Chereads / Ring Pendant / Chapter 1 - Ring Pendant

Ring Pendant

🇮🇩FnA
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Ring Pendant

Aku tahu ini salah, aku tidak ingin kau terluka dan aku tidak ingin kau menderita karenaku, aku tidak bisa mempermainkan hatimu hingga saat ini.

"Maafkan aku..." di sana aku hanya bisa menangis tanpa berani menatap matamu. Hujan semakin deras membasahi pakaianku, aku hanya bisa terduduk lemas atas semua yang baru saja aku katakan. Terasa genggaman dari kedua tanganmu seakan kau memintaku untuk berdiri, samar-samar aku mencoba menatap wajahmu. Terlihat senyuman di bibirmu seakan mencoba untuk menghiburku, kenapa kau selalu seperti itu? Kenapa kau tidak kecewa? Kenapa kau tidak marah?

"Jadilah wanita yang kuat, itu adalah pilihanmu... Kau di sini bebas dan tidak ada yang menahanmu, tapi ingat akan satu hal dan mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya aku menatapmu... Kau tidak boleh menangis jika aku berada di dekatmu" ucapnya dengan lembut. Kenapa harus ada pernikahan jika ada yang harus tersakiti? Kenapa pernikahan harus ada pilihan? Apakah alasan perbedaan? Apakah alasan kesetaraan? Apakah sebuah cinta seberat itu? Kenapa aku tidak diperbolehkan untuk memilih siapa yang harus bersanding denganku? Aku tidak suka seperti ini.

Hanya waktu yang akan menjawab? Omong kosong, aku tidak percaya dengan semua itu, aku tidak tahu siapa yang dekat denganku, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan dan aku juga tidak tahu apakah kau mencintaiku atau tidak. Kenapa harus dibuat peraturan seperti ini? Apakah aku ini binatang yang harus dijodohkan tanpa aku bisa melihat seluk beluk pasanganku nantinya?

Ini sangat bodoh, aku tahu jika aku menolak itu semua aku akan berdosa dan akan membuat kedua orang tuaku kecewa tapi, aku akan melakukannya dan melihat siapa yang berdosa di antara kami, orang tua yang akan melihat anaknya menderita nantinya karena pilihan mereka yang hanya menggunakan mata. Biarkan aku terluka karena dosa mereka, biarkan aku menangis karena tawa mereka, hingga semua terjawab sudah dengan kegagalanku. Aku sangat kecewa dengan kedua orang tuaku dan aku tidak bisa menyembunyikan semuanya dari mereka, aku sedih saat ini namun aku harus kuat dan ingat karena beberapa bulan lagi aku akan melahirkan anak pertamaku 2 bulan lagi.

"Aku bodoh..." batinku. Mengingat semua kesalahanku dulu, saat ini aku berada di dalam kafe mencoba untuk menenangkan diriku dan sedikit menjauh dari orang tuaku.

"Boleh aku duduk?" ucap seseorang dan aku tidak peduli, seketika aku terkejut dan terdiam setelah melihatnya. Aku sangat senang melihatnya kembali namun aku kecewa karena sudah menyiakannya dulu, terlihat senyuman yang lagi-lagi diberikannya padaku, kenapa kau ada di sini?

"Bo-boleh..."

"Sudah berapa bulan?" tanyanya sembari melirik ke arah perutku "7 bulan..." jawabku.

"Wah! Tinggal beberapa bulan lagi ya, selamat ya!" serunya. Kenapa kau senang sekali? "Kenapa kau tertawa?" tanyaku "Em? Kenapa ya?"

Aku sudah menghancurkan hatimu dulu tapi, kenapa kau sangat senang setelah mendengar jawaban dariku tadi? Dan, kenapa kau ada di sini? Tuhan, apakah ini salah satu dari permainanmu?

"Karena, sebentar lagi aku akan menjadi ayah..." jawabnya. Apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau mengatakan seperti itu? Aku hanya bisa menatap kedua matanya, sebuah senyuman tipis pun diberikannya sekali lagi.

"Ke-kenapa?" tanyaku lagi "Aku sudah meminta kepada kedua orang tuamu dan mereka setuju... Maafkan aku karena aku sudah ter…"

"Kenapa kau masih mencariku?!" tanyaku kesal "Aku sudah menyakitimu, aku sudah membuangmu, aku sudah mengecewakanmu, aku sudah mengkhianati perasaanmu dan... Aku sudah seperti ini bukan karenamu... Kenapa kau masih mencariku? Kenapa?" pada akhirnya air mataku pun pecah di hadapanmu. Aku hanya bisa menangis tanpa memperdulikan para pengunjung yang tengah memperhatikan kami, aku tidak kuat dengan ini semua, apakah aku bersalah saat ini?

"Karena, kau sudah mau menungguku..." jawabnya. Aku hanya terdiam dan kembali menatap kedua matanya, sebuah tangan diulurkannya ke arahku untuk menyentuh pipiku dan menghapus air mataku.

"Aku sudah pernah bilang padamu dulu bukan, jangan menangis di hadapanku..." ucapnya. Kau sangat bodoh, kau sangat aneh dan, kau adalah pria yang sangat baik.

"Maaf..." aku hanya bisa tertunduk malu tanpa berani memperhatikannya "Em? Apakah puding ini tidak di makan?" tanyanya. Aku hanya memperhatikannya memainkan puding pesananku "Puding ini akan menangis jika tidak ada yang memakannya, apa kau setega itu pada puding ini?" tanyanya. Pertanyaan yang sangat aneh, kau memang seperti itu, aku tahu kau hanya ingin menghiburku dan itu berhasil.

Mungkin di sini tidak ada yang salah, hanya ada kepercayaan dan perasaan yang dapat menguatkan hati kami, sejauh apa pun kau berada, kau akan tetap berada di dekatku, sesedih apa pun yang aku rasakan, kau akan siap untuk menghiburku. Hanya tinggal dirimu saja, apa kau sudah siap untuk menunggu dan merentangkan tanganmu untuk menyambutku? "Aku memiliki sesuatu" sebuah kotak berwarna hitam disodorkannya padaku.

"Bukalah" pintanya. Aku pun menerimanya dan membukanya, sebuah cincin berwarna perak dan warna hitam di sisi lainnya. Di sana aku hanya bisa terdiam terkejut melihatnya, air mataku kembali mengalir walaupun aku berusaha untuk menahannya agar kau tidak kecewa padaku, tangannya pun diulurkannya kembali untuk membantuku memasang cincin di jari manis kiriku "Apa kau suka?" Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengangguk, aku mendekap kedua tanganku di depan dadaku dan menatapnya.

"Aku juga punya tapi, maaf aku tidak bisa menggunakannya di jariku karena ini terlalu kecil jadi... Aku membuatnya menjadi kalung, apa kau tidak keberatan?" tanyanya padaku. Memang sangat aneh jika kau menggunakan cincin namun dibuat seperti kalung, tapi aku tidak peduli. Kali ini aku sudah menemukanmu, sesuatu yang sudah hilang akhirnya kembali, aku tidak peduli ini permainan siapa, aku harus menikmati hidupku untuk kali ini dan untuk generasi yang selanjutnya. Aku akan ada di sini, berada di depan pintu, hanya untuk menunggumu.