Chereads / Kouri no Kioku (Ice Memories) / Chapter 5 - Emile Clerid - Part 3

Chapter 5 - Emile Clerid - Part 3

Satu jam kami habiskan hanya untuk memasang segel sihir ke dalam tubuhku. Kegunaan segel sihir milik Rogue bisa mengelabui siapapun sesuai yang diinginkannya. Contohnya aku, untuk menghilangkan bau 'Darah Suci' dan para vampir melihatku sebagai vampir.

Karena tubuhku belum sepenuhnya pulih, Rogue meyarankan aku untuk istirahat sebentar. Tembok bangunan yang menutup gang kecil kujadikan sandaran. Aku menyelonjorkan kakiku. Di saat bersamaan, Rogue ikut bersandar di tembok yang sama tepat di sebelahku dengan jarak hanya beberapa senti. Rogue menyelonjorkan satu kaki, satunya lagi ditekukkan sebagai pijakan tangan.

... Suasana hening, tidak ada satupun dari kami yang ingin berbicara sekarang. Rogue bilang, karena sudah melewati batas vampir, kami harus menunggu penyerangan sampai selesai. Dengan keadaanku juga, aku tidak bisa kemana-mana.

"Hei."

Suara Rogue memecahkan keheningan. Karena hanya aku satu-satunya yang sedang bersamanya, aku merasa terpanggil dan menoleh ke asal suara. Dia memanggilku, namun pandangannya tetap lurus ke depan.

"Kenapa?"

"Apa kau tahu Unit Pemburu Vampir dan Unit Pembasmi Vampir?" Rogue bertanya balik kepadaku.

Pertanyaan Rogue sedikit aneh bagiku. Setahuku di kota Drimsville hanya ada Unit Pembasmi Vampir, organisasi yang diikuti orangtuaku. Tugas Unit Pembasmi Vampir adalah memusnahkan vampir yang menyusup ke kawasan manusia tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Akan tetapi... apa itu Unit Pemburu Vampir?

"Aku hanya tahu Unit Pembasmi Vampir. Kurasa tidak ada Unit Pemburu Vampir disini." Aku menjawab sesuai yang kuingat.

Sesaat kemudian setelah aku menjawab, Rogue menghela napas dengan rasa tidak puas.

"Kau benar-benar tidak tahu?", tanya Rogue dengan wajah tidak percaya.

Aku merasa sedikit jengkel, padahal wajahku tadi terlihat meyakinkan.

"Tentu saja", jawabku dengan suara meninggi.

Rogue berdeham pelan, sebagai isyarat akan memulai penjelasan tentang 'Unit Pemburu Vampir'. Matanya menghadap lurus, seperti biasanya.

"Dari 3 bulan yang lalu, Unit Pembasmi Vampir dibubarkan."

Aku sangat terkejut mendengar itu, namun tidak kutunjukkan. Aku memilih tutup mulut sebentar dan harus menyimaknya dengan baik-baik.

"Bagi mantan anggota Unit Pembasmi Vampir yang masih ingin meneruskan pekerjaan dalam membasmi vampir, boleh masuk langsung ke Unit Pemburu Vampir. Dibanding Unit sebelumnya, Unit ini lebih kejam. Tujuan mereka adalah menangkap vampir hidup-hidup dan dijadikan kelinci percobaan. Mungkin mereka tidak mampu menaklukkan vampir dengan cepat, namun ada sebelas orang dari sana memiliki senjata dan ilmu sihir suci. Tidak ada satupun vampir bangsawan sekalipun yang memiliki gelar ataupun tidak, bisa mengalahkannya untuk sementara."

Penjelasan Rogue yang sangat panjang lebar membuatku bergidik ngeri. Menurutku akan lebih baik langsung membunuh vampir. Kita takkan tahu apa yang akan dilakukan Unit Pemburu Vampir terhadap vampir yang tertangkap.

Aku langsung menggelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran negatif.

"Terus, sekarang ada berapa vampir yang tertangkap?"

"Mungkin sekitar 500-san."

Rogue terdiam lagi. Ia memandang lekat-lekat ke bawah, terlihat sedang memikirkan sesuatu yang terlupakan.

"Alice, sebelumnya aku sudah menjelaskan isi kitab 'Darah Suci' kan?"

Rogue makin gelisah, aku pun ikut gelisah juga.

"Iya. Apa ada yang salah?"

Ia terdiam sejenak. Sesuatu yang terlupakan adalah hal yang penting baginya.

"Salah satu dari Unit Pemburu Vampir punya kitab tersebut, namun berbeda dengan milik kaum vampir. Sepertinya mereka baru menyadari bahwa 'Darah Suci' sedang berbaur di kawasan vampir. Sayangnya nama 'Darah Suci' itu tidak tertulis jelas di kitab."

Perasaanku makin gelisah ketika Rogue mengucapkan "nama 'Darah Suci'."

"Maksudmu, aku..."

Rogue tambah menekankan suara. "Ya, tujuan mereka sebenarnya adalah menjadikan 'Darah Suci' sebagai senjata mereka. Maka itu mereka harus mengetahui siapa 'Darah Suci' itu terlebih dahulu."

--Jadi ini nasib 'Darah Suci' ya. Diperebutkan dua kaum hanya untuk sebagai senjata. Aku takkan menerima kenyataan semudah itu. Aku harus...

ZREK! ZREK! ZREK! Tiba-tiba saja tiga anak panah datang berturut-turut mengarah ke aku dan Rogue. Masing-masing anak panah hampir mengenai kami, berada di sisi kami menancap tembok.

Tekadku menghilang bersamaan kata-kata di dalamnya. Aku terdiam mematung, seakan aku bersyukur ini adalah keberuntunganku. Jika tidak, mungkin sekarang aku sudah mati. Berbeda dengan Rogue, terkena ataupun tidak tetap tidak mati.

Sedangkan Rogue masih bisa bersikap tenang. Ia menatap lekat-lekat ke anak panah yang tertancap di sebelahnya. Itu bukan anak panah biasa. Tiga anak panah itu mempunyai warna yang sama, biru dan di ujungnya terdapat... mantra sihir kelas B.

Setelah menyadari hal itu, Rogue langsung menggertakkan gigi dan bergumam, "Sial..."

"Huh, hanya ada dua ekor ya?"

Mataku langsung tertuju ke atap gedung seberang, tempat sumber suara. Meski hanya terlihat tepi atap, disana terlihat ada dua sosok, yang satu membawa panah dan yang satunya lagi membawa katana, dan berpakaian seragam hitam militer khas manusia. Tidak lain, mereka berdua adalah orang-orang dari...

"Sial! Unit Pemburu Vampir!", bisik Rogue kepadaku. Rogue mulai tampak sedikit panik.

"Kenapa ada dua ekor tersesat disini ya? Padahal batas vampir dari sini sudah sangat jauh." Satu lagi, manusia berambut putih yang membawa katana langsung menggenggam erat katananya, bersiap-siap untuk menerjang kami. "Karena kalian sudah melewati batas, wajib kami tangkap kalian hidup-hidup ke Unit Pemburu Vampir!"

Seketika tubuhku merinding, melihat seringainya ketika sedang mengucapkan kalimat terakhir. Aku yakin dia bukan hanya sekedar menangkap kami, bisa-bisa dia membunuh kami sebelum ditangkap.

"Hei, ingatlah. Kita hanya boleh menangkap mereka, bukan membunuh." Si pemanah mengingatkan partnernya yang memiliki hobi membunuh.

"Berisik. Aku tahu", balasnya sambil mengayunkan katana sebagai pemanasan.

Tidak ada yang bisa kulakukan sebelum ada instruksi dari Rogue. Kulirik ke Rogue, dia tidak melakukan pergerakan sedikitpun. Ia masih bersikap tenang sambil menyaksikan gerak-gerik dua manusia dari Unit Pemburu Vampir. Pembicaraan mereka sangatlah konyol, namun mungkin ini adalah kesempatan, menurut Rogue.

"Alice, apa kau bisa berdiri?" Rogue memelankan suaranya dan masih memandang ke atas, tempat berdirinya dua manusia Unit Pemburu Vampir.

"Eh, kurasa belum."

Sebagai respon, Rogue langsung menoleh kepadaku. Tatapannya penuh rencana, berarti aku harus mempercayai rencana yang disusunnya. Aku pun mengangguk pelan, meski masih belum sepenuhnya percaya.

Tanda tanya di atas kepalaku bermunculan banyak, ketika tiba-tiba Rogue berdiri dan langsung membalikkan badan, lalu berjongkok.

"Kenapa?", tanyaku dengan wajah penuh keheranan.

Rogue terdiam sesaat. Wajah kami tidak saling berhadapan, jadi aku tidak tahu ekspresinya seperti apa. Mungkin selanjutnya adalah perintah pertamaku.

"Naiklah."

... Hah? Perintah pertama ini di luar dugaan. Aku memang masih belum bisa berdiri sempurna, namun bukan berarti aku butuh bantuannya di situasi seperti ini.

"Ja... Jangan bercanda, Rogue. Aku tidak apa-apa. Aku tidak butuh--"

"Aku tidak bercanda! Naiklah!", perintah Rogue sekali lagi dengan suara meninggi.

--Baiklah, kalau Rogue merasa tidak keberatan. ... Eh? Tunggu dulu.

Daritadi dia tidak menunjukkan wajahnya. Saat aku kurang yakin, dia malah meninggikan suaranya seolah dia tidak mau mengulangi perintahnya. Jangan-jangan sebenarnya... dia malu?

Aku tidak peduli dia malu atau tidak. Ini adalah langkah pertama untuk lolos dari Unit Pemburu Vampir. Lagipula kalau begini terus, aku malah menghambat rencana. Kuperkirakan sekarang mulai memasuki waktu senja dan aku harus cepat-cepat mendekat Rogue. Kedua tangan Rogue sudah siap untuk menggendongku, maka aku harus tinggal melakukannya.

Aku mengalung kedua tanganku di sekitar leher Rogue. Pahaku sebagai titik beban mulai diangkat perlahan-lahan, ketika Rogue beranjak pelan-pelan.

"Sudah siap kan, Alice?"

"Iya."

Untuk berwaspada, aku mendongak ke atas, mengawasi pergerakan Unit Pemburu Vampir. Mungkin ini hanya perasaanku saja, si pengguna katana memiliki pendengaran lebih tajam dibanding vampir. Ketika Rogue berdiri menggendong diriku, sorot mata tajam si pengguna katana langsung tertuju kepada kami. Dengan segera, si pengguna katana terjun dari atas dengan ketinggian 2000 meter.

BRAK! Tanah tempat mendaratnya menjadi retak keseluruhannya dan angin di sekitarnya seprti terisolasi. Penyebabnya adalah katananya ditancapkan tepat di depan tempat berdirinya si pengguna katana.

Mengejutkan sekali, ternyata dia bisa terjun dari gedung ketinggian 2000 meter dengan selamat. Maka langkah pertama ini bisa dibilang gagal dan lanjut ke langkah kedua, lari dan jangan sampai tertangkap. Berhadapan dengan Unit Pemburu Vampir sangatlah berbahaya jika tidak sedang bersama vampir kelas S, apalagi bertarung tanpa rencana langsung dengan mereka.

Jarak jauh dari tempat berdiri si pengguna katana sudah kami lampaui, meskipun masih terlihat sosoknya di jarak sejauh itu. Dia tetap berdiri disana, tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Apa dia sudah menyerah?

"Huh, jangan meremehkan Unit Pemburu Vampir!" Seringainya yang makin lebar membuatnya terlihat kurang lebih seperti pembunuh.

Aku tidak bisa mendengarnya, namun vampir yang menggendongku bisa mendengarnya dengan jelas sehingga ia mempercepat langkah kakinya.

Bertepatan ketika aku hendak menoleh ke belakang, dia sedang mencabut katananya dan dalam sekejap sosoknya sudah tiba di belakang kami!

Kepalaku kembali menghadap ke depan dengan panik. "Rogue..." Mataku terpejam, takut ke depannya tidak sesuai rencana Rogue. Jika aku tertangkap, apakah semuanya akan berakhir begitu saja?

"Tenang saja, Alice. Aku takkan membiarkanmu terluka sedikitpun."

Kata-kata Rogue menyembuhkan rasa ketakutanku. Mataku pun terbuka dan mencoba untuk tersenyum di situasi berbahaya ini.

Sekarang si pengguna katana tepat berada di belakang kami dan masih belum menggunakan katananya.

"Bisakah kalian berhenti? Tidak akan terjadi pertumpahan darah jika kalian menuruti kami", pintanya dengan nada mengintimidasi.

Tak ada satupun jawaban keluar dari mulut kami berdua. Kami tidak mau berhenti lari, namun kami juga tidak mau ada pertumpahan darah. Jadi tidak ada pilihan untuk kami.

Karena itu si pengguna katana mendecak kesal dan itu pertamakalinya ia mengayunkan katana ke atas, pertanda ia mulai menyerang kami. Di ujung katana terdapat lingkaran sihir yang mengeluarkan pelapis berupa udara menggumpal dari ujung katana hingga gagang katana.

"Baguslah kalau kalian tidak mau berhenti lari!" Si pengguna katana mengeluarkan seluruh amarahnya kepada kami.

Dia mengacungkan katana dengan kekuatan sudah terkumpul di dalam, tepat mengarah kepadaku. Ternyata orang ini benar-benar pembunuh, tidak peduli dengan tujuan utama Unit Pemburu Vampir. Aku hanya bisa pasrah saja, mungkin ini takdirku mati sekarang.

SRING!

... Lho? Seharusnya aku sudah terbunuh sekarang. Kenapa tidak ada katana yang menancap di tubuhku? Aku juga merasa Rogue berhenti berlari dan menoleh ke belakang. Karena aku penasaran, aku ikut menoleh ke belakang juga untuk mengetahui apa yang terjadi.

Ternyata suara 'sring' tadi karena katana dan pedang putih saling terbentur dan menahan satu sama lain. Pemilik pedang putih tersebut adalah Emile!

"E... Emile? Kenapa kau ada di--"

"Kalian, larilah. Aku akan mengikuti kalian dari belakang", perintah Emile dengan meninggikan suara.

--Emile serius sekali.

Aku tidak pernah melihatnya seserius ini. Seperti ada sesuatu yang harus diselamatkannya. Atau... dia marah kepadaku karena aku meninggalkannya sendirian?

"Baiklah." Kepala Rogue kembali ke menghadap ke depan, lalu menuruti perintah Emile.

Masa' semudah itu meninggalkan Emile demi perintahnya saja? Padahal yang memiliki gelar paling tertinggi adalah Rogue. Karena tidak persetujuanku itu, aku memegang bahu Rogue dan kugoyangkan bahunya.

"Kenapa kau meninggalkannya? Dia itu temanku!"

Rogue membalas perkataanku lebih keras dariku. "Jika kau mengakui dia temanmu, seharusnya kau mempercayainya! Soal gelar leluhur itu tidak penting!"

Rogue tidak menunjukkan wajahnya. Mungkin sebenarnya dia juga tidak mau menuruti perintah Emile. Namun ini satu-satunya jalan terbaik.

Aku pun menundukkan kepala sambil merasa bersalah.

--Aku memang bodoh ya. Membiarkan orang lain menolongku. Aku tidak bisa melindungi diri sendiri. Apa aku cocok menjadi partner Emile? Aku saja tidak mempercayai setiap apa yang diucapkannya.

Emile dan si pengguna katana terhenti di tempat manusia itu nyaris membunuh kami, karena mereka masih berada di pertahanan mereka masing-masing.

"Hei, kau pakai cara apa, sampai lolos dari batas vampir?"

Emile hanya tersenyum tipis.

Itulah percakapan terakhir mereka yang kudengar. Dalam pandanganku, sosok mereka makin mengecil hingga tak terlihat lagi. Di kejauhan ini, aku hanya melihat cahaya matahari senja tertutup oleh gedung-gedung tinggi yang kami lewati di sepanjang gang kecil penuh dengan jalan lurus.

*****

"Lagi-lagi lolos ya, Itsuki?"

Si pemanah yang menyerang Alice dan Rogue pertamakali langsung menyodorkan kaleng minuman kepada rekannya yang dipanggil 'Itsuki'. Kebetulan tadi mereka berpapasan dengan mesin minuman dan akhirnya memutuskan istirahat sebentar di dekat sana.

Mereka telah menempuh hari yang melelahkan. Mereka berdua adalah anggota Unit Pemburu Vampir Tingkat III. Si pemanah pro bernama Sanada Yashiro, sedangkan si pengguna katana yang memiliki julukan 'Dewa Kematian' bernama Matsunaga Itsuki. Atas perintah ketua mereka, mereka harus memisahkan diri dari pasukan dan menangkap dua ekor vampir yang tersasar di gang kecil pertengahan utara. Namun misi itu gagal, digagalkan oleh vampir bernama Emile Clerid.

"Apaan sih? Hanya baru kali ini aku gagal tahu."

Itsuki langsung mengambil kaleng tersebut secara kasar. Beberapa saat setelah meminumnya hingga habis, ia memandang langit malam yang terbentang luas ditaburi beribuan binntang.

"Vampir tadi memang benar-benar kuat, beda dengan yang kuhadapi biasanya. Menurutku dia bukan vampir bangsawan dan juga bukan leluhur. Benar-benar aneh."

Yashiro ikut memandang langit malam, setelah menyamakan tempat berdirinya Itsuki.

"Vampir bangsawan tadi juga aneh. Dia malah berusaha kabur darimu bersama vampir perempuan. Padahal dari bangsawan, apa dia tidak tahu harga diri bangsawan?"

Setelah mereka mengatakan semua keluhan mereka sehabis bertarung, mereka terdiam dalam beberapa menit. Ada sesuatu yang janggal bagi mereka. Nama seseorang yang penting untuk umat manusia yang terus-terusan disebut oleh vampir bangsawan itu...

"Hei, Yashiro. Nama 'Alice' itu... bukannya ketua pernah menyebutnya?"

"Iya. Tapi apa ya?"

Mereka berpikir keras tentang nama 'Alice' selama beberapa menit. Percuma saja, tak ada satupun yang mereka ingat dari penjelasan panjang lebarnya Ketua Unit Pemburu Vampir Tingkat III.

"Lebih baik kita lapor ke ketua dulu", ucap Itsuki. Ia kembali menghadap lurus ke depan dengan menunjukkan keseriusannya terhadap misteri nama 'Alice'.