'Apa yang terjadi? Apa aku mati?'
*Krrk*
'Suara apa itu? Apa itu suara aku sedang dikubur? Aku tidak mau mati, seseorang tolong!'
'Apakah aku masih menggerakan tubuhku? Ah aku bisa merasakan tanganku. Coba kubuka mataku.'
Langit-langit putih dengan cahaya redup adalah pemandangan saat membuka mata.
'Dimana ini?... Ah, aku ingat.'
Seorang wanita muda berseragam sma dengan beberapa luka memar kecil mencoba berdiri, namun sendi di lengannya terasa sakit saat mencoba mengangkat badannya.
*Krrk*
'Apa ini?'
Ada suara sesuatu yang retak terdengar, terlintas dipikiran itu kalau itu tulang sendinya retak, namun ternyata saat dia memeriksa di bawah punggungnya itu hanya cemilan kering yang diberikan temannya.
"Ah, ini hanya cemilan yang dia berikan... Tunggu aku disini bersamanya kan?"
'Seharusnya dia ada di sekitar sini.'
"Teddi!"
Mencoba berteriak tapi teriakannya seperti orang sakit sedang memanggil dokter dengan suara serak dan lemah saat penyakitnya kambuh, namun sang dokter mendengarnya.
"Mimpi apa kamu sampai menjeritkan namaku?"
Syukurlah, dia sudah sadar.
"Ah, sepertinya salah menghawatirkanmu."
Seorang lelaki yang sebaya dengannya sedang duduk menyandarkan punggungnya ke tembok dengan luka gores di pipi.
Dia Teddi.
"Apa kau tau apa yang terjadi?"
Teddi melontarkan pertanyaan sambil sedikit melirik pada lawan bicaranya dan gelengengan kepala adalah balasannya.
"Entahlah, kurasa ada malfungsi di kom... Tunggu apa ini?"
"Hitungan mundur ada di sudut matamu?"
"Kau juga melihatnya?"
"Kurasa itu hanya imajinasiku."
"Tidak mungkin, ini begitu nyata untuk sekedar hayalan belaka."
"Lalu apa ini?"
"Entahlah, di mataku menunjukan angka 23 ah sekarang 22, 21 itu tutrun setiap detiknya."
"Angkanya sama dengan miliku, yang terlintas di pikiranku bahwa ada bom waktu di dalam otakku, meski tidak masuk akal."
"Hey, bila itu benar mustahil menghentikannya dengan waktu setengah menit dan sudah pasti otak kita akan berceceran kalau itu terjadi."
"Viona, bisa bantu aku berdiri? Kakiku terkilir sepertinya."
"Ah mustahil, aku bahkan tidak bisa mengangkat badanku."
"Kurasa kita hanya hisa menunggu bom ini meledak."
"Sepuluh detik lagi, siapkan kepalamu."
"Ah."
10..
9..
8..
7..
6..
5..
"Lima detik lagi."
"Aku melihatnya."
4..
3..
"Kuharap ini bukan sesuatu yang buruk."
2..
1..
"Ini berakhir."
0..
Gane Start.
"Huh?"
Viona merespon dengan kerutan dahi.
MENGECEK ULANG PLAYER
STATUS ABNORMAL TERDETEKSI, MULAI OTOMATIS [FULL RECOVERY]
Teks muncul dihadapan Viona, entah apa itu namun sesuatu seperti asap putih tipis tiba-tiba mengelilingiku dan menyembuhkan semua luka di tubuhku. Lalu ada lagi teks yang muncul.
Welcome To The Next World!
Anda telah menjadi seorang player, anda telah mendapatkan titel 'Player', meningkatkan karisma, meningkatkan semua status sebesar 10 poin dan mendapatkan keahlian 'Status Bar' dan 'Inventory'.
Anda memiliki aliran mana yang jernih dan murni, anda mendapatkan titel 'Pure One', menurunkan penggunaan mana sebesar 25%, meningkatkan regenerasi mana sebesar 50%, meningkatkan jumlah batasan mp sebesar 25%, mendapatkan kehlian 'Pure Magician'.
Viona mulai mengangkat tubuhnya dan sekarang berhasil, dan selanjutnya ia duduk dan memerhatikan tulisannya, kemanapun mata memandang tulisan ini terus mengikuti, itu seperti tulisan-tulisan di kamera digital yang terus tetap disitu meski kamera digerakan ke mana-mana.
Disisi lain Teddi melihat sesuatu yang sama.
"Hei, ini tidak mungkin kan? Apa ini memang bukan mimpi?"
Teddi mempertanyakan sesuatu yang entah kesiapa dia melontarkannya. Namun wajahnya tidak terlihat seperti orang bingung, tanpa kerutan di dahi, tanpa gertakan gigi, tanpa ada yang berubah di wajahnya, ekspresi poker face tidak bisa hilang dari Teddi.
"Ada kalimat yang muncul apa artinya ini?"
"Ini adalah sistem yang seharusnya ada di game yang seharusnya kita mainkan."
"Huh, game?"
Apa game, itu artinya kita sedang berada di dalam game? Mustahil, ini masih di rumah Teddi. Bagaimana bisa memakai kekuatan ini di dunia seperti ini?
"Status"
Viona berucap status karena penasaran dengan apa yang dia bayangkan mungkin terjadi, dan itu menjadi nyata. Tabel transparan dengan teks biru neon muncul dihadapannya.
Status
Nama : Viona Chayliel
Ras : Humanoid - Manusia
Kelas : -
Level : 0
Titel : Pure One, Player.
Keahlian : Pure Magic, Status Bar, Inventory.
HP : 25
MP : 22
SP : 4
Fisik : 9
Vitalitas : 4
Stamina : 2
Agilitas : 7
Intelijen : 11
Mental : 6
"Teddi, aku dapat melihat statusku, dan ada titel unik yang kudapatkan."
"Kau mulai terbiasa rupanya, yah aku juga sama."
"Aku mendapatkan 'Player' dan 'Pure One', kurasa kau juga dapat titel 'Player' dan satu lagi titel 'Pure One', itu meningkatkan berbagai kemampuan mengenai MP. Lalu apa yang kau tertulis disitu?"
"Aku dapat titel 'Player' dan satu lagi bertuliskan 'Golden Spons' itu artinya sendok emas, kurasa ini sebutan untuk orang yang sangat beruntung sejak dilahirkan, ini meningkatkan karisma, kecepatan peningkatan level dan keahlian, satu lagi semua poin status sebanyak lima ditambah satu per levelnya."
"Apakah ini memang sistem dari game memberikan titel unik di awal permainan?"
Teddi menjawabnya dengan anggukan kepala, lalu dia pun berdiri memandang keluar ke arah jendela. Hari sudah senja, cahaya matahari saat sunset itu mungkin telah menarik pandangan Teddi. Namun bukan itu yang dia cari.
"Kurasa kita akan memulai petualangan yang panjang."
Pernyataan Teddi membuat Viona bingung, tidak mungkin dia mengucapkan sesuatu hal yang romantis seperti itu. Dia orang yang tak mungkin peka ataupun puitis, Viona mengenal dirinya lebih dari siapapun.
Viona mulai berdiri dan mendekati Teddi yang sedang memandang keluar dan ikut memandangi keluar jendela. Pupil membesar saat matanya melihat kearah luar sana.
"Apa itu?"
"Kurasa kita telah masuk kedalam permainan ini."
Diluar jendela itu terlihat banyak bangunan dari abad pertengahan tua yang sudah tidak terawat, lumut banyak tumbuh, beberapa bangunan roboh dan rusak. Suasana sekitar yang sedikit mencekam karena disini terlihat seperti kota mati.
"Aku tidak tau caranya untuk kembali. Maaf Viona, kamu jadi ikut terlibat."
Teddi mengucapkan permintaan maafnya kepada Viona, namun wajahnya seperti orang yang tak bersalah.
"Ahaha, kamu lucu sekali ya."
Tawa kecil keluar dari mulut Viona.
"Aku tak keberatan, karena entah mengapa aku juga tidak mau kamu pergi."
Wajah Viona sedikit memerah.
"Kamu masih sama seperti dulu."
"Dan ku harap kamu bisa menjadi seperti dulu."
Cahaya senja mulai tertelan di ujung cakrawala, namun kehangatannya masih dapat terasa. Dunia yang sebelumnya sudah tidak ada lagi, lalu seperti apa petualangan yang menanti di dunia selanjutnya ini?
"Kurasa aku harus menyiapkan makan, untuk sementara jangan gunakan wc dulu, aku tidak tau pembuangannya berjalan lancar atau tidak."
"Akan ku bantu."
"Tapi jangan habiskan bangak bahan, untuk makanan yang lebih awet siapkan untuk kedepannya."
"Baik."
***
Hari ketiga, mereka cepat beradaptasi di dunia baru ini. Viona membersihkan barang-barang dan memasak sambil menggunakan celemek putih yang entah mengapa Teddi memiliknya, sedangkan Teddi berdiam diri di ruangan pribadinya.
Meski begitu Viona hanya sedikit merasa kesal, bukan masalah memasak atau bebersih, tapi Teddi hanya keluar ruangan saat buang air saja, bahkan dia tidak pergi untuk tidur, yang membuat Viona harus mengantar makanan ke kamarnya dan mengambil piring sebelumnya.
"Huuh, aku hanya mengarakan akan membantu, tetapi bukan menjadi babu."
Viona berbaring di sofa panjang dan memandang ke arah TV yang tidak bisa dinyalakan, seluruh peralatan elektronik mati total, termasuk jam tangan atau handphone.
Viona merenungkan kejadian ini, dia telah meninggalkan kehidupan sebelumnya yang berarti tak akan bertemu lagi dengan ayahnya, namun dia tidak terlalu menyesalinya.
Kedua orang tuanya bercerai dan dia hidup dengan ayahnya, meskipun penghasilan ayahnya cukup banyak, namun ayahnya tidak nempedulikannya karena wajah anaknya yang mirip dengan wajah ibunya. Sedangkan ibunya menikah lagi dan tidak mengakui Viona sebagai anaknya.
Tetapi disini dia bersama Teddi, ada kenangan khusus saat kedua orang tuanya bercerai dan pindah ke rumah baru saat dia masih kecil dulu, dia duduk di ayunan sendiri, meski pisah dengan ibunya ia tidak terlalu memikirkannya karena dia tidak mengerti dan tidak menerima kasih sayang penuh dari orang tuanya, dan saat itu ia bertemu Teddi.
Teddi tiba tiba mengayunkan ayunan yang didudukinya, Viona memalingkan wajahnya dan melihat anak sebaya tersenyum kearahnya sambil menayunkan ayunan.
"Hai."
"Ah, ha-hai juga."
Viona sedikit canggung didekatnya, namun lama kelamaan dia hanyut dalam pembicaraan bersama Teddi.
"Um, aku belum menyebut namak yah, namaku Teddi, Teddi Zimmerman."
"Aku Viona Chayliel."
Disana ia pertama kali bisa tersenyum dan tertawa lepas.
Viona merindukan masa-masa itu. Ia memandang foto keluarga Teddi yang ada di dekat TV, dan didalamnya ada sosok Teddi yang dulu ia kenal.
"Andai saja kejadian itu tidak terjadi."
"Huh?"
"Uwaa!"
*bruk*
Viona kaget saat Teddi tiba-tiba ada di dekatnya sampai ia terjatuh dari sofa karena kehilangan keseimbangan.
"Itu pasti sakit."
"Uuu, ngagetin aja."
Viona bangkit dan mengalihkan pandangannga ke arah Teddi.
"Apa yang tadi kamu bilang."
"Nggak bukan apa-apa, gk usah dipikirin!"
"Terserah, ini hasil yang aku teliti."
Teddi melangkah dan duduk di sofa disampingku dan membeberkan kertas binder di meja.
Dasar-dasar dunia ini sama seperti game 'Yggdrasil Revival' yang telah ku kembangkan, ini seperti bermain game VR yang seharusnya saat ini sedang dikembangkan.
Skill sihir dapat diperoleh dengan membayangkan sihir apa yang akan diciptakan dengan menggunakan bahasa inggris.
Setiap penggunaan sihir mengurangi mana tergantung kuantitas dan kualitas sihir yang diciptakan.
Saat terlalu babyak menggunakan mana pengguna akan kehilangan kesadaran dan pingsan sampai mana sedikit pulih.
Pengguanaan skill secara terus menerus dapat meningkatkan level skill.
Dunia luar mungkin berisi banyak monster, ras cerdas selain manusia, kerajaan abad pertengahaan, dll seperti apa yang ada di dalam game.
Status dapat ditingkatkan dengan kegiatan yang berhubungan, seperti olahraga, belajar, dll
Kelas dapat dipelajari tergantung pada kelas aapa yang ingin diambil, seperti swordman harus berlatih pedang, atau magician dengan melatih sihir terus menerus. Kelas juga dapat dipelajari dengan meminta seseorang mengajarkannya, atau mungkin ada hal khusus.
Kegiatan, kejadian, atau pengalaman dapat memicu sistem untuk mendapatkan titel.
Mungkin ada beberapa hal yang berbeda dari yang ada dalam game.
Dunia sekarang ini memiliki akal sehat yang berbeda dari dunia sebelumnya.
H-3
Data-data dibaca oleh Viona.
"Dari mana kamu tau kita masuk ke dunia yang sama dengan di game?"
"Beberapa burung disini mirip dengan apa yang ku desain di game, reruntuhan sekitar juga mirip dengan abad pertengahan."
"Kita emang bener-bener bisa pake sihir?"
"Fire Ball!"
Api muncul di tangan Teddi.
"Menakjubkan! Mungkin kita bisa melindungi diri dari monster di luar sana."
"Kita akan memburunya."
"Ehh, mu-mungkin itu agak sulit."
"Maka dari itu latihan."
"Tolong jangan terlalu jahat."
"Aku sudah mempersiapkan programnya."
"..."
Teddi membuka bindernya dan melepaskan kertas berisi program latihan.
-Lari 50 kali keliling rumah.
-Push Up, Sit Up, Bending, dan Back Up masing-masing 10 set (1 set = 10 kali).
-Sprint 100 meter 4 kali.
-Lari Zig-zag 30 meter 4 kali.
-Latihan sihir Fire Ball selama 1 jam.
-Latihan memukul pohon 1000 pukulan.
"Uhuk"
'Sudah kuduga, latihan neraka dimulai.'
Viona adalah orang yang paling mengenal Teddi, Teddi pasti akan melakukan hal ekstrim untuk mencapai tujuan dan sekarang Viona terseret kedalamnya.
*gulp*
Viona menelan ludah.
"Bacalah juga buku-buku pengetahuan umum sekali-kali, setelah seminggu kedepan kita akan mencoba berburu kehutan."
"Eh, bukannya itu terlalu cepat."
"Makanan akan habis dalam 9 hari bila kita mencukup-cukupkannya, kita juga tidak tau mana tumbuhan yang beracun atau tidak di dunia ini."
"..."
"Aku takan berbagi hasil buruan bila kau tidak ikut, seharusnya banyak hewan yang bisa kita buru di sini. Namun mereka mungkin agak berbahaya, jadi persiapkan diri agar tidak mati."
"..."
Viona tau Teddi bukan orang yang hanya menggertak, dia tidak akan berkata bohong. kedisiplinan tinggi namun apatis membuatnya memiliki jiwa diktaktor. Dulu saat dia menjadi ketua kelompok belajar di kelasnya, dia membuat semua anggotanya menjadi budak. Itu terjadi saat tugas membuat kerajinan tempat tisu.
"Latihan mulai besok, sekarang biar aku yang memasak."
Teddi memberikan kertas tadi kepada Viona, lalu berjalan ke arah dapur. Dia mulai mengambil bahan makanan, namun banyak sekali bahan makanan yang dia ambil.
Teddi tidak berencana untuk menghemat makanan.