Papa... apa papa harus bersikap kayak gitu sama Chelsea? Sebegitu salahnya kah Chelsea ada di dunia ini? Batin Chelsea.
Gadis itu mengusap air mata yang jatuh di pipinya, ia memalingkan wajahnya ke jendela. Malam itu ia benar-benar sedih, ia hanya tak menyangka papanya akan berkata yang begitu menohok hatinya. Sesekali Rexan menoleh ke arah Chelsea, ia tahu pasti gadis itu sangat tidak sedang baik-baik saja.
Hujan pun turun dengan begitu derasnya, sederas air mata yang keluar dari kedua bola mata Chelsea.
Rexan meminggirkan mobilnya di pinggir jalan, tubuh laki-laki itu berusaha mengambil sebuah selimut kecil yang terdapat di jok belakang mobilnya dan mengenakannya pada Chelsea.
Chelsea tersentak kaget, "Ka—kamu mau apa?" tanyanya.
"Udaranya dingin. Aku melakukan ini untuk bayi yang ada di perutmu," jawab Rexan. Rexan pun mengambil sapu tangannya dan mengelap air mata di pipi Chelsea. "Jangan nangis lagi, tangisanmu gak akan merubah keadaan. Itu juga gak baik untuk kehamilanmu. Lebih baik kamu istirahat, aku ajan membangunkanmu ketika udah sampai rumah."
Tak lama Rexan pun melanjutkan perjalanannya.
===
Mobil porsche cayman telah terparkir rapih di garasi kediaman Danadyaksa. Rexan melihat ke sebelah kursi kemudinya, dilihatnya Chelsea tertidur dengan begitu pulas, ia benar-benar tidak tega untuk membangunkan gadis itu dari tidurnya.
Rexan turun dari dalam mobilnya dan menggendong Chelsea ala bridal style serta membawa masuk ke dalam rumahnya.
Sesampainya di kamar, Rexan meletakkan Chelsea perlahan-lahan, menyelimuti tubuh mungil gadis itu. Tangannya mengelus-elus kepala Chelsea, "Jangan takut, seberat apapun masalah hidupmu, aku akan selalu ada disisimu. Aku akan selalu jagain kamu," katanya. "Good night, Chels."
===
Keesokan harinya...
"Pagi ma...," sapa Chelsea pada ibu mertuanya.
"Pagi sayang." Diana yang sedang membuat teh menyuruh Chelsea untuk duduk di meja makan untuk sarapan bersama-sama.
Chelsea pun menyantap sarapan pagi itu, "Mama jago masak, masakan mama enak-enak terus," pujinya.
Diana terkekeh pelan, "Ah kamu bisa saja! Kalo gitu ayo dong makan yang banyak, udah gitu minum susunya ya, sayang," katanya.
"Iya mama," kata Chelsea sambil tersenyum. Apa seperti ini rasanya disayang oleh mama? Rasanya sangat menyenangkan sekali, benar-benar membuat hatiku senang. "Oh iya ma, Rexan ngomong-ngomong kemana?" tanyanya.
"Ohh tadi udah berangkat ke kantor," balas Diana. "Kenapa? Kangen ya?" Godanya.
Chelsea tersentak, "Eh? Enggak ma, bukan begitu," katanya. Diana hanya terkekeh mendengar perkataan Chelsea. "Chelsea cuma khawatir, dari kemarin soalnya Rexan belum makan," katanya.
"Memangnya kalian sampai disini jam berapa?" tanya Diana.
"Entahlah ma, Chelsea juga gak tau. Sepertinya malam banget, tiba-tiba bangun udah di kamar," kata Chelsea. "Ohiya, ma. Hari ini Chelsea mau ke rumah sakit, ma, mau cek kandungan."
Diana menganggukan kepalanya pelan, "Iya sayang, ngomong-ngomong Pak Pen kan lagi sakit, nanti kamu cek kandungannya ditemani Reno ya."
Chelsea menyerngitkan dahinya, "Reno? Reno siapa, ma?" tanyanya.
"Anak bungsu mama. Adiknya Rexan. Jangan khawatir, Reno jauh lebih baik dan lebih bersahabat dari pada Rexan kok. Kebetulan selama sebulan kemarin Reno abis ada project di luar negeri, baru pulang kemarin malam. Mungkin masih tidur sekarang," kata Diana.
"Ooh kayak gitu," Ujar Chelsea sambil menganggukkan kepalanya. Kira-kira, adiknya akan seperti apa ya? Apa dia bisa menerimaku sebagai kakak iparnya? batin Chelsea.
"Mama gak punya anak perempuan, anak mama laki-laki semua ada 2 orang. Reno dan Rexan. Makanya mama senang sekali punya menantu perempuan, bisa mama ajak belanja, ke salon, udah gitu menantu mama baik dan cantik seperti kamu," kata Diana.
Chelsea terkekeh pelan, "Hahaha mama bisa aja..." katanya.
"Morning, ma," ujar seseorang bersuara berat yang berasal dari tangga.
"Eh Ren, tumben sudah bangun?" tanya Diana pada seseorang tersebut.
"Biasanya juga bangun jam segini juga ma," balas Reno.
Diana terkekeh, "Ah masa sih? Ayo sini sarapan bareng. Sekaligus ada seseorang yang mau mama kenalin."
Dahi Chelsea menyerngit, ia berusaha untuk menajamkan penglihatannya. Kok sepertinya gak asing ya, apa aku pernah ketemu dia? tanyanya dalam hati sambil berpikir-pikir dimana kira-kira ia melihat Reno. Ah! Itu dia... sapu tangan itu...
Reno pun melihat ke arah Chelsea dengan tatapan yang tak bisa Chelsea artikan. Tapi satu yang ia tahu jelas adalah ia sangat yakin kalau Reno mengenali dirinya.
"Loh kamu?" tanya Reno pada Chelsea. Reno tampak tersenyum lebar, "Kita bener-bener ketemu lagi rupanya."
"Kalian saling kenal?" tanya Diana.
"Kenalan sih belom, tapi akan. Mama inget gak yang waktu itu Reno ceritain, nah ini orangnya. Cantik ya, ma," kata Reno tanpa mempedulikan bahwa Chelsea juga berada disana. "Ngomong-ngomong, kenalin aku Reno. Waktu itu kita belom sempet kenalan, kan?"
Chelsea tersenyum ke arah Reno, "Chelsea."
"Nama yang cantik, kayak orangnya," kata Reno. "Ngomong-ngomong kamu ngapain ada disini, Chel?"
Diana menoyor kepala Reno pelan, "Hush! Sembarangan banget. Chelsea ini calon kakak ipar kamu," katanya.
Reno hampir saja menyemburkan susu yang sedang ia minum, "Ha—hah? Maksudnya?" tanyanya.
"Kakakmu, Rexan, minggu besok akan menikahi Chelsea. Chelsea akan menjadi kakak ipar kamu," jelas Diana.
"Mama becanda ya?" tanya Reno. "Chel, mama lagi becanda, kan?"
Chelsea menghela nafasnya pelan, "Enggak. Itu benar, aku akan segera menikah dengan kakakmu," katanya.
"Ja—jadi yang dimaksud kalo kakak ngehamilin orang itu... kamu Chel?" tanya Reno tak percaya. Chelsea hanya menganggukkan kepalanya pelan.
Reno terdiam. Kenapa? Kenapa musti kayak gini? Bahkan perempuan yang aku sukai pun gak bisa aku dapatkan... katanya dalam hati.
"Sudah sudah. Mama minta kamu bantu jagain Chelsea ya, Ren. Hari ini kamu gak ada apa-apa, kan? Kamu temani Chelsea cek kandungan ya," kata Diana.
"Memangnya kakak kemana? Bukannya itu harusnya kewajibannya sebagai seorang papa?" tanya Reno.
"A—ah itu... ma, Chelsea bisa kok pergi sendiri. Nggak apa," kata Chelsea yang merasa tidak enak.
Diana melotot ke arah Reno. Reno menghela nafas pelan, "Iya. Yaudah. Reno antar," katanya.
===
Di dalam mobil...
Suasana sangat hening. Tidak ada satu pun dari mereka yang berusaha untuk memecah keheningan yang tercipta diantara mereka, hanya ada lantunan musik dari radio yang menggema dalam mobilnya.
Chelsea tiba-tiba merogoh tasnya dan mengambil sebuah sapu tangan dari dalam tasnya. "Aku hampir lupa, ini sapu tangan punyamu. Makasih waktu itu udah pinjemin ke aku," katanya.
Reno menoleh sekilas kemudian kembali melihat ke arah jalanan. "Simpan aja, aku masih ada banyak kok," katanya. Sebuah senyum tipis tercetak di bibir Reno. "Lucu ya, ternyata kita ketemu lagi tapi kayak gini,"
"Eh?"
"Iya. Aku ketemu lagi disaat kamu udah akan menjadi milik orang lain..." Reno menggantungkan perkataannya. "...mungkin aku yang terlalu terlambat."
Chelsea masih tidak mengerti apa maksud dari perkataan Reno barusan. Ia lebih memilih diam, tidak menjawab perkataan Reno sama sekali.
Apa yang udah dilakuin sama kak Rexan sih sama Chelsea? Kenapa jadi begini? Tanya Reno dalam hatinya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Reno.
"Aku baik kok," kata Chelsea.
"Syukurlah kalo kamu gapapa. Aku cukup khawatir sama kamu. Apa kamu yakin untuk menikah dengan kakakku?" kata Reno lagi.
Belum sempat Chelsea membalas perkataan Reno, laki-laki itu sudah mematikan mesin mobilnya. "Lupakan aja perkataanku. Yuk turun, kita udah sampai."
Chelsea dan Reno pun akhirnya turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah sakit dimana Chelsea akan mengecek kandungannya.
*
Setelah mengecek kandungan, dokter Johan memberikan sebuah buku catatan untuk kandungannya kepada Chelsea.
"Semuanya sehat, baik dan normal. Ingat ya, Pak, dijaga istrinya untuk tidak stres, karena itu bisa mempengaruhi kehamilannya," jelas Dokter Johan pada Reno.
Chelsea tersentak kaget, "Eh? Dia bukan suami saya dok," katanya. "Dia adiknya, papanya lagi ada urusan di kantornya jadi gak bisa mengantar."
"Loh? Saya pikir bapak ini suaminya ibu. Abis sama yang kemarin sangat mirip wajahnya," kata Dokter Johan sambil tertawa.
Reno juga ikut tertawa mendengar perkataan dokter Johan, "Tenang aja dok, saya akan jaga kakak ipar saya juga. Kalau begitu, kami permisi dulu ya dok," katanya.
"Iya baik, jangan lupa untuk kontrol lagi ya bulan depan."
"Baik dok, terima kasih. Kami permisi ya dok," kata Chelsea.
Setelah selesai cek kandungan mereka berdua pun bergegas kembali pulang karena waktu sudah mulai sore. Di dalam perjalanan pulang, sudah tidak se-awkward ketika berangkat tadi. Reno dan Chelsea mulai melempar candaan satu sama lainnya.
"Maaf ya, tadi kamu disangka suami aku," kata Chelsea. "Aku jadi nggak enak."
Reno terkekeh pelan, "Gapapa. Santai aja. Aku juga berharap bisa punya istri seperti kamu," katanya.
"Eh?" Chelsea tampak kaget setelah mendengar perkataan Reno.
"Hahahaha... aku becanda kok," kata Reno. Iya, karena itu gak mungkin. Sebentar lagi kamu akan jadi milik kakakku, Chel.
Chelsea hanya terkekeh mendengar perkataan Reno dan tidak terlalu ambil pusing terhadap apa yang Reno katakan.
===
Waktu sudah hampir menunjukkan pukul enam sore. Chelsea tampak cukup senang karena ia sudah selesai masakan untuk makan malam bersama dengan Ibu mertuanya, Reno dan juga Rexan setelah hampir dua jam bergulat di dapur.
Makanan-makanan mulai terjejer di meja makan kediaman keluarga Danadyaksa. Chelsea melepaskan apron yang dikenakannya, mengatur piring-piring dan mempersiapkan semuanya.
Tak lama, ibu mertuanya datang menghampiri Chelsea. "Aduh wanginya, sampe masuk ke kamar mama. Mama langsung turun deh, ternyata Chelsea abis masak," katanya.
"Hehehe ayuk ma, makan malam bersama," ajak Chelsea.
Diana menggangguk pelan, "Yuk. Sebentar, mama panggilkan Reno ya," ujarnya. Diana pun berteriak memanggil Reno, tak lama sang empunya nama pun keluar dari dalam kamar dan segera menghampiri Chelsea dan juga Mamanya di meja makan. "Hehehe, jangan kaget ya sayang kalo mama begini. Abis gimana ya, kalau gak teriak itu percuma. Kupingnya pada kayak cantelan doang, gak pada kedengeran."
Gadis itu tampak terkekeh, "Hahaha... iya gapapa kok ma," katanya.
"Ada apasih, Ma? Teriak teriak mulu, udah tua juga," kata Reno yang tampak sebal sembari menuruni anak tangga rumahnya.
Diana berdecih pelan, "Sembarangan. Tua dari mana coba? Mama nyuruh turun soalnya Chelsea udah masak banyak ini. Memangnya kamu gak lapar?" tanyanya.
Tanpa basa basi, Reno langsung mengambil piring, nasi dan juga lauk ke dalam piringnya. "Enak banget, Chel. Gak boong deh!" katanya.
"Telen dulu makanannya baru ngomong. Kebiasaan, umur udah kepala dua, kelakuan kayak anak TK," omel Diana pada Reno. "Ngomong-ngomong, Rexan udah dijalan pulang?" tanya Diana.
"Tadi Chelsea udah sempat WhatsApp tapi belum ada balasan sampai sekarang. Mungkin masih di jalan, ma," kata Chelsea.
Diana mengangguk pelan, "Okelah kalau seperti itu. Kita makan duluan aja," katanya dan Chelsea pun menuruti.
*
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun sampai sekarang Rexan belum juga pulang. Sudah berkali-kali juga Chelsea mengecek ponselnya, namun hasilnya juga sama saja. Rexan masih belum membalas pesannya.
Reno yang sedang menonton TV menoleh ke arah Chelses, "Kenapa sih, Chel? Keliatannya gelisah begitu?" tanyanya.
"Ohh ini... Rexan masih belum balas chat aku dari tadi. Kira-kira jam segini Rexan masih di kantor ya?" tanya Chelsea.
"Enggaklah, udah jam delapan malem. Paling sekarang dia lagi sama temen-temennya," balas Reno. "Atau enggak, dirumahnya."
"Ren, anterin aku ke rumah Rexan, yuk?"
Reno tampak menggelengkan kepalanya, "Hah? Enggak ah. Males banget ke rumah dia," katanya. "Emangnya mau ngapain sih?"
Chelsea menghela nafasnya, "Mau anterin makanan buat Rexan. Aku yakin dia pasti belum makan malam."
"Kak Rexan udah gede, dia juga bisa cari makan sendiri," kata Reno sedikit ketus.
"Yaudah deh, kalo gitu aku aja," kata Chelsea.
Reno meletakkan remot TV-nya diatas sofa, "Yaudah yaudah. Sini aku aja yang anterin. Kamu di rumah aja," katanya.
"Beneran?"
"Iya."
"Yey makasih, Ren. Yaudah, sebentar ya, aku siapin dulu," kata Chelsea.
===
Reno menghentikan mobil bmw i8 berwarna biru dongker miliknya setelah sampai di sebuah rumah mewah bercat putih gading. Ia tampak menghela nafas panjang, "Kalo gak demi Chelsea, gue males banget nganterin makanan beginian buat lo asli."
Ia pun kemudian turun dari dalam mobilnya dan masuk ke dalam rumah tersebut, serta mencari dimana keberadaan Rexan.
Samar-samar Reno melihat seseorang yang sedang duduk di tepi kolam renang, tak berpikir panjang, Reno pun langsung menghampiri Rexan yang sedang terduduk disana sambil menikmati sebotol wine.
Rexan yang menyadari kehadiran Reno pun langsung menoleh ke arahnya, "Ngapain lo disini?" tanyanya.
"Nih." Reno memberikan paper bag yang berisi makanan yang dibuat oleh Chelsea kepada Rexan, kemudian ia pun duduk di sebelah Rexan.
"Ini apaan?" tanya Rexan yang tampak kebingungan.
"Makanan. Chelsea yang buat," jawab Reno.
Rexan tampak terdiam, tak menjawab perkataan Reno sama sekali.
"Kenapa Chelsea chat lo gak bales?" tanya Reno.
"Gak buka hp," balas Rexan.
Reno berdecih, "Basi," katanya. "Lo yakin... mau nikahin Chelsea?"
"Ya... begitulah. Emang kenapa?"
"Gak... gapapa. Cuma nanya aja. Gue berharap sih lo ngelakuin ini gak cuma atas dasar keterpaksaan doang, karena itu sama aja nyakitin Chelsea," kata Reno.
Rexan tampak meneguk wine dari dalam gelasnya lagi. "Lagian juga gak ada urusannya sama lo," katanya.
"Jelas ada."
"Maksudnya?"
"Gue bersedia gantiin lo buat tanggung jawab soal kehamilannya, kak," kata Reno.
"Hahahaha! Jangan gila deh. Buat apa juga lo begitu? Lo suka sama dia?" tanya Rexan.
Reno menganggukkan kepalanya, "Iya... gue suka sama dia. Jauh sebelum lo kenal sama dia—"
Rexan lagi-lagi terdiam.
"—makanya gue bener-bener mau yakinin lo, kak. Please jangan main-main sama sebuah pernikahan. Pernikahan sekali aja dalam seumur hidup. Kalo lo gak bisa buat Chelsea bahagia, gue bersedia. Gue bersedia gantiin posisi lo," kata Reno.
"Jangan gila, Ren! Chelsea sebentar lagi akan nikah sama gue, gue yang akan tanggung jawab terhadap anak itu," ujar Rexan.
Sekarang gantian Reno yang terdiam.
Mereka berdua sama-sama terdiam.
Reno menghela nafas panjang, "Oke kalo gitu. Tapi awas aja sampe lo sekali aja nyakitin dia, lo berurusan sama gue," katanya. Kemudian ia pun bangkit berdiri dari duduknya. "Gue pulang dulu. Jangan lupa dimakan makanan yang udah capek-capek Chelsea buat."
Sebelum benar-benar pergi, Reno tampak mengeluarkan selembar cetakan foto dari dalam dompetnya. "Sama satu lagi, ini..." Reno memberikannya kepada Rexan. "...tadi gue abis anterin Chelsea ke dokter kandungan, ini janin yang ada di dalam rahim Chelsea. Anak lo. Sebentar lagi lo jadi bapak, lo bukan hidup sendirian lagi. Ada Chelsea dan juga anak lo di dalam rahim Chelsea, jadi please, gue gak minta banyak. Bahagiain mereka, selagi lo bisa. Udah gitu aja, gue pamit dulu," katanya.
Rexan tampak melihat hasil foto USG kehamilan Chelsea. Tiba-tiba saja senyum di bibirnya mengembang. Entah mengapa, rasanya ia bahagia sekali melihat foto USG ini. Rasanya ia ingin terus bersama anak ini, memberikan keluarga yang utuh dan bahagia untuk anak ini.
I think... i'm in love with this baby... batin Rexan.
Bersambung...