hujan masih setia menemani perenungannya. setelah apa yang terjadi beberapa hari lalu. dia kembali teringat sebuah memori kelam. dimana dirinya menjadi korban dari pahitnya percintaan. walau orang bilang rasa itu masih rasa monyet. baginya tidak. rasa tetaplah rasa. tidak ada yang bisa merubahnya. karena rasa itu ada dalam dada. hanya dirinya dan DIA yang tau. entah karena apa rasa itu tumbuh. ia juga tidak peduli. baginya, hal yang mestinya di lakukan adalah bersyukur atas rasa yang telah ada. meskipun rasa yang berujung sakit dan duka. karena tidak semua jiwa punya rasa . dan tidak semua rasa punya jiwa. dan sebab akibat rasa kini ia terduduk lesuh di hadapan jendela. merenung dan berpikir. matanya tidak berair tapi hatinya menangis. itu terlihat dari kerutan di keningnya. dan lekukan di bibirnya. ia sedih. matanya melihat keluar. air yang berontak dari langit jatuh satu-satu. seolah turut menangis bersamanya. di ujung ufuk sana kilat menyambar satu-satu. berharap ada pohon yang terkena. di bawah tingkat lima sana. satu dua mobil lalu lalang menembus keroyokan hujan. ada juga anak-anak jalanan dan sekelompok pengendara motor yang berteduh di halte bus. menunggu air redah. ia berbalik. melihat sekeliling kamar yang redup. ia hirup. masih terasa baunya. masih teringat rasanya. hari itu. dimana rasa masih bersamanya. dan duka jauh darinya. bahagia. bersama dengan hirupan itu ia mengenang. flash back.