Chereads / Past, Present and Future / Chapter 4 - What are We?

Chapter 4 - What are We?

Tinggal sebulan lagi sebelum hari-H ujian praktek kelulusanku, aku harus latihan lebih intense demi memberikan hasil yang terbaik karena aku tidak mau gagal dan harus mengulang ujianku. Setelah menghabiskan sandwichku, aku bergegas mandi dan bersiap menuju ke kampus. Hari ini aku menggunakan blouse berwarna ungu pastel dan legging berwarna hitam, tanpa make-up sedikitpun karena aku tak suka berkeringat disaat mukaku menggunakan make-up, aku takkan membiarkan pori-poriku tak bisa bernapas dan tersumbat karena make-up. Setelah menggunakan sepatu kets kesayanganku, akupun mengambil tas dan kunci mobil. Hanya memakan waktu 10 menit dan aku telah tiba di kampus.

Aku berlatih dan terus berlatih dengan fokus hingga jam makan siang tiba. Ohya, aku tidak berlatih sendiri disini, aku juga bersama teman-temanku yang juga sudah memenuhi syarat untuk ikut ujian akhir, dan diantaranya ada kedua sahabatku yang sudah berteman denganku semenjak hari pertama kami masuk kuliah, mereka adalah Tiara dan Stephanie. Tiara berasal dari Indonesia sama sepertiku, sedangkan Stephanie berasal dari Canada. Kami sangat klop sejak awal kami bertemu dan sejak saat itu kami selalu bersama.

"guys, let's take a break for now, I'm starving and can't even dance anymore", kataku kepada Tiara dan Stephanie.

"leggooo", kata Tiara disusul dengan Stephanie yang juga menyetujuinya, "sure, I'm craving for sushi since last night", dan aku menambahkan "a good idea to have sushi for today's lunch!", akhirnya kami semua menuju ke cafetaria di kampus kami. Hari ini cafetaria tidak terlalu ramai, karna memang saat weekend, kampus tidak seramai hari biasa. Kamipun duduk di area taman dan menyantap sushi kami sembari menyejukkan hawa tubuh kami kembali. Tiba-tiba aku teringat kejadian tadi pagi di apartmentku dan mendadak pipiku menjadi panas, nampaknya kedua sahabatku menyadarinya.

"kenapa Cys?", (mereka memang memanggilku Cys, karena menurut mereka Crystal terlalu rumit) tanya Tiara kepadaku. "mm, nope, I'm okay", jawabku dalam bahasa Inggris untuk menghargai Stephanie yang tidak mengerti bahasa Indonesia satu patah katapun. Stephanie kini yang bertanya kepadaku, "What's inside your mind? You're not going to hide it from us right? We know you Cys, there must be something", selidiknya. Merasa menyerah secepat itu dan aku rasa tak ada gunanya juga menyembunyikan dari mereka, akupun menceritakan semuanya kepada mereka, se-detail yang kumampu dan kuingat. Respon mereka berdua hampir sama, mereka bilang bahwa mereka sudah menduga hal ini pasti akan terjadi suatu hari nanti, dan sekaranglah ternyata waktunya. Aku bingung maksud mereka, dan Tiara kembali menegaskan perkataannya untuk menyadarkanku, "There's no girl-guy friendship in my dictionary, and I guess you too, soon", dan Stephanie menunjukkan ekspresi yang menyampaikan bahwa dia sangat setuju dengan omongan Tiara. Aku memilih untuk tidak membahasnya lagi lebih lanjut, dan kamipun melanjutkan latihan kami hingga pukul 5 sore. Seusai latihan kami pulang ke apartment kami masing-masing.

--

(Apartment)

Aku masuk ke apartment dan memutuskan untuk beristirahat sejenak, aku mengambil handphoneku dan menemukan 3 pesan dari El. Aku sedikit deg-degan tanpa alasan yang jelas, mungkin karena aku masih kepikiran dengan kejadian tadi pagi, batinku. Akupun akhirnya membuka pesan dari El.

đź“© kamu dimana?

đź“© naik mobil sendiri atau bus?

đź“© mau kujemput?

God. Ini bukan yang pertama kalinya, tapi mengapa kali ini aku merasa aneh? Akupun mencoba untuk biasa saja dan mengenyahkan semua pikiran-pikiran yang hanya akan semakin membebaniku.

"inhale, exhale, inhale, exhale, fiuhhhh", kulakukan agar aku bisa lebih relax. Akupun membalas pesan El.

✉ aku sudah di apartment

Tak lama kemudian El membalas:

đź“© jam 7 malam nanti kita makan di restoran yang sudah ku booking, jam stgh 7 kita jalan dari sini, oke?

Dalam hati aku bertanya-tanya, booking? What day is today? Apakah ada sesuatu yang spesial yang aku lupa? Ulang tahunku? Bukan. Ulang tahunnya? Bukan juga. Aahhh sudahlah, aku segera beranjak untuk mandi dan bersiap-siap. Tak tahu mengapa tanpa disadari lemariku kubongkar demi mencari baju yang jarang kupakai selama disini. Tiba-tiba teringat bahwa aku belum sempat membalas pesan dari El, segera aku mengambil HP ku dan bertepatan dengan itu El ternyata menelponku. Deg.

"halo?", jawabku.

"kok chatku ga dibales?", tanyanya.

"iya, ini baru mau bales", kataku.

"gausah, kan sekarang lagi telponan", katanya sambil tertawa.

"iih, yaudah ah aku mau siap-siap dulu, byee", kataku sambil menutup teleponnya sebelum El sempat menjawab lagi. 15 menit kemudian aku sudah siap dan memutuskan untuk pergi ke apartment El.

(Apartment El)

Aku memencet bel dan tidak memilih untuk asal masuk walaupun aku tahu passwordnya. Karena aku tiba-tiba saja datang tanpa memberitahu dia terlebih dahulu. Tak lama kemudian pintu dibuka.

"tumben kamu nyamperin aku duluan? harusnya tunggu aja nanti aku yang kesitu", kata El sedikit bingung.

"gapapa, bosen kamu terus yang ke apartku, lagian aku mau nanya sesuatu dan udah ga tahan", kataku sambil masuk ke dalam melewati El.

"iyaa, kenapa? duduk sini", jawabnya sambil menggiringku ke sofa.

"emang malem ini ada apa? kok sampe booking restoran segala? terus kenapa mendadak?", tanyaku bertubi-tubi.

"ngga mendadak, udah dari bulan lalu kok bookingnya", kata El datar.

"hah?! bulan lalu? ngapain sih kamu?", "ohh aku tau, pasti ini booking buat kamu sama gebetan kamu kan? tapi ternyata kamu ditolak duluan, terus udah gabisa di cancel lagi, iya kan? ngakuu!", lanjutku.

"sok tau, aku ga punya gebetan dan alasanku booking dari bulan lalu karena memang restoran ini full booked terus, ga gampang bisa dapet reservation disini, kamu beruntung", katanya sambil lagi-lagi mencapit hidungku.

"iihh nanti make-upku rusak", rengekku. "Terus kenapa dong? Emang hari ini ada apa?", tanyaku lagi kepada El. "Gapapa cantik, emangnya gaboleh? Yaa hitung-hitung kita bersenang-senang sebelum kamu ujian, udah yuk berangkat?", katanya sambil beranjak dari sofa dan mengambil kunci mobil. Lagi-lagi aku merasakan bahwa ini semua tidak beres, aku mengedip-ngedipkan mataku beberapa kali sebelum akhirnya menyusul El menuju pintu dan keluar dari apartment.

(Di mobil)

Suasana hening sejenak, akupun memutuskan untuk menyetel radio di mobil, secara random aku memilih siaran dan berhenti di siaran radio yang memutarkan lagu-lagu yang cukup terkenal. Suasana di mobil agak sedikit mencair seiring lagu-lagu diputarkan lewat radio. Sampai akhirnya lagu Camila Cabello yang berjudul "Consequences" berputar.

"hmm, pas banget lagunya", gumam El seperti berbicara pada dirinya sendiri. Aku yang mendengar dan menyadarinya memilih untuk menyibukkan diri dengan HP ku walaupun sebenarnya aku bertanya-tanya dalam hati. Dari ekor mataku aku bisa melihat bahwa El menoleh ke arahku dan melihatku, secara reflek aku menengok dan melihat ke arahnya juga, dan saat itu El hanya melemparkan senyum tipisnya, aku segera memalingkan wajahku kembali ke depan dan berharap kami segera tiba di tempat yang El maksud.

(Di Restoran)

Setelah menghabiskan waktu selama kurang lebih 30 menit di perjalanan, akhirnya kami tiba di restoran yang sudah dibooking oleh El. Kini aku paham mengapa mendapatkan reservasi ditempat ini tidaklah mudah, lihat saja betapa penuhnya tempat ini, hampir semua meja sudah terisi oleh para tamu yang rata-rata datang bersama dengan pasangannya. Tunggu, pasangan? Aku yang datang dengan El kesini mendadak merasa sedikit canggung.

"yuk?", ajak El sembari memberikan sinyal gestur kepadaku untuk menggandeng lengannya. Melihat pelayan yang sudah membuka pintu dan menyambut kami, aku segera menggandeng lengan El dan melangkah masuk ke dalam, karena sikap itulah yang kurasa paling tepat untuk ditempat seperti ini. Pelayanpun mengantar kami ke lantai 3, lantai paling atas dari restoran ini yaitu di bagian rooftop. Begitu sampai disana, aku sangat terkesima dan takjub karena tempat ini begitu indah dan romantis. Lilin-lilin yang memenuhi kolam teratai memberikan cahaya temaram dan mempercantik pemandangan di tempat ini. Pertunjukkan orkestra juga melengkapi suasana dengan memanjakan telinga para tamu dengan lagu-lagu klasik romantis yang menemani para pengunjung sepanjang mereka menyantap hidangannya masing-masing.

"bagus kan tempatnya? kamu suka?", tanya El yang membuyarkan pikiranku saat itu juga.

"hmm, suka. Tapi kenapa aku harus datang kesini sama kamu sih? Aku kan maunya sama pacar aku nanti", rengekku sambil bercanda.

"kamu kan belum punya pacar, jadi kesininya sama aku aja dulu yaa", katanya sembari menarik kursi untukku.

"yes, Sir!", jawabku sambil mengambil posisi duduk dan meletakkan tas tanganku dipangkuan.

Aku berusaha sekuat tenaga menganggap bahwa ini semua adalah hal yang biasa, aku makan malam dengan sahabatku sejak kecil, karena dia tahu aku menyukai tempat dan suasana seperti ini dan kami melakukan ini demi aku bisa bersenang-senang sebelum aku stress menjelang ujian akhir. Benar.

Makanan demi makanan pun dihidangkan, dan kuakui semuanya benar-benar lezat, sampai-sampai aku selalu memejamkan mata di setiap gigitan makananku, El hanya tertawa melihat tingkahku. Dan saat itu pelayan menghampiri meja kami untuk menyajikan dessert, yumm, blackforest nampaknya. Setelah kulahap, ternyata bagian yang kupikir cream biasa pada umumnya adalah es krim vanila lembut yang benar-benar membuat blackforest ini beda dari yang lain. Aku sukaa! Tiba-tiba saja El menarik blackforest yang ada dihadapanku.

"fokus sama aku sebentar bisa? jangan makan mulu nanti gendut, baju pentas untuk ujian akhir ga muat gajadi ujian deh", kata El dan aku sebal mendengarnya. "Kan kamu yang ngajak kesini, lagian aku susah gendut kok!", jawabku sambil menarik kembali blackforestku dari tangannya.

"Crystal..", panggilnya lembut.

"hmmm", sautku sambil tetap menikmati dessertku. Tak ada jawaban lagi. Akupun berhenti makan dan melihat El yang ada dihadapanku. Wajahnya nampak serius namun tetap ramah. "Kenapa?", tanyaku sekali lagi. "Aku tunggu kamu habisin dessertnya ajaa", katanya sambil tersenyum. Di detik itu juga seketika aku baru menyadari betapa menawannya wajah El yang selama ini kukenal. Rambut hitamnya yang lebat dan sedikit dinaikkan keatas, alis tebal dan mata coklat gelap yang indah, hidung yang cukup mancung, pipi yang sedikit tirus hingga menonjolkan tulang dagunya terlihat sedikit lebih sempurna dari biasanya. Lagi-lagi jantungku berdebar tak karuan. Aku yang tak tahan dengan semua ini mendorong maju blackforestku dan memutuskan untuk berbicara serius dengannya.

"Aku sudah kenyang, sekarang katakan ada apa", pintaku tegas. Melihat keseriusan dari diriku tiba-tiba, El sedikit bingung namun tetap bisa mengatasi suasana.

"Kamu cuma cukup dengerin aku aja. Aku ga butuh respon apa-apa tapi aku pengen kamu dengerin baik-baik semua perkataanku". Hening sejenak, hanya alunan biola dan piano yang mengalun lembut mengisi keheningan. Lalu El melanjutkan, "aku dan kamu sudah sama-sama saling mengenal. Dari sejak kamu dan aku belum bisa berjalan dengan sempurna, kita sudah saling mengenal, bermain, belajar dan bahkan liburan keluarga bersama. Kedua orangtua kita juga sudah sangat mengenal baik. Bahkan orangtuamu sangat mempercayakanmu padaku. Hampir setiap hari kita lewati hari bersama, bagiku, satu hari tidak denganmu rasanya aneh. Aku selalu ingin mencarimu dan melihat wajahmu, mendengar celotehanmu, tanpa alasan yang jelas. Aku merasa nyaman di dekatmu, tak ada satupun yang kurahasiakan di hadapanmu dan aku tau persis, kamupun juga begitu". Aku mendengarkannya dan tanpa disadari aku menahan napas. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku sayang sekali denganmu, dan aku yakin kau tahu itu. Dan akupun tahu kamu juga menyayangiku sama seperti aku menyayangimu". Aku mengangguk setuju tanpa memotong pembicaraannya sedikitpun, menunggunya melanjutkan berbicara. "Satu pertanyaan yang kupendam selama ini, mau sampai kapan kita akan terus seperti ini?", tanya Elvano serius. Hal yang paling aku hindari selama ini benar-benar terjadi saat ini dihadapanku, detik ini juga, dan aku benar-benar tidak tahu harus berkata atau bertindak apa. Disaat aku berkecamuk dengan pikiranku sendiri, El menggenggam tanganku lembut. Sontak aku kaget dan menarik tanganku dari genggamannya. El cukup kaget atas reaksiku dan, "maaf", katanya. "Aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman", katanya padaku. Setelah menarik nafas panjang, aku akhirnya bersuara, "jadi inikah alasan kamu bersikap aneh sejak tadi pagi?". "El, memangnya kita ini apa sih?", tanyaku serius. Tak disangka El menjawab, "justru itu yang ingin aku pertanyakan malam ini juga kepadamu". Tanpa berpikir panjang, diriku yang belum siap ini menjawab, "kita sahabat kan? kamu bahkan sudah seperti saudaraku sendiri dan kau tahu itu. Kita saling menyayangi tapi harusnya kau tahu rasa sayang seperti apa yang terjalin diantara kita selama ini. Aku belum siap kalau harus menerima kenyataan bahwa selama ini kamu mengartikannya berbeda, maaf, aku mau pulang", tutupku sambil beranjak dari meja dan segera turun ke lantai dasar. Tak lama kemudian El mengejarku dan menarik tanganku, "maafkan aku.. tapi aku antar kamu pulang, ini sudah malam aku tak mau kamu pulang sendiri". El tetap memegang tanganku dan aku hanya pasrah mengikutinya ke mobil, karena aku memang tidak pernah mau pulang sendiri di malam hari sebenarnya, dan kupikir ini keputusan terbaik dibanding aku harus pulang sendiri dalam keadaan seperti ini.

(Di mobil)

Suasana jauh lebih canggung dari sebelumnya. Aku hanya memejamkan mata dan tidak berkata sepatah katapun, begitu juga dengan El. Selama perjalanan aku tenggelam dalam pikiranku yang runyam, logika dan hatiku seperti berperang di dalam diriku sendiri. Aku mempertanyakan diriku sendiri apakah aku juga sebenarnya merasakan hal yang sama seperti apa yang El ternyata selama ini rasakan terhadapku? Atau tidak? Yang pasti saat ini aku belum siap menerima semuanya, aku hanya ingin aku dan El kembali seperti aku dan El yang dulu. Itu saja.