Siapa yang meneteskan air mata?
Aku juga bisa mendengar tangisnya, ia laksana alunan musik syahdu dalam jiwaku.
Di sebuah kamar, di sana ada seorang malaikat kecil hanya menggerakkan tangan dan kakinya kesana-kemari. Ia nampak bahagia, dan tawanya yang sekejap mekar setelah itu buat siapapun ingin memberikan kasih sayang padanya.
Aku hanya bisa melihat di dekat pintu, seraya tersenyum atas kedatangannya membawa warna baru bagi kehidupan Raja dan Ratuku tercinta.
Tuanku tertawa bahagia mendengar tawa kecil gadis kecilnya itu.
Aku ingin menyentuhnya juga, memberikan kasih sayang padanya. Tetapi, kedua orang tuanya lah yang lebih berhak memberikannya kepada putri mereka. Aku tidak mau mengganggu.
"Sa....el, M...art, apakah kalian tidak ingin menyambut adik kecil kalian?"
Adik kecil...
Saat Tuan memberikan gadis itu dalam dekapanku, aku bisa melihat wajah indah itu tersenyum mungil dengan cahaya yang luar biasa indah. Membuatku tidak sanggup menahan air mataku...
Aku tidak ingin melepaskannya ataupun mengembalikannya kepada orangtuanya lagi. Tetapi...
"...ini sudah waktunya untuk tidur bersama ibunya."
Itu membuatku sedih.
"Tuanku, izinkanlah hamba mencium kedua kaki kecilnya."
Di Echalost, aku sudah diajarkan bahwa bayi kerajaan yang baru lahir berhak mendapatkan penghormatannya yang pertama. Mencium kedua telapak kakinya adalah bentuk penghormatan tertinggi dan lambang kesetiaan tidak peduli di umurnya yang masih belia.
Aku tahu, Baginda takkan menolak permintaanku.
"Tentu saja, karena kau kelak akan menjadi kakaknya.."
Seorang kakak...
Tidak basa-basi aku menggenggam kedua telapak kakinya yang kecil dan mendekatkan wajahku kepadanya. Menaruh kaki itu tepat di dahulu, sebagai bentuk penyerahan diri dan kesetiaan. Saat ia dewasa, ia mempunyai hak untuk memberi perintah padaku.
Aku masih ingat, aku pernah mengatakan sumpah padanya...
"Aku berjanji, aku akan menjagamu. Sebagai kakakmu, sebagai pengawalmu, dan sebagai pelayanmu..."
Lily...
Lagi-lagi aku mendengar suara tangisan yang kencang.
Aku merasa bumi bergetar karenanya.
Apa yang terjadi?
Ataukah...
[Elemen api: Api Kemarahan!]
Mengapa aku menjadi marah seperti ini?
Bukankah tubuhku sudah lumpuh? Bukankah hidupku sudah tidak lama lagi? Bukankah bayangan hitam di sekujur tubuhku mulai memudar?
Argh~!
Tidak! Itu bukan sebuah alasan bagiku untuk menyerah!
Pepohonan di sekitarku terbakar hebat oleh api di sekujur tubuhku. Api berwarna hitam legam yang tercipta dari selimut bayang-bayang dan amarah yang terpendam dalam jiwaku. Api ini tidak akan hilang ataupun padam, kecuali aku yang mematikannya sendiri.
Seluruh goblin yang sempat mendekatiku merasakan panasnya seakan mereka benar-benar terbakar di dalam neraka.
Sebuah kemarahan yang tak bisa ku bendung lagi, rasanya ingin ku lampiaskan semuanya!
[Elemen kegelapan: pedang kegelapan!]
Pedang besar berukuran dua kali tubuhku hadir dalam.genggamanku. aku tidak pernah menggunakan ini sebelumnya, tidak ku sangka pedang ini sudah berukuran sangat besar dari yang ku duga.
Pedang ini mengumpulkan emosi dari pemakainya. Semakin besar kekesalan, kemarahan, kemurkaan yang ia pendam maka pedang ini akan semakin besar ukurannya.
Bertambah besar ukurannya tidak hanya menambah berat massanya, tetapi juga kerusakan yang ia timbulkan.
Aku tidak memikirkan lagi diriku sendiri, perjanjian itu, bahkan hutan ini.
Satu-satunya nama yang ku ingat hanyalah.... Lily.
Aku yakin, dia tengah tersiksa berat entah itu lahir atau batinnya.
Bukankah hal yang aneh bagi gadis kecil berusia dua belas tahun seperti dia. Aku sudah memperingatkannya, ini bukan tempat bermain untuk anak kecil.
Goblin yang tidak terkena api hitam itu bangkit dan mencoba menyerang secara bersama. Bagiku itu cuma cara bodoh agar mereka bisa mati bersama-sama dengan cepat!
Aaaaarrrrggggghhhh~!
Mengayunkan pedangku ini secara asal, karena emosiku yang sudah tak bisa ku tahan lagi. Ini pertama kalinya kemarahan menjadi selimut di sekujur tubuhku.
Oh ya, mereka bilang ingin menyantap ku, bukan? Tentunya mereka harus mencincang tubuhku menjadi potongan yang kecil-kecil.
Tetapi, justru merekalah yang menjadi daging cincangnya.
Mulai dari organ dalam, tubuh mereka, otak, mata, lambung, semua isi perut mereka dan seluruh bagian dari mereka tidaklah lebih dari hanya tumpukan daging yang halus yang tersaji dengan siraman saus darah mereka sendiri.
Hah....hah....
Helaan napas yang keluar-masuk begitu cepat tanda akhir pertarunganku di sini.
Namun ini belum berakhir.
Aku harus menemukan Lily sesegera mungkin!
Guncangan hebat kembali melanda. akhirnya mataku tergugah untuk melihat darimana asal guncangan itu.
Membalikkan pandangan, ia berasal dari suatu tempat.
Sebuah cahaya biru? bentuknya seperti pusaran angin.
Apakah itu asalnya dari sana?
"Lily!"
Benar! itu berasal dari kalungnya!
Itu pasti kalung pemberian Sang Ratu.
Itu adalah warisan dari Dewi Suci.
Tidak ada waktu lagi untuk hanya diam. aku segera bergegas dengan secepat mungkin. sekuatnya kalung itu melindunginya juga memiliki batas waktu. aku tidak boleh terlambat!
Sedikit yang ku ketahui tentang Kalung Dewi Suci, adalah sebuah kalung yang berisikan aura biru. aura biru ini berasal dari air sungai magis yang merupakan bahan utama dalam pembuatan kalung ini. orang yang memakainya akan mendapatkan perlindungan dan secara tidak langsung ia dapat menggunakan sihir tingkat dasar dengan air sebagai atributnya.
Sihir yang berasal dari atribut air biasanya memiliki efek penyembuh juga pertahanan. tetapi, kekuatannya bisa menjadi sangat luar biasa bila penggunanya memiliki atribut lain seperti angin atau petir.
Untuk Lily sendiri, aku tidak begitu yakin atribut apa yang ada pada dirinya. aku juga tidak tahu apakah ia bisa menggunakan sihir atau tidak?
Suatu kebetulan saat berjumpa dengannya, aku sudah menduga Lily adalah keturunan Dewi Suci melalui kalung yang ia gunakan.
Ia adalah Putri dari Raja Achestria dan Ratu Cellia.
Ia adalah bayi gadis mungil yang pernah ku cium kakinya itu.
Ini membuat emosiku semakin memuncak, api di sekujur tubuhku semakin tersulut dan membara.
Kau boleh menyakitiku, mengutukku, menghinaku, menghancurkanku, bahkan kau boleh membunuhku dan menjadikanku mainan bagimu. tapi, demi Dewi Suci...
Demi Tuanku, Ayahanda Baginda Achestria...
Demi Ratuku, Ratu Cellia...
JANGAN SEKALI-KALI KALIAN MENYENTUHNYA!!