Disclaimer:
Semua cast dan story real milik Tuhan Yang Maha Esa.
Aku cuma pinjem Kim Yohan dari OUI yang sekarang dari berjuang di Produce X 101 dan kebetulan kepikiran jalan cerita yang seperti ini.
:)
Enjoy guys!
.
.
Ini cerita oleh nuna fans yang dibuat berantakan sama Kim Yohan 😄
Honestly, I love his duality ❤️
.
.
.
Chapter 1. 누나 왔어 (Nuna Datang)
Ceklik
"Aku datang, " ucapku begitu sampai di rumah lama yang amat aku rindukan ini.
Aku menutup mata sejenak setelah menarik koperku masuk ke dalam rumah ini. Hidungku menghirup pelan aroma rumah sederhana milik keluarga Kim ini.
Ternyata harum makanan ibu masih saja menenangkan pikiranku. Hampir 5 tahun aku tidak datang ke rumah ini, setelah mendapat kabar aku memperoleh beasiswa jurusan Jurnalis di Seoul University.
"Akhirnya anak Eomma dateng juga."
Ibu mendatangiku dengan celemek kesayangannya. Wajah renta setelah 5 tahun kutinggalkan makin terlihat kerutannya.
"Eomma sibuk?" tanyaku. "Kan sudah aku bilang, saat aku datang Eomma tidak perlu sibuk. Aku sudah memiliki pekerjaan sekarang," aku menghalangi Ibu yang akan mengambil koperku.
Ibu hanya menggangguk. Aku tahu ia pasti senang, karena aku juga senang karena sangat merindukannya. Aku memeluknya.
"Eomma. Neomu bogoshipo."
Aku menenggelamkan wajahku di pundaknya yang nyaman itu.
"Kamu bau, Yura. Mandi dulu sana!"
Aku terkekeh dan makin erat memeluk tubuh renta Ibu.
"YOHAN! Bawa koper Nuna-mu ke atas sana!"
Aku sudah sangat lama tidak mendengar nama itu.
Tiba-tiba seseorang bangun dari sofa yang mengarah televisi. Dia dari tadi ada di sana? Kok sama sekali tidak menyambutku?!
Laki-laki itu berdiri dan WAH, anak itu berubah tinggi sekali. Itu benaran Kim Yohan?
Bukannya dia remaja yang baru saja 15 tahun sejak aku melihatnya terakhir kali?
Ia terlihat mengantungi ponselnya dan sambil mengucek matanya yang terlihat mengantuk.
Plak!
"Auh! Eomma wae?!"
Ibu memukul kepala Yohan dan tanpa sadar aku tersenyum.
"Antar Yura ke kamar atas!"
Yohan melihatku dan tidak menciptakan ekspresi apapun. WAH, anak ini benaran tidak merindukanku atau bagaimana?
Ia hanya mengedipkan matanya beberapa kali, mungkin karena masih mengantuk.
"Habis mandi, turun lagi. Eomma sudah siapkan daging sapi untukmu."
Aku hanya menunjukan jari Oke ke Ibu.
Yohan sudah berlalu dan membawa koperku ke atas. Aku melihatinya dari belakang saat menaiki tangga. Sebenarnya ingin menyapanya tapi kenapa canggung rasanya.
Tunggu sebentar. Sejak kapan bahu Yohan jadi selebar itu?!
Padahal ia hanya mengenakan kaus berwarna kuning yang tidak terlalu tipis, tapi aku melihat dengan jelas. Bahkan celana oblong pendeknya membuatku malu melihat bagian kakinya. Ada apa denganmu, Yura?
"Nuna di sini sampai kapan?"
Suara beratnya mengembalikan kesadaranku dari khayalan aneh yang sekejap itu.
"Tapi, aku baru saja datang, Yohan-ssi."
EH! Kenapa aku memanggilnya dengan embel-embel Ssi?! Dia kan lebih muda.
"Nuna 'kan bukan bagian keluarga ini."
Aku merasa tertampar mendengar perkataan Yohan. Dia benar.
"Umurmu sekarang berapa sih? Sudah berani melawan Nuna ya?!" balasku agar tidak terjadi ketegangan.
Yohan menarik koperku sampai ke depan kamarku 5 tahun lalu.
"Aku? Sudah 20 tahun. Kamarmu sudah kubersihkan kemarin. Kalau lelah langsung tidur saja. Senin kau pasti akan mulai berangkat bekerja 'kan?"
Aku mengeluarkan permen lolipop rasa coklat dari tasku. Permen yang biasa di beli Yohan saat SMP dulu.
"Semakin dewasa kenapa kau jadi semakin kaku sih? Nih untukmu!"
Dia terlihat tersenyum dari tundukan kepalanya. EH? Kok senyumannya cuma sebelah saja. Dia mencoba smirk?!
Yohan menarik bahuku dan tiba-tiba memelukku. Jujur saja aku terkejut, sangat terkejut.
"Aku merindukanmu, Nuna."
Mataku melebar. Ia tetap Kim Yohan, adik yang berharga bagiku.
Aku tahu ini bukan hal yang wajar, tapi semenjak aku kuliah, aku mulai menyukai aroma tubuh seorang laki-laki yang memiliki ciri khas. Yohan memiliki itu. Ditambah tubuhnya yang sekarang benar-benar menunjukan bahwa dia sudah dewasa.
"Mandi sana! Bau."
Aku beberapa kali mengerjapkan mata.
"Ya! Tanpa kau suruh aku juga akan mandi, Kim Yohan!"
Ia langsung berlari menuruni tangga begitu aku mengangkat tangan yang hendak memukul kepalanya.
.
.
.
Aku duduk di meja makan bersama Ibu dan Yohan. Pak Kim belum tiba karena lembur, padahal hari ini Hari Sabtu. Ibu mengatakan bahwa deadline proyek Menejer Perencanaan atau bosnya Pak Kim harus selesai dalam 3 hari karena pembangunan daerah Seoul kota dipercepat.
"Pak Kim biasanya pulang jam berapa Eomma?" tanyaku saat Ibu menaruh piring berisi daging sapi. Ugh aromanya.
Aku memanggil Ayah dengan sebutan Pak Kim karena memang dari awal aku sudah memanggilnya seperti itu. Sejak Yohan masih umur 6 tahun.
Kalau mengingat itu aku jadi tersadar betapa mereka benar-benar keluargaku ini yang terpenting.
"Mungkin dua jam lagi."
"Eomma. Nanti aku mau pergi main ke rumah Junho ya."
Tiba-tiba anak itu berbicara dengan enaknya.
Ibu hanya menyipitkan matanya, menandakan ia sedikit kesal dengan anaknya yang satu itu.
"Ngapain?" tanyaku.
Yohan mengambil daging dengan sumpit dan langsung menyantapnya.
"Main."
Singkat sekali.
Plak. Tangannya dipukul Ibu lagi.
"Eomma wae?!" Bibir Yohan terlihat memanyun.
EH. Dia benaran sudah dewasa?
"Kau tidak merindukan Yura? Kenapa bukan ia yang kau ajak main keluar?"
Yohan masih meringis karena tangannya yang terlihat sedikit merah.
"Tidak."
Aku sedikit terkejut karena ucapannya barusan. Tapi tadi sore kan...
"Sudah ada di jadwalku. Aku harus menjernihkan kepalaku di Hari Sabtu seperti ini. Eomma tahu kan tugasku sekarang lebih banyak dari sekolah dulu."
Hmmm, jadi sekarang Yohan sudah kuliah?
"Jadi. Aku perlu main bersama teman-temanku."
Yohan menekankan perkataannya. Lucu.
"Main apa. Temanmu yang tampan itu siapa, ah Cha Junho kalau main bersamamu di sini cuma melihat ponsel."
"Zaman sudah berubah Nyonya Kim. Semua permainan ada di ponsel."
Aku terkekeh pelan. Kenapa kelakuannya seperti ini saat bersama Ibu.
"Ajak Yura juga."
Aku menggeleng cepat.
"Tidak. Tidak usah, Eomma."
Yohan masih mengambil daging dengan asyiknya.
"Kapan-kapan saja keluar dengannya. Lagi pula aku heran, Nuna kembali lagi padahal di rumah sudah enak sekali karena hanya ada aku. Kapan dia keluar dari rumah lagi, Eomma?"
Ibu mengubah ekspresinya. Sendok yang ia pegang siap mendarat di kepala Yohan. Aku dengan cepat memegang tangan Ibu.
"Eomma.." panggilku lirih.
Yohan sudah menutup kepalanya. Sebenarnya yang dikatakan Yohan benar. Kenapa aku malah datang ke rumah ini lagi.
Aku menyuruh Yohan untuk pergi sebentar dengan arahan dari mataku. Lelaki itu menurutiku dan pergi dari meja makan.
Aku memeluk Ibu.
"Aku tidak apa-apa, Eomma."
Sepertinya Ibu tidak tahu kenapa Yohan sangat ingin aku pergi dari rumah ini. Aku tahu betul bahwa di rumah ini memang hanya Yohan anak yang sebenarnya.
.
.
Tok, tok.
Aku mengetuk pelan kamar Yohan yang berada di depan kamarku. Setelah makan tadi ia tidak jadi keluar dan hanya mengurung di kamar.
"Yohan-ah. Aku baik-baik saja. Eomma juga sudah aku tenangkan. Apa kau sudah baikan?"
Cklik. Pintunya terbuka, tapi Yohan tidak keluar dari kamarnya.
Aku membuka pintunya pelan. Kamarnya tidak terlalu terang, sepertinya ia mengurangi cahaya di kamarnya.
"Maafkan aku, Yura Nuna."
Seseorang membalikkan tubuhku dan langsung memelukku erat.
"Iya. Aku memaafkanmu. Sekarang lepaskan. Apa kau sangat merindukanku sampai memelukku dua kali sehari ini?"
"Tapi dulu, bahkan kau yang selalu memelukku saat aku diomeli Eomma."
Aah, iya itu kan saat dirimu masih umur 10 tahun dan aku sebagai nuna-mu masih 12 tahun. Sekarang kan aku sudah 22 tahun dan kau sudah 20 tahun.
Waktu berjalan sangat cepat ternyata.
"Umurmu sudah berapa? Belajarlah menenangkan dirimu sendiri Yohan. Aku akan kembali ke kamar."
Aku beranjak keluar dari kamar anak itu.
"Oh iya. Aku akan mencari kosan dekat tempat kerja kalau kau keberatan aku tinggal di sini. Jangan anggap aku kalah atau apa!"
Tidak ada jawaban dari Yohan.
.
.
Aku melihat Pak Kim yang sedang menengok taman belakang rumah. Hari libur seperti ini memang cocok untuk healing di taman bukan?
"Pak Kim!" panggilku kencang.
Ayah kaget begitu mendengar suara perempuan yang tiba-tiba memekikkan namanya.
Lelaki tua itu menoleh ke belakang, mendapatiku sedang membawa kopi buatan Ibu. Ia langsung bangkit. Aku menghambur dan memeluknya erat.
"Kau benar Yura? Anak Ayah yang pintar ini makin cantik saja."
Ucapan Ayah membuatku tersenyum lebar.
"Kapan datangnya?"
"Kemarin sore."
"Sudah makan? Sudah bertemu Nyonya besar? Sudah bertemu Adik bandelmu?"
Aku mengangguk keras. Aku sangat merindukan Pak Kim dan semua kekhawatirannya kepadaku.
"Ehem."
Aku mendengar dehaman berat dari belakang. Suara Yohan. Aku menyudahi pelukanku dengan Pak Kim.
"Nuna, kau sudah mandi 'kan? Eomma menyuruhku mengajakmu ke Supermarket untuk belanja."
Pak Kim melihat Yohan dengan mata datarnya. Ia terlihat tidak suka menggangguku saat bersamanya. Sungguh anak dan ayah ini benar-benar mirip.
"Pakai motor Ayah di depan saja. Jangan pakai mobilnya, nanti kalau Ayah ketahuan memakainya di hari libur akan terkena omelan, Kim Yohan."
Aku masuk ke dalam rumah dan mendengar Pak Kim menggerutu karena Yohan sepertinya pernah membuatnya diomeli karena memakai mobilnya tanpa izin di hari libur. Mereka berdua memang love-hate relationship sepertinya.
Aku mengganti pakaian dan menguncir atas rambut panjangku. Setelah memakai bedak yang tipis dan liptint, aku mengambil dompet dan tas kecil di meja.
Mataku menangkap Yohan yang sudah berdiri di sebelah motor Pak Kim dengan memainkan kunci motor di tangannya.
"Maaf kalau aku lama," ucapku sambil mengenakan sendal pororo milik Yohan yang agak kebesaran sedikit.
Yohan berbalik, ia memandangku dengan ekspresi yang belum pernah kulihat. Kunci motor di tangannya jatuh begitu saja.
"Cantik."
EH?! Suara pelannya masih bisa terdengar di telingaku. Maksudnya apa?!
~ To be continued ~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Masih belum tau nanti ini genrenya macem apa dan gimana.. Just enjoy it guys 🥰
Iya, aku baru aja suka sama Kim Yohan :') dan engga ngerti yang biasanya suka sama idol lebih tua ini kok malah suka sama dongsaeng ini :')