[Peringatan : mengandung gore yang jauh lebih kental daripada bab sebelumnya. Silakan dilewat jika merasa terganggu karena tidak begitu berpengaruh ke dalam cerita]
Sebagai putri kedua dari Keluarga Marquis Canaria, Almaria hidup penuh cinta dan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Dia tumbuh di tengah kemewahan dan rasa aman dalam mansion yang megah. Sama sekali tidak ada sedikit pun masalah yang pernah mengisi hari-harinya. Semua yang dia inginkan selalu terpenuhi.
Sosoknya yang terbilang cantik membuat dirinya begitu dicintai oleh rakyatnya. Semua memujinya, menghormati Alma layaknya seorang putri kerajaan. Kehidupan yang dia jalani benar-benar sempurna bagaikan di surga. Tampaknya alam semesta dan Dewi Takdir sangat menyayanginya.
Sampai pada suatu hari ...
Perutnya benar-benar terasa perih saat sebilah pedang menembus hingga punggung. Rasa sakit ini sama sekali tidak pernah dia alami sebelumnya. Sebuah sensasi mengerikan yang terasa begitu menyengat hingga menjalar ke seluruh tubuh.
Almaria meronta di tengah tali-tali yang mengikatnya, tak kuasa menahan sensasi mengerikan yang baru pertama kali dia rasakan sepanjang hidupnya. Walaupun mulutnya disumpal oleh kain lusuh, gadis itu menjerit sekuat tenaga, meraung di tengah hutan dan berharap pada sebuah pertolongan. Kedua bola matanya terus mengalirkan air mata, semakin deras seiring berjalannya waktu.
Tak seberapa jauh di hadapannya, seorang anak lelaki terbaring dengan kepala yang sudah terpenggal. Kedua bola matanya masih terbuka, menatap ke arahnya dengan pandangan yang begitu kosong. Sisa-sisa darah segar masih mengalir melalui batang lehernya yang hancur, membasahi rumput-rumput liar di tengah hutan. Jiwanya mungkin telah pergi sejak tadi, meninggalkan tubuh tanpa kepala itu dan membiarkannya tergeletak begitu saja.
Gadis malang itu terus menangis sekencang yang dia bisa. Namun, gumpalan kain lusuh yang menyumpal mulutnya seakan berusaha untuk melarangnya bersuara. Kedua matanya memandang seorang pria terbalut armor perak yang tengah menancapkan sebilah pedang tepat ke perutnya dengan tatapan seakan memohon belas kasih pada lelaki itu.
Hari-hari indahnya telah hilang, direnggut oleh orang-orang yang sama sekali tak dikenal olehnya.
Tepat hari ini, penderitaan yang hampir membuatnya gila berdatangan secara terus-menerus. Pertama, dia harus menyaksikan Sang Ibu diperkosa secara bergiliran kemudian dicincang dengan sadis hingga menemui ajal. Kedua, gadis itu harus merasakan pahitnya kenyataan ketika Sang Kakak meronta berusaha untuk membela diri sebelum akhirnya sebilah pedang diayunkan tepat mengenai batang lehernya. Tubuhnya yang menggelepar saat menghadapi maut bahkan tak membuat pembunuhnya berhenti untuk menyabet lehernya beberapa kali hingga benar-benar putus.
Setelah menghadapi semua kengerian itu, Alma yang mulai menjadi gila mendapatkan tusukan tepat di perutnya. Darah segar langsung membasahi pakaian yang dia kenakan. Selanjutnya, saat gadis itu masih tersiksa dengan rasa sakit yang hampir menghancurkan kesadarannya, sayatan itu diperlebar hingga mengoyak organ dalamnya.
Jantungnya yang terbelah memancarkan darah dengan begitu deras hingga tubuhnya benar-benar basah. Lalu, organ-organ dan cairan berwarna kuning yang mengisi lambungnya mulai mengalir jatuh membasahi kaki dan tanah tempatnya berpijak. Rasa sakit dan perih yang tak tertahankan membuat Alma menjerit sangat keras hingga pita suaranya rusak. Kemudian, tidak lama setelah organ-organnya keluar, tubuh itu perlahan lemas saat ajalnya menjemput.
***
Kegelapan pekat yang dihadapinnya setelah kematian membuat Alma semakin ketakutan. Dia menangis, memecah kesunyian di dalam dunia tanpa adanya cahaya. Tubuhnya memang sudah tak merasakan sakit, tapi sesuatu yang kasar terasa mengikat kaki dan tangannya. Sesekali dia berontak, berusaha melepaskan diri dari kekangan yang mengikatnya. Namun, semua usahanya sia-sia.
"Ah, kau sudah sadar?" Suara yang menggetarkan gendang telinganya terasa berat dan membawa hawa kematian.
Walaupun Alma dapat memahami setiap kata-kata yang terucap dari sosok yang tidak bisa dia lihat, gadis itu tidak mau meresponnya. Rasa takut seakan memerintahkan Alma untuk tidak bersuara sedikit pun.
"Garfagos! Gunakan apimu untuk membuat cahaya agar dia dapat melihat wujud megahku!"
Suara yang terdengar berikutnya hampir membuat telinga Alma pecah. Bukan hanya sangat keras, kata-kata itu juga terasa begitu dekat dan penuh dengan kemurkaan. Walaupun Alma tahu bahwa kalimatnya bukan ditujukan untuk dirinya, rasa takut yang menyelimutinya semakin mengambil alih tubuhnya.
"Ba-baik, Tuanku!" Suara lain terdengar di kejauhan.
"Api penyucian dosa menyala dengan abadi, membakar jiwa-jiwa yang tersesat hingga tiga dunia menggenapi sumpah."
Kata-kata yang terdengar selanjutnya bernada layaknya seseorang yang sedang memanjatkan doa. Walaupun Alma mengerti setiap kata yang terucap, dia sama sekali tidak memahami maksud di balik kata-kata itu. Sampai kemudian, sebuah pola sihir aneh berwarna merah darah mulai membuat matanya memicing.
"Hellfire!"
Setelah suara serak mengerikan itu menyelesaikan kalimatnya, tidak butuh waktu lama, pancaran radiasi dari api yang tiba-tiba membakar udara membuat Alma terkejut ketakutan. Sensasi panas dari api yang membara benar-benar terasa mencekik hingga memaksa Alma untuk mempercepat sirkulasi udara dalam tubuhnya.
Gadis itu memicingkan mata, berusaha untuk menyesuaikan pandangannya dengan cahaya dari api yang menyala semakin besar. Sementara itu, tubuhnya terus menggeliat, berusaha melepaskan ikatan yang mengekangnya.
Kemudian, saat kedua bola matanya sudah dapat menyesuaikan diri dengan intensitas cahaya dari api tersebut, Alma menjerit histeris dan semakin memberontak.
Sosok yang berdiri di hadapannya adalah wujud antara humanoid dengan reptil. Kuku-kukunya sangat panjang dan tajam sementara tubuh bersisik mengerikannya ditumbuhi beberapa duri di bagian-bagian tertentu. Tingginya mungkin sekitar tiga meter lebih. Jelas saja hal ini membuat Alma semakin jatuh dalam rasa takut.
"Ah ... bau yang benar-benar indah. Sampai saat ini pun aku masih tak percaya bahwa ada penghuni dunia fana yang bisa datang ke sini."
Di tengah-tengah rasa takut yang semakin mengambil alih tubuhnya, Alma mendengar suara penuh kepuasan dari monster berkaki dua yang berdiri di hadapannya. Gigi-gigi tajamnya tampak begitu menonjol, seakan siap untuk mengoyak tubuh Alma kapan saja.
Pancaran radiasi dari api yang kian membesar membuat tubuh Alma semakin tidak merasa nyaman. Gadis itu sampai pada titik di mana kulitnya hampir terbakar oleh sengatan panas. Saat itulah Alma menyadari bahwa tak ada sehelai benang pun yang melindunginya dari radiasi api di hadapannya.
Saat semua perhatiannya terfokus hanya pada satu makhluk buas yang mengancam nyawannya, sebuah suara yang terdengar lemah menggetarkan gendang telingannya tepat dari arah samping.
"Wahai raja dari tujuh raja yang memimpin dunia ini, hamba benar-benar tidak tahu di mana Gatekeeper Fiora berada. Beliau menghilang dari ruangannya secara tiba-tiba. Hamba mohon ampuni dan bebaskan hamba dari semua penderitaan ini."
Alma yang masih mengeluarkan isak tangis menoleh ke arahnya. Sesaat setelahnya, pandangan matanya melebar seiring semakin kentalnya aliran rasa takut yang dia derita. Tubuhnya melemas seakan tidak percaya dengan apa yang ditangkap oleh penglihatannya.
Tepat di sampingnya, sosok reptil bersisik yang mirip orc terikat kuat pada sebuah tiang dengan luka terbuka di seluruh bagian tubuhnya. Dagingnya bahkan terkoyak, mengalirkan cairan berwarna hitam pekat yang membasahi tubuh hancurnya. Bukan hanya itu, beberapa mayat monster bergelimpangan di lantai. Kebanyakan dari mayat-mayat itu dalam kondisi hancur hingga ke tulang. Tidak sedikit dari mereka yang terlihat sudah tidak membentuk makhluk hidup lagi. Benar-benar pemandangan yang sangat menakutkan.
"Kau berani berbicara pada Greed tanpa diizinkan? Kau pikir statusmu sebagai Demon Lord di bawah kepemimpinan The Key memperbolehkanmu melakukan hal kurang ajar seperti itu?"
"Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba hany--"
Sebelum reptil itu menyelesaikan kalimatnya, hantaman dari tinju monster yang menyebut dirinya sebagai Greed tepat mengenai wajahnya. Kerasnya pukulan tersebut sampai membuat wajahnya hancur tidak berbentuk. Tubuhnya menggelepar menahan sakit sementara cairan hitam pekat mulai merembes keluar di antara wajah hancurnya.
Menyaksikan kekejaman di hadapannya tentu saja hampir membuat Alma kehilangan akalnya. Gadis itu tambah menjerit merasa ngeri seraya semakin kuat memberontak.
Pukulan kedua melayang tepat ke arah dada dari monster malang itu. Kekuatan dari pukulan mematikannya bahkan sanggup menembus hingga menghancurkan tulang rusuk dan jantungnya, membuat monster di samping Alma meregang nyawa tidak lama kemudian.
Setelah puas menghajar makhluk tersebut hingga mati, Greed kembali menoleh ke arah satu-satunya manusia di sana. Tangan kanannya langsung mencekik batang leher Alma, membuat gadis itu kesulitan untuk bernapas sementara sensasi terbakar mulai terasa semakin menambah penderitaannya.
Alma yang berdiri terikat tanpa sehelai benang pun berusaha memberontak, tapi semuanya sia-sia. Di hadapan monster dengan tinggi tiga meter, kekuatan seorang anak manusia tidak lebih dari sekadar serangga.
Lehernya mulai mengeluarkan asap seakan terbakar oleh sebatang logam panas. Hal ini tentu saja sangat menyakitkan bagi anak seusianya. Dia meronta sekuat tenaga hingga membuat kedua tangan dan kakinya lecet karena bergesekan dengan rantai yang mengekangnya.
"Kami telah menekan aura iblis hanya agar kau tak mati dengan penuh penderitaan." Wajah Greed berada tepat di dahapan Alma. "Berterima kasihlah akan hal ini, manusia!"
Perlahan Greed membuka mulutnya, mengeluarkan lidah panjang layaknya reptil berdarah dingin. Lalu, dia menjilat pipi kanan Alma hingga ke bagian mata dan keningnya secara perlahan.
Sensasi perih mengerikan mulai menjalar pada bagian yang dijilat oleh Greed. Alma yang tidak kuasa menahan perih saat sel-selnya melepuh layaknya tersiram air panas mulai menjerit sekuat yang dia bisa. Sebagian wajahnya benar-benar meleleh seperti sebongkah es yang dipanaskan. Kulit dan dagingnya mencair, menampakkan tulang tengkoraknya yang mulai menghitam sementara asap tebal terus mengepul dari area luka tersebut.
Gadis itu terus meronta dengan jeritan yang kian melengking. Tangisannya telah berubah sepenuhnya menjadi raungan penuh penderitaan saat sebagian wajahnya mencair. Dia bahkan sudah tak peduli lagi dengan tangan dan kakinya yang semakin terluka saat tubuhnya terus memberontak sekuat tenaga akibat rasa sakit mengerikan yang semakin mendominasi pikirannya.
Tidak lama setelah mengalami penderitaan hebat yang begitu kejam, Alma sampai pada batasnya. Tubuhnya berhenti bergerak sementara bola mata kanannya jatuh dan meleleh di lantai. Gadis itu menundukan kepalanya tak sadarkan diri.
Menyadari bahwa Alma sudah tak bergerak lagi, Greed mengucapkan sesuatu dengan nada membentak.
"Garfagos!"
"Y-ya, Yang Mulia!" Iblis yang sejak tadi merapalkan mantra api dan memperhatikan dalam diam menjawab panggilannya dengan sedikit gugup.
"Aku akan bersenang-senang dengan manusia ini di dalam orbis. Aku akan menyuntikkan semua mana milikku pada mantra ini. Jadi, jaga aku setelah mantraku berakhir. Mengerti?!"
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia." Garfagos membungkuk sebagai tanda penghormatan sebelum melanjutkan kata-katanya. "Saya selaku tangan kanan Anda merasa terhormat mendapatkan kepercayaan ini."
Greed mengangguk puas dengan jawaban yang diterimanya. Lalu, tanpa membuang-buang waktu, raja iblis yang mewakili dosa keserakahan mulai melafalkan mantra orbis. Dia membawa Alma yang sudah tak sadarkan diri menuju dunia di mana penyiksaan yang lebih buruk daripada sebelumnya akan menimpanya.