"Mala, ayo makan! Lapar nih," ajak Kama.
"Ayo."
"Tapi.."
"Tapi apa?"
"Jangan harap kita akan makan di restoran mewah. Aku biasanya cuma makan di warung nasi biasa. Mau kan?"
"Biasa aja kali, gak apa-apa kok."
"Yaudah, ayo berangkat."
Kama menarik tangan Mala.
Warung nasi langganan Kama lokasinya tidak jauh dari rumahnya tinggal. Di sana cukup ramai. Banyak masyarakat yang berbaur di warung tersebut. Ada yang makan, ada yang sekedar ngopi sambil berbincang-bincang ringan, suasana seperti itu cukup mengasyikkan bagi Kama.
Sesampainya di lokasi, mereka pun duduk bersebelahan di bangku kayu yang panjang. Tidak hanya mereka yang duduk di situ, ada beberapa pemuda dan pria paruh baya yang sedang makan siang juga.
"Pesan apa Mala?" tanya Kama.
"Kau pesan apa?"
"Aku biasanya telur sambal. Kesukaanku tuh."
"Yaudah, samain aja Kama."
"Bu, pesan makannya dua. Biasa ya," ucap Kama memberi instruksi kepada Ibu yang menjaga warung, tentunya si Ibu sudah paham betul apa pesanan Kama.
"Minumnya biasa juga?" tanya Ibu penjaga warung.
"Iya Bu, biasa."
Yang dimaksud biasa di sini adalah es teh. Siang-siang begini, di kala matahari sedang terik-teriknya, tentunya es teh adalah solusi. Ya, begitulah kehidupan Kama. Anak seorang konglomerat yang memilih hidup sederhana. Entah sampai kapan ia akan terus begini. Menjalani hari yang jauh dari kasih sayang keluarga. Ia berjuang seorang diri tanpa pernah mengandalkan kekayaan orang tuanya. Tentunya pilihan Kama sungguh berani. Padahal kalau dipikir-pikir, ia bisa dengan mudah menjalani hidup dengan melanjutkan bisnis orang tuanya. Tetapi tetap saja, ia tidak merasakan kebahagiaan dengan semua harta yang dimiliki oleh orang tuanya.
Kama dan Mala menikmati makan siangnya. Suasana cukup romantis, walau banyak orang yang berada di sekitar mereka. Namun, itu tidak menjadi masalah. Bukankah suasana romantis bisa hadir di mana saja dan kapan saja? Usai makan, mereka pun menikmati teh es sembari menikmati sebatang rokok.
"Surga dunia," ucap Kama. "Memangnya ada hal yang lebih membahagiakan selain menikmati rokok sehabis makan? Aku rasa ini kebahagiaan yang sangat sempurna."
Mala hanya cekikikan memperhatikan gelagat Kama. "Sungguh sederhana kebahagiaanmu, Kama," ucapnya dalam hati. Ia terus memperhatikan Kama. Menikmati dengan maksimal momen ketika bersama. Ia berpikir, terlalu banyak halangan dalam hubungan mereka. Momen seperti ini memang sungguh berharga. Tidak tahu bagaimana hari esok akan berjalan, bisa jadi momen seperti ini tidak bisa terulang lagi di lain waktu.