Kama mematikan rokoknya yang sudah mau habis. Ia mengambil batang rokok yang baru dan kembali membakarnya, mereka pun pergi berjalan bersama. Dari Kantor Pajak menuju rumah Mala dapat ditempuh dengan waktu dua puluh menit berjalan kaki. Tentunya itu cukup mengulur waktu dan Kama senang dengan keadaan itu.
Sepanjang perjalanan, Mala lebih memilih untuk banyak diam. Selain merasa terancam, ia juga merasa kalau sikap Kama berlebihan kepadanya.
"Kau tahu? Aku bisa saja mati karenamu."
"Maksudmu?"
"Siapa yang tidak bisa mati karena cinta? Bisa jadi aku akan menembak kepalaku sendiri dengan pistol kalau sampai kehilangan dirimu."
"Kau benar-benar gila!" bentak Mala yang merasa kesal dengan segala sikap Kama yang menurutnya sangat berlebihan.
"Gila bagaimana? Bukankah dengan mengakhiri hidupku berarti aku telah mengabadikan cintaku kepadamu? Kau akan menjadi wanita terakhir yang kucintai!"
"Tetapi, bukan seperti itu caranya. Cinta bukan segalanya. Kau punya hidup yang tetap harus dilanjutkan."
"Apakah kali ini kau yang sedang mabuk Mala? Kau mulai melantur. Cinta segalanya bagiku. Tanpa cinta, semua kehidupan ini hanyalah beban. Sama seperti dirimu, jika kau tidak mencintai pekerjaanmu, kau akan membenci momen di mana kau harus melakukannya. Cinta sering kali membawa kita ke alam bawah sadar. Bahkan seorang pecundang pun bisa menjadi seorang bintang demi orang yang dicintainya. Cinta memiliki kekuatan magis, Mala."
"Bukankah cinta tidak selalu membawa kebahagiaan?"
"Tampaknya kau memang sedang mabuk. Kesedihan hadir karena keegoisanmu."
"Maksudmu?"
"Misal, kekasihmu selingkuh. Apa yang perlu kau sedihkan dari hal memuakkan itu? Kau menangis, meratapi nasibmu. Itu sungguh sia-sia! Itu semua terjadi karena keegoisanmu. Kau tetap mengharapkan bajingan yang telah mengkhianatimu, bukankah itu egois? Kau masih saja mengharapkan dirinya yang sudah tidak menginginkanmu. Kau hanya perlu melepaskannya dan menemukan cinta sejatimu. Tak perlu kau bersedih. Jadi, sebenarnya keegoisanmulah yang membuat dirimu tersiksa atas kejadian itu. Andai saja kau berlapang dada dan membuka hati untuk orang lain, kau akan baik-baik saja," ujar kama menjelaskan. "Tetapi satu hal yang perlu kau ketahui Mala. Aku sangat egois kepada diriku sendiri, bahkan kadang terhadap orang lain. Aku begitu menikmati momen bahagia dan sedih yang hadir dihidupku. Jangan pernah mencobanya, kau bisa gila."
Mala pun terdiam, suasana hening. Mereka tetap melanjutkan perjalanan.