Chereads / Tentang (Aku) yang Lain / Chapter 2 - BAB 1

Chapter 2 - BAB 1

"Namaku Mercy Gallyena Corney. Usiaku 17 tahun saat ayah memutuskan untuk membawaku pindah ke rumah bak istana. Rumah yang katanya sudah dikosongkan sejak tahun 1951 ini membuatku sedikit penasaran, seolah sebuah aura nefatif tersembunyi didalamnya."

Tidak bisa dipungkiri bahwa Charity sedikit bergidik membaca kalimat-kalimat awal pada Diary yang ditemukannya dua hari lalu. Ternyata bukan hanya dirinya yang merasa aneh dengan rumah yang terlalu megah ini.

Fakta yang baru saja didapat membuatnya semakin bingung. Kalau penghuni sebelumnya meninggalkan tempat ini pada tahun 1951, itu artinya Mercy pindah kesini setelah 33 tahun rumah ini kosong. Tertulis jelas di halaman pertama bahwa Mercy masuk rumah ini pada Januari 1984. Lalu ditahun yang sama, ia meninggalkan tempat ini. Tapi ... apa yang membuat rumah ini kembali dikosongkan? Mau tidak mau, Charity menahan nafasnya ketika menyadari tentang kepindahannya sekarang. Bukankah sekarang adalah Januari 2017? Yang artinya ia menghuni rumah yang sudah kosong sejak 33 tahun lalu, sama seperti Mercy.

"Apa yang membuatmu melamun seperti itu, Charity?"

Ya Tuhan! Suara ayahnya yang tiba-tiba membuat jantungnya seakan mencelos dari tempatnya.

"Tidak ada, hanya sedikit memperhatikan rumah yang sudah seperti istana."

"Kau boleh berkeliling kalau mau. Tidak ada larangan apapun saat Ayah membeli rumah ini," ucap ayahnya seakan tahu apa yang dipikirkan Charity, "dan ini sama sekali bukan rumah angker dengan banyak penunggu seperti novel-novel horor yang sering kau baca," lanjut ayahnya dengan tawa meledek. Charity berusaha untuk ikut tertawa, mencoba menenangkan perasaannya yang gelisah tak menentu.

Gadis itu kembali sendiri saat ayahnya memutuskan untuk masuk ke kamar. Matanya lekat menatap langit-langit rumah yang begitu jauh dari tempatnya sekarang. Apa mungkin dulu rumah ini adalah sebuah istana?

Entah apa yang membuatnya mengambil lilin dan beranjak menaiki tangga menuju lantai dua, tempat yang belum pernah dikunjungi sejak dua malam berada disini. Ada beberapa pintu ternyata, dan Charity melangkah menuju pintu paling ujung. Sepertinya memang lebih baik menjelajah daripada penasaran dengan isi rumah ini.

Ceklek! Pintunya tidak terkunci.

Hawa dingin yang tiba-tiba menyeruak membuatnya sedikit ragu sebelum membuka pintu lebih lebar. Suara derit dari engsel pintu yang sudah berkarat tak ayal membangunkan bulu romanya.

Sebuah kamar ternyata, lengkap dengan ranjang besar ditengah ruangan, lemari kayu berukir berada disamping kiri, sebuah nakas tepat disamping tempat tidur, serta meja rias dengan cermin besar.

Langkahnya mendekati meja rias, yang juga masih lengkap dengan peralatan make-up. Cermin besar yang terpampang didepannya tertutup debu yang begitu tebal, hanya menampilkan bayangan samar.

Charity Deville. Tulisnya pada cermin sebelum beranjak mendekati ranjang.

Sama seperti meja rias, hanya ada debu tebal melingkupi kasur dan selimut. Tangannya membelai permukaan selimut yang terasa nyaman dikulit. Kenapa penghuni sebelumnya tak membereskan barang-barang disini sebelum pergi?

Charity menyelipkan tubuhnya dan merasa begitu nyaman. Benar-benar seperti kamar seorang putri. Matanya mulai mengerjap begitu kantuk menghampiri. Mungkin tidur sebentar saja tidak apa-apa, fikirnya sebelum lelap menguasai.

***

Sinar matahari yang menerobos melalui celah jendela membuat gadis itu mengerjap. Pandangannya sedikit buram, bingung dengan keberadaannya sekarang. Bukankah tadi malam ia masuk ke dalam kamar aneh itu dan tertidur? Siapa yang memindahkannya ke kamar ini? Charity meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, seakan baru selesai dari sebuah perjalanan jauh. Kelopak matanya masih sedikit berat, terasa sangat lelah. Pasti Ayah yang memindahkannya semalam.

Charity meninggalkan kamarnya menuju ruang tengah, dan tidak menemukan siapapun disana. Melihat matahari yang sudah mulai meninggi, seharusnya Ayah berada disana, duduk di sebuah kursi kayu disamping jendela sambil membaca buku. Kemana Ayah?

Kakinya memutar langkah ke dapur dan kembali kecewa karna tidak juga melihat sosok yang dicarinya. Kamar mandi, ruang kerja, perpustakaan, Charity tidak menemukan Ayahnya dimanapun. Ia sudah memeriksa seluruh ruangan hingga lantai dua tapi tidak ada.

"Ayah!" Teriaknya sambil kembali mengelilingi rumah.

Gadis itu bergidik saat membayangkan ia sendirian di rumah sebesar ini. Ayah tidak mungkin meninggalkannya, tapi dimana?

Charity berlari menuju pintu utama, dan semakin panik ketika pintu itu terkunci. Mata hijaunya mulai berembun. Tidak, ia tidak boleh menangis dalam keadaan seperti ini. Mungkin Ayah sedang berjalan-jalan disekitar rumah dan memutuskan mengunci pintu demi keselamatan.

Charity kembali melajukan langkahnya menuju halaman belakang, tempat yang belum pernah dikunjungi. Hanya ada kolam yang terisi oleh lumpur serta rumput-rumput liar disekitarnya. Berjalan mengelilingi kolam dan menerobos tanaman liar yang merambat tak beraturan, Charity memberanikan diri untuk terus berjalan. Pasti ada jalan keluar dari rumah ini.

Gadis itu terkejut saat mendapati sebuah pagar besi dengan dirayapi bunga Bougenvil ungu, berada tak jauh dari tempatnya. Itu pasti gerbang belakang. Charity masih ragu untuk melangkahkan kakinya menuju gerbang yang terlalu indah itu, merasa aneh dengan Bougenvil yang mengelilingi. Tapi ia tidak punya pilihan, melewati gerbang itu dan mencari ayahnya, atau kembali ke dalam rumah besar itu dan ketakutan. Gadis berwajah oval itu akhirnya melangkah mendekati gerbang.

Charity kembali menghentikan langkahnya saat menyadari apa yang berada dibalik gerbang itu. Bulu romanya meremang melihat sebuah hutan berkabut dan gelap di hadapannya, menciutkan nyali yang sudah bulat terkumpulkan. Haruskah ia melangkah ke dalam hutan mengerikan itu?

Sial! Umpatan kesal keluar dari bibirnya ketika melangkah menjauhi gerbang, berniat untuk masuk kembali ke dalam. Ia tidak bisa membahayakan jiwanya dengan masuk ke tempat seperti itu. Ayahnya tidak mungkin berada dalam hutan hanya untuk berjalan-jalan.

"Charity!" Suara itu, Charity menahan nafas ketika seseorang memanggil namanya.