkan kepada para penguasa. Hancurnya aset para bangsawan hingga membuat beberapa bangsawan hampir bangkrut. Kekacauan demi kekacauan terus terjadi, seiring dengan mereka yang memiliki keegoisan tinggi, perlahan mulai melakukan 'korupsi' demi bisa terus menikmati kedamaian hidup sehingga hal itu menjamur dan menjadi suatu kewajaran. Bahkan pajak rakyat yang makin terkuras pun dihiraukan begitu saja.

Belum lagi keadaan rakyat yang dihantui oleh 'pembunuhan berantai'. mereka yang terancam memutuskan untuk 'menghancurkan' segalanya yang bisa menjadi ancaman dengan mendirikan pasukan untuk menjaga sesamanya. Bagi para raykat kini, pemerintah dan para bangsawan tak lagi bisa dipercaya. Ketika mereka yang awalnya percaya bahwa yang berkuasa akan melindungi rakyat, mereka yang dibawah harus menerima kenyataan bahwa harta melimpah bisa membutakan hati nurani sebersih apapun. Dan pada akhirnya, rakyat yang merasa dikhianati memutuskan untuk menggulingkan pemerintahan berikut para bangsawan yang memandang mereka tak lain sebagai alat yang menghasilkan aset berharga.

Hingga nama "Sakovich" muncul di permukaan konflik begitu saja. Sebagai sebuah klan yang memiliki segalanya dan penduduk asli negeri Rosen.

Kemampuan, keterampilan, sihir, bahkan keberanian untuk melawan atau berkhianat. Tanpa tahu siapa dan dari mana asal mereka. Mereka mengacau, melindungi, memporak- porandakkan hukum keseimbangan dalam negeri. Membuat semua orang bimbang dan gelisah. Namun, bersembunyi dibelakang mereka adalah pilihan yang tepat jika ingin bertahan hidup dalam lautan darah.

Dan harapan itu musnah seketika saat klan Sakovich menghilang begitu saja.

Menciptakan dendam kepada mereka yang telah membunuh keluarga dan orang terdekatnya. Memunculkan para pembunuh yang mengatasnamakan tindakan mereka sebagai "bentuk keadilan". Memancing persaingan antar klan sehingga menghasilkan perang besar. Bahkan tak tanggung-tanggung melakukan perang saudara demi memperebutkan satu wilayah.

Bagaimana semua itu bisa terjadi?

Siapa yang memulai semua itu?

Siapa yang harus disalahkan?

Siapa yang harus dipercaya?

Apa yang harus dipercayai sekarang?

Dan semua kejadian itu adalah awal bagaimana negeri Rosen menjadi "prototype neraka" yang sesungguhnya. Tanpa tahu siapa dalang dibalik semua itu.

Dan semua itulah yang melatarbelakangi lahirnya sebuah komunitas yang mereka sebut dengan "Zudikas", sebagai satu satunya komunitas antar ras yang ingin mereset Rosen dan kembali membangun kedamaian yang telah tertidur begitu lelap.

______•••••______

Matahari menyingsing begitu terik diatas langit Avera, salah satu kota yg berada di wilayah Zalia malonė yg merupakan ibukota wilayah timur negeri Rosen. Hampir setiap sudut kota itu ramai dengan hiruk pikuk warga yang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Anak-anak yg berlarian dengan riang itu hampir membuat langkah gadis muda itu oleng.

"uwah.. uwaaahh... waaahhkk..!!"

Ia persis jatuh beserta ranjang yg ia bawa berisi mahkota bunga yang beraneka ragam. Anak-anak itu langsung berbalik kearahnya dengan wajah risau.

"kakak gapapa?". tanya salah satu anak.

dengan wajah yang masih sedikit meringis, ia mulai tak tega dengan tatapan anak-anak lain yang ikut menatapnya seperti temannya yang bertanya. Ia langsung menggeleng dan tersenyum manis.

"tidak masalah! tapi, lain kali hati-hati ya?"

Mereka mengangguk dengan raut wajah yg kembali riang. Lantas kembali berlari begitu saja. Ia menghela napas dan merapikan flowercrown buatannya ke ranjang.

Ia berdiri dan menepuk pelan bajunya yang penuh debu. gadis itu kembali berjalan hingga sampai disebuah tempat yang lebih tepat disebut rumah anak-anak yatim piatu yang terletak persis di atas bukit yang lumayan jauh dari hiruk pikuk kota. Ia tersenyum menatap anak-anak yang bermain kesana kemari tanpa lelah dengan gembira.

salah satu anak yang sedang bermain itu menoleh kearahnya. "wahhh... Itu kak Rhion!!"

mendengar seruan riang itu, anak-anak yang lain langsung berlari menghampirinya bahkan tak tanggung-tanggung menabraknya hingga ia jatuh dan flowercrown nya kembali berantakan.

"duh!! Sudah dua kali aku jatuh karna anak-anak!". keluh Rhion

Dari balik pintu rumah, seorang wanita paruh baya mendekat. Gurat wajahnya yang lembut menatap Rhion yang dikerumuni anak-anak. wanita usia 75 tahun yg akrab dipanggil nek Ehma.

"populer seperti biasa ya? Rhion?"

"mereka cuma mau mahkota bunganya aja, plus dongeng tentang peri".

"baik, yg langsung duduk rapih bakal dapat mahkota paling cantik!!"

Anak2 itu langsung lari masuk ke rumah dengan riang setelah mendapat ultimatum itu. Rhion, atau dengan nama lengkap Rhionna Sakovich bangkit setelah merapikan barang-barangnya.

"bagaimana kabarmu, rhion?".

"seperti biasa dengan rutinitas biasa. Tak ada yang aneh kok nek. ada masalah?"

nek Ehma menggeleng. "tidak ada. Hanya tak menyangka sudah 4 tahun berlalu sejak kau berada disini"

"iya juga ya. Setelah 4 tahun menumpang dan memutuskan untuk tinggal diluar."

"benar"

Rhion menatap nek Ehma sejenak. Ia memilih untuk tidak bicara topik itu lagi.

"Ayo nek." ajak Rhion akhirnya.

Mereka berdua segera masuk disusul anak-anak yang langsung berseru menyambut Rhion yang merupakan ratu dongeng mereka. Hampir seluruh penghuni rumah itu tau bahwa Rhion adalah orang yang paling pandai dalam urusan mendongeng. Dengan semangatnya, Rhion berkisah tentang seorang peri yang mampu mengubah negeri salju menjadi negeri musim semi.

"dan akhirnya, warga kerajaan mulai kembali menerima para peri dan membiarkan mereka tinggal dan berbaur dengan manusia..". tutup Rhion mengakhiri cerita.

Ia mengakhiri ceritanya yang langsung membuat anak-anak bertepuk tangan dengan riang.

"baik, pertanyaan pertama! siapa nama peri yg menolong negeri winter?"

"aku!!"

"aku!!"

Nek Ehma tertawa dibelakang melihat tingkah lucu anak-anak yang riang berebut mahkota bunga buatan Rhion. Ia memandangi semua itu dengan mata basah. Rhion yang sempat melihat hal itu terusik. Namun, ia memilih kembali fokus pada anak-anak didepannya.

Menjelang siang, Rhion memutuskan untuk duduk menemani nek Ehma yang berada di teras rumah.

"aku tau ada yang mengganggumu, nek Ehma".

nek Ehma meliriknya, lantas tersenyum kecil

"kau jeli seperti biasa, Rhion."

"kau tau, seperti apa negeri yang kita injak ini bukan?".

Rhion terdiam sejenak. kemudian mengangguk lemah. "iya"

"aku yg sudah tua ini hanya tinggal menunggu waktu saja untuk mati. Aku memikirkan mereka yang bahkan belum berumur 15 tahun harus hidup ditengah negeri yang kejinya bukan main."

Rhion menatap nek Ehma yg begitu memikirkan anak-anak

"kau benar. entah siapa yang memulai semua itu. Peperangan, kudeta."

"apa kau sudah menemukan petunjuk tentang dirimu?"

Gadis itu menggeleng sambil ikut memandangi anak-anak yang bermain dengan ekspresi datar. Ia jelas menyadari semua tentang dirinya. Dari sekian banyak hal, hanya nama dan umur yg ia ingat. Selebihnya ia tak tau apa-apa. yang menjadi petunjuk satu-satunya hanya dirinya yg memiliki nama 'Sakovich'.

Nama 'Sakovich' itu sendiri adalah nama klan yg diyakini sudah hancur atau lenyap sejak 20 tahun yang lalu. Dimana semua orang meyakini bahwa klan itu adalah sekumpulan orang-orang yang mampu menguasai 'segalanya'. Karna berkat mereka, negeri Rosen pernah berjaya. Namun, persis mereka 'hilang', negeri seketika berubah menjadi medan pertempuran entah dimanapun berada seperti sekarang. Dan hal itu menjadi satu-satunya alasan kuat seisi negeri ini membencinya. bukan, membenci klannya.

Bagi Rhion pun, nama itu tak lagi akan diakui dan hanya dianggap sebagai mitos omong kosong.

Karna pada akhirnya, sepanjang hidupnya ia hanya akan melihat mayat dan genangan darah setiap saat dan tanpa diduga-duga. Dan hanya ditempat inilah ia bisa menenangkan diri.

Rhion yang sempat melamun lama itu menghela napas pelan dan menoleh kearah nek Ehma

"aku sudah tidak peduli soal itu. yang penting, aku masih bisa bertahan hidup meski tak tau apa-apa."

Nek Ehma tersenyum sebagai balasannya. Ia menengadahkan wajahnya.

"aku benar-benar merindukan Rosen yang 'rindang'"

"rindang?". ulang Rhion

nek Ehma mengangguk. "Rosen yang rindang dengan semerbak mawarnya yang mempesona. Kau jelas belum lahir saat itu."

"sayang sekali".

Saat suasana tenang dan menyenangkan itu masih dinikmati, mereka harus menerima hal yang tak diinginkan itu datang tanpa diduga.

sebuah kejadian yang akan selalu membekas dan meninggalkan luka terdalam.

_______•••••_______

Bom dengan daya ledak besar langsung meluluhlantakkan kota yang beberapa jam lalu ditinggal Rhion. Anak-anak langsung lari ketakutan kearah nek Ehma dan Rhion sambil menangis.

Rumah yang untungnya jauh dari kota itu hanya terkena angin kencangnya saja yang seketika merusak gerbang kayu mereka.

"kalian tidak apa-apa kan?"

Anak-anak itu mengangguk dengan gemetar.

"nek, bawa mereka kedalam!"

"kau mau kemana Rhion?"

"aku akan mencari mereka yg selamat dan mengungsikannya kemari! "

Rhion segera meninggalkan mereka yg sudah masuk kedalam rumah dan berlari secepat yang ia bisa.

Semoga masih ada yg bertahan!. batinnya

Belum setengah jalan ia sampai ke desa, 3 orang berjubah hitam datang menghalangi jalannya. Rhion yang kaget langsung jatuh tersungkur dan ketakutan.

Selama ini, ia hanya sering melihat mayat bergelimpangan dengan gosip yang beredar tentang sekelompok jubah hitam yang kejam dan sadis. Kini, ia mendadak kaku setelah melihat sosok yang sering digosipkan itu berdiri tepat didepan matanya. 3 orang sekaligus. Kakinya gemetar hebat. Ia bahkan tak sanggup berkata-kata. Bergeser seinchi pun tak sanggup.

"sepertinya, ia hanya gadis desa biasa. Apa kau yakin dia orangnya?"

"aku yakin seratus persen!!"

Mereka bicara apa?. Rhion menatap heran.

Salah seorang diantara mereka menoleh kebelakang.

"ledakan yg luar biasa."

"apa kau bermaksud kembali kesana? dengan ledakan sebesar itu, takkan ada yang selamat lho. Asal kau tau"

Rhion yang masih setengah takut dan gugup mencoba mengumpulkan keberaniannya dan angkat suara.

"kalian.... siapa?".

salah seorang yang sedikit lebih tinggi menjawab. "kau akan tau saat kita sudah sampai"

"apa maksudmu dengan "sampai" itu?"

"hei"

Salah seorang diantara mereka bergerak menghampiri Rhion dan langsung membopongnya.

"tunggu!! Apa yg kau lakukan!! Lepaskan aku!!"

"kami akan membawamu pergi dari sini."

"tapi mereka...!!"

"diamlah".

Rhion langsung terdiam persis sebuah pedang panjang hampir mendekati lehernya. Ia kembali gemetar ketakutan. Mereka segera lari menjauh dan langsung melesat ditengah udara lepas. Rhion ternganga tak percaya.

Mereka terbang?!

Rhion yang bisa melihat kebawah sana hanya bisa menahan tangis ketika menangkap sebuah rumah yang baru saja ia tinggal.

"awas, Axel!"

Orang yg membawa Rhion segera melesat kesamping, dan hanya bisa memandang sebuah bola api besar sukses membakar seluruh bukit tanpa sisa satu pohon pun. Rhion yang melihat semua itu hanya bisa shock dan menjerit. Spontan orang yang membopongnya berhenti dan mendekapnya erat. 2 orang yang lain ikut berhenti dan memandang kota yang menjadi lautan api hanya dalam 5 menit.

"semua terjadi begitu saja". ujar salah satunya

"aku rasa, dalam waktu dekat akan ada perang lagi."

"kali ini, bangsawan Arthur Vherorhinna ya?. Menyusahkan sekali memang mereka itu"

Disisi lain, Rhion yang menangis keras itu masih ditenangkan olehnya.

"tenangkan dirimu, oke?"

Rhion masih menangis. Namun, ia sudah bisa mengontrol emosinya.

"lagi-lagi kau satu-satunya yg selamat ya?"

Ucapan itu membuatnya mendongak hingga bisa menatap wajah orang yang mendekapnya itu.

"apa... maksudmu? apa kau mengenalku?"

"mungkin"

Rhion kembali terdiam. Mencoba mengendalikan emosinya. Ia menoleh menatap kota tempat tinggalnya yang telah menjadi lautan api. Begitupun tempat yang baru saja ia kunjungi dan bermain disana dengan riang. Matanya kembali penuh oleh genangan air mata. Ia masih tak menyangka hal ini akan terjadi begitu saja.

"kalian... akan membawaku kemana?"

"ah, kalau itu nanti..."

"dia berhak tau, cavel" potong Axel. mereka bertiga saling tatap sebelum akhirnya sebuah helaan napas membuka kesunyian itu.

"iya juga sih. Toh, nanti dia akan menjadi salah satu dari divisi kita"

"divisi?". ulang Rhion

Orang yang membawanya membuka tudung jubahnya. Disusul dua orang yang lain. Rhion terperanjat lantaran mereka adalah orang yang tidak ia duga sebelumnya. Termasuk 2 orang didepannya.

Mereka adalah ras penyihir dari wilayah selatan, Ibukota Twilight Sparna.

Ia menatap dengan seksama 3 orang yang merupakan laki-laki dengan postur yang hampir sama. Laki-laki yang persis dihadapannya itu tersenyum

"Perkenalkan, aku adalah pemimpin tim ini. namaku Yuu Yuuna".

Rhion terpana menatap sosok tegap dengan wajah innocent dan rambut coklat kemerahan serta mata hijau cerah yang tersenyum kepadanya. Disampingnya adalah seorang yang sama dengan rambut biru laut dan mata merah marun. Ia menyadari tatapan Rhion dan tersenyum.

"ah, kalau aku Cavel. Cavel Yuuta lengkapnya. ah, ngomong-ngomong orang tanpa ekspresi yang membopongmu itu adalah Axel". ucap Cavel

Rhion menoleh dan menatap lama Axel. Laki-laki bermata biru es dan berambut perak itu hanya mengangguk kecil.

"anu... Kalian belum menjawab pertanyaanku soal.."

"Chasseur Resident". potong Axel

"eh?"

"kami akan membawamu kesana. Ke Chasseur Resident, markas kami."

"Chasseur.....Resident? Markas?"

"aku akan jelaskan sambil kita pergi dari sini. Gawat juga jika mereka melihat kita.". ujar Yuu.

Mereka kembali melaju dengan cepat meninggalkan kota Avera.

Dalam diamnya, Rhion mulai merasa ada hal yg mengganjal dirinya.

Chasseur Resident. Kenapa aku sangat familiar dengan nama itu? markas? divisi?. pikirnya tanpa henti

Rhion kembali menatap Axel yang fokus kedepan dalam lajunya.

Apa dia mengenaliku?

{.}