Waktu menunjukkan pukul 08:00, terdengar suara seseorang yang menggedor pintu dengan keras. Kama baru saja tidur beberapa jam, dan itu tentunya sangat mengganggu. Ia pun membuka pintu rumahnya.
"Bangun pemalas!"
"Mala? Kau tidak bekerja?"
"Sabtu dan minggu kami libur. Dua hari ini kita bisa menikmati waktu untuk bersama."
"Oo gitu. Ayo masuk dulu."
Kama menyiapkan dua gelas kopi panas untuk mereka berdua. Mereka duduk berdua di rumah sembari menikmati kopi panas di pagi hari.
"Kau tidur jam berapa? Kantong matamu terlihat dengan jelas," tanya Mala.
"Aku lupa, tetapi sudah cukup kok," jawab Kama sembari menyalakan rokoknya.
"Kama, aku mencintaimu," ucap Mala dengan begitu riang.
"Mengapa kau tampak begitu riang?"
"Bagaimana aku tidak riang, dua hari ini aku bisa menghabiskan waktu bersamamu."
"Lalu bagaimana dengan Ayahmu?"
"Hmm."
Mala tidak bisa menjawab.
"Sudah, tidak perlu kau jawab. Aku tidak ingin merusak suasana hatimu."
"Terima kasih, Kama."
"Oh iya, aku mandi dulu ya. Aku ingin membawamu ke suatu tempat."
Kama pun pergi mandi untuk membersihkan diri. Sembari menunggu Kama, Mala coba memperhatikan beberapa foto yang tampak terpajang di rumah Kama. Ia melihat foto-foto masa kecil Kama. Kama terlihat sangat polos di situ. Sampai akhirnya ia melihat foto keluarga Kama. Foto tersebut di letakkan tepat di samping laptopnya.
"Bagaimanapun sikap Kama ke keluarganya, ternyata ia benar-benar menyangi mereka," ucapnya.
Terlihat Kama telah selesai mandi, Mala pun menghampiri sembari membawa foto keluarga Kama.
"Ibumu terlihat sangat cantik, Ayahmu juga terlihat gagah."
"Ya, mungkin kau bisa melihatku. Diriku adalah cerminan dari mereka."
"Hmm, mulai nyombong deh. Padahal yang aku puji kan orang tuamu."
"Kau tidak perlu mengelak, aku tahu kalau aku tampan."
"Hmm, menyebalkan."
Kama pun tertawa melihat Mala.
"Apa kau tidak ada niatan untuk mengunjungi mereka? Kau merindukan mereka kan?" tanya Mala.
Tiba-tiba suasana berubah begitu saja. Kama yang tadinya tertawa, sekarang terlihat begitu dingin.
"Tentunya aku sangat merindukan mereka. Tetapi, ini bukan saatnya untuk membahas itu. Suatu saat aku akan mengenalkanmu pada mereka. Semoga saja," jawab Kama.
Kama pun mengenakan pakaiannya dan siap untuk menghabiskan waktu bersama Mala. Mala terus memperhatikan pria yang dicintainya itu. Ia begitu terpana. Ia berharap semoga semua ini tidak cepat berlalu.
"Apa yang kau lihat? Ayo pergi."
"Kita pergi kemana, Kama?"
"Sungai Lara. Di sana airnya sangat jernih, banyak bebatuannya juga. Aku biasa menenangkan diriku di sana ketika sedang suntuk. Tidak tahu entah kenapa, ketika melihat air mengalir, aku selalu merasa tenang. Ketika kau bingung mencariku, kau dapat menemukanku di sana. Banyak keluh kesah yang sudah kutuangkan di tempat itu."