Chapter 6 - Hawa Panas

Sesampainya di rumah, Nuansa disambut oleh kedua orangtuanya yang terheran dengan kepulangannya yang begitu cepat.

"Kenapa kau pulang cepat sekali? Apa semuanya berjalan lancar?" tanya Durah, ia semakin heran melihat Nuansa yang terlihat kesal.

Baru saja Nuansa akan menjawab semuanya dengan jujur, namun sebuah pemikiran terlintas di kepalanya, 'Jika aku mengatakan kalau Neptunus itu orangnya mesum dan menyebalkan, pasti ayah dan ibu akan menyuruhku mundur karena takut terjadi sesuatu padaku. Padahal jika kuingat lagi, Neptunus sepertinya tidak memiliki niat jahat kepadaku. Dan aku tidak boleh berhenti disini, selama Neptunus tidak kelewatan bagiku, aku akan tetap maju dan tidak akan membiarkan siapapun menyuruhku untuk mundur walaupun tingkah pria itu benar-benar menyebalkan.'

"Tentu semuanya baik-baik saja, ibu," jawab Nuansa.

"Kau yakin?" Giliran Arfan yang bertanya.

"Wajahku tidak meyakinkan ayah?"

"Bukan begitu maksudnya, Nuansa. Kau pulang sangat cepat, mana ada pertemuan pertama kali dalam urusan bisnis dengan klien hanya memakan waktu satu jam lima belas menit. Satu jam adalah waktu tempuhmu pulang-pergi dari sini ke restoran itu. Jadi, apa yang kalian bicarakan dalam waktu lima belas menit?" tambah Durah.

"Kami ... Kami hanya makan dan membuat persetujuan, perjanjian dan peraturan saja. Selebihnya kan sudah beres, kami hanya perlu bertatap muka dan yasudah, apa lagi?"

"Hanya lima belas menit?"

"Engh ... Waktu adalah emas bagi Neptunus, jadi dia tidak mau membuang-buang waktu untuk berkenalan dengan orang yang hanya akan menjadi kekasihnya selama sebulan."

"Hmmm, begitu ya. Neptunus itu bagaimana orangnya?"

"Dia ... Dia ... Dia adalah pria yang baik."

"Lagi?"

"Cukup ramah dan ... agak tinggi."

"Jadi tingginya agak jauh darimu?"

"Ya."

'Maksudku tinggi hati,' batin Nuansa.

Durah dan Arfan kemudian saling melirik.

"Ok. Berarti mulai besok kau adalah kekasihnya dan mulai besok kau akan mendapatkan gaji pertamamu," ucap Durah.

"Nah, benar sekali," ujar Nuansa.

"Yasudah, ayo kita masuk dan tidur."

'Huft, aman,' pikir Nuansa.

***

Bulan telah berganti dengan Matahari, Nuansa bersiap untuk menyambut hari ini dan menjalani aktifitas seperti biasanya: berjualan keripik singkong.

"Kau yakin akan berjualan lagi?" tanya Arfan kepada putrinya saat Nuansa sedang bersiap untuk berangkat.

"Ayah, bukan berarti karena kita akan mendapatkan lima juta perhari, kita akan meninggalkan dagangan kita. Kita harus giat mencari uang, tidak peduli dengan jumlah yang kita dapat, yang penting kita sudah berusaha dengan cara yang positif," kata Nuansa.

"Tapi bagaimana dengan Neptunus? Kau adalah kekasihnya mulai hari ini," ucap Durah.

"Dia hanya akan membutuhkanku pada sore hingga malam hari, tenang saja."

"Kau tahu dari mana?" tanya Durah.

"Dia itu pebisnis, jadi dia pasti sibuk."

"Jangan asal menduga, Nuansa."

"Ibu jangan khawatir, dugaanku ini pasti benar."

"Yasudah, aku berangkat dulu, ya!" sambung Nuansa yang langsung pergi usai menyalami kedua orangtuanya.

Gadis itu pun berjalan keluar dari gang sempit rumahnya dan berniat untuk berkeliling ke tempat biasanya. Saat Nuansa keluar dari gang di mana rumahnya berada, ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di sebrang gang rumahnya. Baru kali ini gadis itu melihat ada mobil mewah yang beredar di lingkungan rumahnya.

Namun Nuansa memilih cuek dan tidak memikirkan mobil itu, apa lagi ia langsung mendapatkan pelanggan pertama ketika keluar dari gang itu. Pelanggan pertamanya hari ini adalah seorang wanita dengan anak balitanya yang menaiki motor. Wanita ini adalah langganan Nuansa, jadi ia dan Nuansa memang agak akrab, dan mereka mengobrol sebentar.

"Mobil siapa itu, ya?" tanya wanita itu.

"Yang terparkir di sana itu?" Nuansa bertanya balik tanpa melihat ke arah mobil mewah yang dimaksudnya dan yang dimaksud wanita tersebut. Karena mobil yang mereka maksud memang sama: mobil yang terparkir di sebrang gang rumah Nuansa.

"Iya. Tidak pernah aku lihat ada mobil mewah di sini."

"Entahlah, aku juga awalnya sedikit heran, orang kaya mana yang berkunjung ke sini? Terpikir olehku saja tidak pernah, makanya ketika melihat mobil mewah seperti itu ada di sini aku juga heran, tapi yasudahlah, buat apa dipikirkan, bukan mobil kita juga."

"Hahahaha, kau benar. Aku pergi dulu, ya, aku harus masak untuk makan siang."

Nuansa tidak menggubris ucapan wanita itu barusan karena ia tiba-tiba fokus pada anak wanita tersebut. Balita itu terus melihat ke arah Nuansa, tapi Nuansa tidak yakin bahwa pandangan mata balita itu mengarah padanya.

"Nuansa! Nuansa!" panggil wanita itu.

"Hah? Iya? Apa?" ujar Nuansa yang baru sadar jika mereka berdua akan pulang.

"Aku pulang dulu."

"Oh, iya, hati-hati di jalan, ya."

"Iya."

Usai ibu dan anak itu pergi, Nuansa mengernyitkan dahinya sebab masih merasa heran dengan anak wanita langganannya itu.

"Dia melihat ke arahku? Apa yang salah denganku?" gumam Nuansa sembari melihat sekujur tubuhnya. "Tidak ada," sambungnya.

Gadis itu pun lantas berjongkok meraih memegang keranjangnya dan berniat untuk melanjutkan kegiatan berdagangnya.

'Tapi sepertinya dia melihat ke belakangku,' batin Nuansa, ia pun kembali berdiri tanpa mengangkat keranjangnya.

Nuansa merasakan ada hawa panas di belakangnya saat ia berdiri, jadi ia pun berbalik badan dan mendapati Neptunus yang hanya berjarak 20 cm darinya. Karena jarak mereka yang begitu dekat, Nuansa jadi seolah menabrak Neptunus dan langsung terjatuh ke belakang sebab ia kaget dengan keberadaan Neptunus.

Tapi untungnya Neptunus dengan sigap menopang tubuh Nuansa sehingga gadis itu tidak jadi jatuh dan posisi mereka sekarang bak pasangan yang sedang berdansa.

Neptunus dan Nuansa terlibat dalam kontak mata yang cukup lama di pinggir jalan, tempat yang sangat umum. Namun sesaat kemudian keduanya 'tersadar'.

"Aku menunggumu dari tadi," kata Neptunus.

Bukannya berbicara juga, Nuansa malah menampar pipi Neptunus dengan cukup keras, sampai Neptunus mengaduh.

"Ada apa denganmu?! Kenapa kau menamparku?!" tanya Neptunus di saat mereka masih dalam posisi yang sama.

"Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku! Ini di pinggir jalan! Apa yang orang pikir tentang kita nanti?! Lagi pula aku tidak bersedia untuk berada dalam posisi yang seperti ini denganmu!" ujar Nuansa.

"Lalu? Apa masalahnya dengan pikiran orang?"

"Orang-orang akan berpikir yang tidak-tidak tentang kita! Ya ampun! Otakmu sudah benar-benar dikubur oleh pikiran kotormu itu!"

"Kau lihat ini ya. Hei orang-orang! Lihat kami! Kami sedang dalam posisi yang gadis ini tidak bersedia untuk melakukannya denganku!" seru Neptunus.

"Hei! Kau sudah gila?! Iihh! Kau memang gila! Lepaskan aku!" Nuansa berusaha melepaskan dirinya dari Neptunus, namun tangan Neptunus terlalu besar, sehingga ia tidak bisa membebaskan dirinya sendiri.

"Hei orang-orang! Kenapa kalian tidak melihat kami?! Kau lihat sendiri, kan? Tidak ada yang peduli dengan kita," ucap Neptunus. Nuansa lantas menamparnya untuk yang kedua kalinya sampai membuat pria itu sedikit kaget dan seketika melepaskan Nuansa.

Tentu saja Nuansa terjatuh karena Neptunus melepaskannya.

"Ah!" Nuansa berteriak.

"Hei, ternyata kau penjual keripik singkong, ya?" kata Neptunus usai mengusap-usap pipinya yang terasa sakit, ia lantas mengangkat keranjang keripik singkong itu.

"Ayo ikut aku ke mobil," lanjut pria itu.

"S-setidaknya bantu aku du-lu!" ujar Nuansa yang berusaha bangkit, namun Neptunus memilih cuek dan menyebrang ke arah mobilnya. Nuansa lalu menyusulnya usai berhasil bangkit. Gadis itu kemudian masuk ke dalam mobil Neptunus dan mendapati pria itu sedang memakan keripik singkongnya.

Baru saja Nuansa akan protes, Neptunus langsung menutup mulut gadis itu dengan jari telunjuknya sampai ludah Nuansa berlepotan.

"Tapi itu keripik-"

"Sshhhtt. Diam saja kau, akan kubayar semua ini. Cek bangku belakang, aku sudah membeli BH dengan semua ukuran untukmu, karena aku tidak tahu ukuran BHmu." Neptunus menyela Nuansa.

'Astaga, pria ini benar-benar tidak waras,' batin Nuansa.