Dengan membawa kumpulan bunga, ia mendatangi sebuah taman makam. Di depannya langsung berjejer rapih batu-batu nisan dengan nama-nama mereka terukir di sana. Ada pula di atas nisan itu dilengkapi dengan pakaian, bendera, helm, ataupun baju zirah. Beberapa di antara mereka yang telah terbaring tenang adalah para prajurit yang gugur dalam misi, perang, atau karena kecelakaan saat bekerja.
Cyberjack bermaksud untuk mendatangi salah satu makam itu. Sebuah batu nisan yang di atasnya ada sebuah bendera. Tetapi lambing yang berkibar di bendera tersebut bukanlah lambing dari Kerajaan Varaashia. Ini adalah lambing Negara Velas, tempat tinggal Cyberjack waktu itu. Lebih tepatnya, sebuah istana kecil sebelum Teokrasi membumihanguskannya.
Makam tersebut bukan makam kedua orangtuanya. Bahkan Cyberjack berharap dapat menemukan jasad kedua orangtuanya agar dapat menguburkan mereka dengan layak di tempat ini. Tetapi, semua itu hanya laksana punuk yang merindukan purnama. Ia tidak akan pernah menemukan mereka walau hanya bersisa tulang belulang.
Makam yang ia temui itu adalah prajurit penyusup bodoh yang lemah dan tidak berdaya. Seorang prajurit nekad yang melawannya seminggu yang lalu.
Beristirahatlah dengan tenang, Zahde Zehdian Zehdi…
Cyberjack menaruh bunga di depan nisan itu seraya bertekuk lutut. Ia menyatukan kedua telapak tangannya di hadapan batu tersebut seraya berdoa. Dalam hatinya ia berbisik kecil seolah-olah bicara pada lawannya itu, bagaimana kabarnya di alam sana? Namun ia tidak mendapatkan jawabannya sama sekali.
"Kau berkata padaku, bahwa aku membebaskanmu dari penderitaan dunia. Tetapi, aku hanya membawa luka dan penderitaan untuk diriku sendiri. Zahde, apakah kau benar-benar memaafkanku saat itu?"
Batu nisan itu tidak menjawab sama sekali…
"Sekalipun kau berkata demikian, aku tidak bisa mengampuni diriku sendiri. Sekalipun aku menepati janjiku padamu, dosaku ini tidak akan pernah bisa ditebus."
Ada darah tak terlihat mengalir deras dari telapak tangannya. Itu adalah darah penyusup bodoh yang ia bunuh secara tidak sengaja. Hingga detik-detik menjelang kematiannya, Sang Solomon itu baru sadar siapa orang yang dibunuhnya.
Ia masih ingat bagaimana orang itu bercerita tentang kampung halamannya dulu. Penuh dengan rerumputan hijau dan bunga-bunga. Berbagai hasil ladang tumbuh subur dan melimpah. Di sana juga ternak berkembang biak dengan baik. Tidak hanya manusia, berbagai ras hidup berdampingan dengan damai. Bahkan ras werewolf dapat hidup berdampingan dengan manusia tanpa ada satupun dari mereka yang terluka atau mati terbunuh.
Namun semuanya itu hancur luluh oleh dentuman sihir ledakan oleh para Prajurit Teokrasi. Itu terjadi saat dia kecil dulu. Ketika Zahde melihat kematian kedua orangtuanya saat itu...
––Tidak ada bedanya, kan? Kita berdua merasakan penderitaan yang sama...
Cyberjack kembali teringat saat melihat tubuh kedua orangtuanya terbaring di atas tanah dan kepala mereka berada dalam genggaman dua prajurit yang memenggal kepala mereka. Saat itu, ia tidak bisa lagi membedakan antara tangis dan amarah, erangan dan jeritan, semuanya berpadu dalam longlongannya saat itu.
"Satu-satunya perbedaan hanya aku lebih berani menantang mereka saat itu, sedangkan dirimu kabur begitu saja tanpa melawan. Dasar lemah!"
Tidak peduli apapun yang dia ucapkan, apapun yang dia katakan, batu nisan itu takkan pernah membalasnya sama sekali.
Iapun kembali bertekuk lutut dan menyentuh batu nisan itu dengan lembut. Ia mengusap-usapnya seolah-olah membelai rambut seorang anak kecil yang hendak tidur di malam hari.
"Jangan khawatirkan mereka, aku akan menepati janjiku padamu. Sampaikanlah salamku pada Sang Penguasa. Semoga suatu saat nanti aku bisa mencium kedua kaki-Nya bersamamu di Samavat."
Sang Solomon kembali berdiri dan memberikan salam penghormatan terakhir untuk nisan itu. Tanpa menunggu balasan, Cyberjack hanya berbalik dan berlalu meninggalkannya. Bersama dengan deruan angin, ia melangkah mengikuti arah kemana angin itu menuju. Ke arah matahari terbenam, di sana ada sebuah gerbang yang dia masuki pertama kali.
Cyberjack tidaklah menyadari bahwa beberapa kelopak bunga yang ditaruhnya itu ikut berterbangan dan berusaha ingin membelai bahu atau rambutnya. Ia hanya meyakini, bahwa Zahde kini tengah tertidur dengan tenang dan menunggunya menepati janji.
Janji menjaga saudara-saudara mereka, warga Velas dari tanah yang dijanjikan tidak boleh lagi terluka oleh siapapun!
***
Membuka pintu dari kayu jati, ia melihat kedua saudaranya lain telah berkumpul di ruang tamu. Mereka saling bertatapan di atas sofa dan sebuah meja di tengah yang menjadi saksinya. Mereka berdua melihat ke arah Cyberjack dengan tatapan serius, ini membuatnya menjadi sangat gugup.
Apakah Baginda mengatakan sesuatu kepadanya?
Cyberjack masih ingat kalau ia masih berhutang maaf kepada Baginda karena kebodohannya seminggu lalu. Ia sebenarnya ingin melakukan itu, tetapi…
––Mengapa aku tidak pergi menghadapnya?
Sebenarnya bukan karena kesalahannya yang menyebabkan ia malas untuk menghadap Baginda. meskipun itu salah satu faktornya, tetapi sejatinya bukan begitu. melainkan, karena Cyberjack memiliki rasa takut dan benci terhadap salah satu pelayan di sana yang baru datang dan bekerja seminggu lalu. Begitulah dalam pikiran Cyperjack dan Hyperjack.
Rasa takut dan benci Cyberjack itu sama seperti orang-orang di kota ini padanya…
"Mengapa kau hanya berdiri di sana Cyberjack? Duduk!" perintah Hyperjack dengan berani, padahal ia adalah yang termuda di keluarga ini.
Cyberjack menutup pintu dan membalas: "Katakan saja apa yang ingin kalian bicarakan, aku akan mendengarkan di sini."
"Cyberjack, ikut duduk di sini! Sekarang!"
Mata kakaknya ketika sedang marah ternyata lebih menakutkan dari yang Cyberjack kira. Satu-satunya, yang bisa membuatnya takluk dan tak mau melawan. Karena ia sering beradu pedang dengan kakak tertuanya itu dan selalu saja kalah.
Mau tak mau ia melangkah mendekati sofa dan mulai duduk bersama mereka.
"Aku akan mengambil teh dan kue terlebih dahulu."
Hyperjack meninggalkan sofa dan pergi menuju dapur. Di sana ada beberapa bungkus biskuit dan teh yang sudah disiapkan belum lama. Hyperjack sengaja membuatnya, pembicaraan ini mungkin akan membuat kepala setiap orang pusing tujuh keliling. Teh dengan aroma melati pun bisa menjadi obat penenang yang pas bersama dengan potongan-potongan biskuit.
Begitulah dalam pikir Hyperjack setelah teman wanitanya di kamp memberitahu hal ini. Bahkan, ia sering terlibat dalam pembicaraan dan gosip para wanita di sana. Tentu saja, di sini mereka tidak hanya membicarakan hal-hal yang tidak menarik seperti itu. Ini adalah masalah yang benar-benar serius.
Iapun kembali dan menaruh semua yang ada di nampan tepat di depan mereka. Sebuah gelas mug cantik berisikan teh dengan beberapa potong biskuit di atas piring kecil.
Melihat potongan-potongan kecil biskuit itu membuat Cyberjack tak tahan untuk memakannya. Terlebih ia belum makan sejak dari pagi tadi. Ia benar-benar kelaparan. Tetapi, akan sangat tidak sopan jika ia memakannya terlebih dahulu. Cyberjack juga tidak mau berurusan dengan kakaknya.
"Baiklah, karena kita semua sudah berkumpul, akan aku mulai pembicaraan hari ini. Ini terkait dengan hilangnya para warga."
"Ah… kasus itu ya?"
Banyak para prajurit membicarakan hal ini. Mereka mendapatkan banyak laporan dari warga sekitar dengan menghilangnya beberapa tetangga mereka. Bahkan, sempat beberapa prajurit mendesak kepala prajurit untuk segera melakukan laporan ke Baginda. Tetapi sampai sekarang, mereka belum menemuinya. Hingga akhirnya Cyperjack-lah yang menggantikan beliau untuk melaporkan semua ini. Meskipun ini semua menyalahi regulasi yang ada.
"Iya, aku sudah membicarakan ini dengan Baginda. Ini berhubungan dengan semua kesaksian dari saudara-saudara kita yang baru saja dibebaskan."
"Tentang penyerangan Teokrasi dan para iblis ke kota ini, bukan?"
"Iya. Dari data yang kita kumpulkan, kemungkinan hal yang sama akan terjadi kembali di sektor Eusfrat.
"Apa!? Eusfrat!?"
Semua perhatian tertuju pada Cyberjack. Tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Mungkin sejak kejadian seminggu lalu.
"Tumben sekali, biasanya kau tidak memerhatikanku selama ini."
"Apakah aku salah jika memerhatikanmu?"
"Tidak." Cyperjack menggeleng kepalanya. "Justru aku sangat senang kau begitu."
Ada jeda sedikit di antara mereka berdua, sedangkan Hyperjack tidak berani berkata apapun. Ya, beginilah sifat aslinya yang pendiam dan tidak peduli sama sekali.
"Baiklah, sesuai yang diberitahukanku oleh Baginda dan Gustaph, ada kemungkinan hilangnya para warga disebabkan oleh para Dark-Goblin yang diperintahkan raja iblis untuk menyerang."
Sekalipun Cyberjack sudah merubah ekspresinya, Cyperjack dan Hyperjack tidak peduli sama sekali. Kemarahannya sama seperti saat ia ingin membunuh orang yang sekarang sudah terbaring di taman makam sebelumnya.
"Kemungkinan mereka datang ke Sektor Eusfrat dengan jumlah cukup banyak bersama dengan orang-orang yang telah mereka culik."
"Jadi, mereka semua jadi boneka, bukan tameng?"
"Kemungkinan mereka yang diculik sudah mati dan dijadikan mayat hidup. Tapi, jangan pernah menutup kemungkinan kalau masih ada yang hidup."
"Aku ingin tahu darimana bocah bodoh itu tahu kemana mereka akan menyerang?"
Cyberjack angkat suaranya, tetapi ia menanyakan di luar permasalahan ini. Bisa terdengar jelas nada kebencian itu ke arah seorang bocah yang sekarang menjadi anjing kecil rajanya tercinta. Begitulah ia menjuluki bocah itu.
"Dengan melihat pola pergerakkan mereka, bahkan anak bayipun tahu akan hal itu. Jika kau tidak punya apapun untuk dibahas selain kebencianmu padanya, lebih baik tutup saja mulutmu dan dengarkan!"
Ada beberapa hal yang menyebabkan Cyberjack membenci Gustaph.
Pertama, ia adalah seorang slavian. Sebagaimana orang-orang membencinya, Cyberjack juga sangat membencinya terlepas dari apapun yang ia lakukan. Karena baginya iblis tetaplah iblis, bahkan korbannya yang telah terikat rantai menjadi seorang budak.
Kedua, ia mendapat perhatian lebih oleh Baginda. Cyberjack memiliki cita-cita ingin dapat berdiri langsung tepat di samping rajanya tercinta. Tetapi, bocah itu merebut segalanya. Ia pun mendapatkan perhatian lebih dari beliau dan banyak pelayan di dalam istana.
Ketiga, selama seminggu ini, bocah itu tidak pernah bisa diam. Apapun yang ia lakukan adalah lebih dari semua yang Cyberjack dapat lakukan. Seperti beberapa hari lalu dengan sigap anak itu langsung menyergap pencuri yang membawa lari sekantong penuh emas dari seorang bangsawan. Pada saat itu, anak itu tidak melihat para prajurit berjaga sama sekali.
Dan inilah yang menyebabkan faktor keempat terjadi. Ia menjelek-jelekkan prajurit kota karena kemalasan mereka dalam bekerja. Dengan berani bocah itu menegur para prajurit yang tengah asyik bermain kartu bersama dengan sebotol penuh anggur. Di sana juga Cyberjack terlibat. Tidak ada satupun yang meladeni anak itu hingga akhirnya ia berani menghancurkan meja bundar kecil itu dan memecahkan seluruh gelas dan botol yang ada di atasnya. Tentu saja ini membuat mereka marah, termasuk Cyberjack.
Saat itu, hal yang mereka belum pelajari adalah memegang bara api dengan tangan mereka langsung, pasti mereka tidak akan sanggup. Mereka berusaha menangkap anak itu, tetapi hasil yang didapat adalah nihil. Seluruh tubuh mereka remuk dan orang-orang berkerumun memerhatikan mereka seperti sebuah tontonan. Hingga akhirnya anak itu pergi begitu saja seolah tidak ada satupun yang terjadi.
Hingga faktor kelima dan yang terakhir, mereka semua mendapat teguran dan sanksi juga penurunan pangkat kembali menjadi prajurit rendah. Termasuk Cyberjack. Setelah ia mengalami penurunan pangkat, ia mendapat sanksi yang sama lagi. Dengan pasal berlapis ini, bisa saja menghancurkan hidupnya sebagai prajurit dan memupus mimpinya untuk dapat berdiri di samping Baginda.
Dan semua itu diingatkan kembali oleh kakak tertuanya Cyperjack. Ia tidak pernah berpikir dengan kesalahannya sendiri.
"Kau tahu, Baginda sangat kecewa berat denganmu, Cyberjack. Kau juga membuatku malu di hadapan beliau. Kau tidak pernah melihat keseluruhan, kau hanya melihat sekilas dengan sebelah matamu. Hingga kau bertindak gegabah seperti ini."
"MEMANGNYA APA SALAHKU HAH?! AKU HANYA INGIN MELINDUNGI DENGAN APA YANG AKU BISA!!!!"
Terbakar amarah, seisi ruang ini menjadi panas. Seharusnya teh aroma melati itu bisa mencairkan suasana, tetapi Hyperjack merasa sudah salah menilai. Mungkin cemilan para wanita pegosip di sana tidak sesuai untuk keadaan seperti ini.
Masih dengan sikapnya yang biasa, tidak peduli. Ia tidak berani berkata apapun.
"Kau bukan melindungi siapapun, kau hanya melampiaskan amarahmu saja. Itu yang aku lihat darimu. Kau hanya terbuai oleh nafsu, tidak lebih. Hingga akhirnya kau jatuh dalam jurang kehancuranmu sendiri."
Cyberjack tidak menjawab apapun.
"Bukan hanya kau saja, kita juga sedih kehilangan orangtua, keluarga, dan kampong halaman. Bahkan, ribuan pengungsi di sini merasakan penderitaan yang lebih berat dari itu."
"Aku tidak sama seperti kalian!"
Cyberjack meninggalkan sofa dan pergi menuju pintu.
Namun pintunya dihalangi oleh adiknya sendiri.
Tidak tanggung-tanggung, Hyperjack menendang kepalanya sendiri dengan keras hingga ia terpental jauh. Nampak cairan merah dari hidung dan mulutnya muncrat hingga membasahi lantai rumah. Tapi itu cukup untuk meredam amarah dari kakaknya yang bodoh ini.
"Kakak boleh menghukumku, aku sudah tidak tahan dengan tindakannya." Ucap Hyperjack menundukkan kepalanya di hadapan kakaknya.
Cyperjack tidak membalas apapun. Sekarang ia tahu siapa di sini yang memiliki kekuatan paling menyeramkan di antara mereka bertiga. Di balik sikap tenang dan dewasanya itu, ada kekuatan monster yang sengaja ia sembunyikan.
"Aku akan membawanya ke kamar, ia sangat butuh istirahat."
"Sepertinya aku tidak harus mengingatkannya lagi untuk tidak ikut bertugas. Terima kasih, adikku." Balas kakaknya itu dengan senyum pahit.
***
Sebudah denging di telinganya, ada sebuah pesan masuk melalui [Telepati].
"Baginda."
"Ah… Ashoka. Darimana saja kau? Sudah lama aku tidak mendengar kabarmu."
Setelah mengantar Baginda dari Ibu Kota ke Kota Azkha, kepala prajuritnya tiba-tiba menghilang entah kemana. Kini, beliau akhirnya mendengar suara prajuritnya itu melalui [Telepati].
Hal yang sudah dipahami oleh beliau, jika prajuritnya itu tidak bisa melapor dengan langsung menghadapnya, ia menemui masalah yang cukup besar.
"Ampunilah ketidaksopanan hamba, Baginda. Hamba terpaksa melapor melalui [Telepati] karena kita mempunyai masalah yang begitu besar."
Sebuah suara setipis angin mulai menyentuh telinganya. Namun suara itu cukup membuatnya terkejut. Bukan karena suara itu, melainkan karena laporan dari prajurit setianya itu.
"Apa!?"
"Iya, Baginda. Sekarang hamba mohon perintah anda. Izinkanlah kami bertindak!"
"Baiklah, segera evakuasi seluruh warga yang berada di sekitar sana. Aku akan mengirimkan pesan kepada para solomon untuk membantumu. Pastikan tidak ada para pengungsi yang terluka ataupun tewas."
"Siap laksanakan, Baginda!"
[Telepati] diakhiri.
Baginda cukup terkejut dengan laporan dari bawahannya itu. Ia tidak menyangka jika jumlah mereka cukup banyak dibandingkan dengan perkiraan.
Ada beberapa tanggung jawab yang harus dilakukannya sebagai seorang raja.
Pertama, mengevakuasi seluruh warga dan meminta mereka untuk pergi ke persembunyian sesegera mungkin.
Kedua, memastikan Gustaph tidak pergi kemana-mana dan berada di tempatnya. Sekalipun Gustaph dapat mengatasi masalah ini, tetap saja Baginda khawatir dengannya. Beliau akan menghubungi Kepala Pelayannya setelah ini.
Ketiga, menghubungi Cyperjack untuk ikut membantu Ashoka di tempatnya.
Keempat, mengerahkan seluruh pasukan untuk melindungi semua titik rawan dalam kota. Tetapi, titik rawan itu salah satunya bukanlah istana ini.
––Lebih baik aku segera bertindak cepat. Demi Sang Penguasa, juga janjiku kepada Merpati Putih utusan-Nya.
***