Chereads / RE:VERSE / Chapter 22 - 5 Guild Petualamg

Chapter 22 - 5 Guild Petualamg

Almaria merasa tidak nyaman dengan pakaian yang dia kenakan. Gadis itu memang menemukan kemeja hitam dan kaos dalam yang cocok untuknya. Namun, bahan pembuatannya yang terasa sedikit kasar membuat Alma merasa terganggu. Mungkin seharusnya dia datang ke penjahit dan membuat pakaian yang dia mau daripada datang ke toko pakaian seperti ini.

Sesaat setelah keluar dari kuil, tuannya mengajak dia dan Isabelle untuk membeli pakaian yang layak dan perlengkapan yang diperlukan untuk menjadi seorang petualang. Sang Tuan tampaknya berhasil mengumpulkan koin-koin saat huru-hara terjadi dan menyimpannya di dalam magic storage. Maka dari itu mereka dapat berbelanja tanpa kesulitan.

Isabelle yang menganggap bahwa kedua majikannya mungkin menyimpan perhiasan-perhiasan milik keluarga dan menggunakan itu sebagai alat pembayaran terlihat tidak curiga sedikit pun. Gadis itu tidak cukup pintar untuk berpikiran bahwa pihak ordo pastinya menyita barang semacam itu saat mereka ditangkap.

Yehezkiel membeli pakaian yang membuatnya dapat membaur dengan mudah bersama petualang lain. Lelaki itu memang memiliki bakat yang luar biasa dalam bidang penyamaran. Sementara itu, Alma memilih pakaian yang sama persis seperti miliknya sebelum dia datang kemari. Sayangnya kain penyusun pakaian tersebut tidak terlalu bagus. Gadis itu sedikit kesal karena hal ini.

Sepanjang perjalanan yang mereka lalui, tampaknya tak ada seorang pun yang mengenali Alma. Mereka terlihat tidak peduli dengan gadis itu. Kelihatannya orang-orang yang dikirim untuk melawan Hellhound dan melihat bagaimana Alma melakukan perannya adalah mereka yang cukup terampil. Mungkin hanya beberapa petualang tingkat atas dan para mage dari ordo saja yang tahu tentangnya. Sisanya pasti hanya mendengar dari mulut ke mulut. Jadi, wajar jika tak ada yang mengenalinya.

"Em, Putri." Suara lembut seorang wanita tiba-tiba memecah lamunannya.

Alma --yang berjalan tepat di belakang Yehezkiel-- menatap ke samping kanannya, pada seorang gadis muda berambut cokelat yang berjalan beriringan dengannya. Dia memiringkan kepala sebelum mengeluarkan suara untuk menanggapi.

"Hm?"

"Menjadi petualang adalah pekerjaan yang berbahaya. Anda yakin tidak mau memikirkannya lagi?"

"Tidak usah khawatir." Alma tersenyum manis. "Aku jauh lebih kuat daripada yang bisa kau bayangkan."

"Bukan itu masalahnya. Tangan Anda akan ternodai oleh darah. Anda tidak akan bisa kembali lagi seperti gadis normal pada umumnya."

Pekerjaan menjadi seorang petualang terkadang membuatmu harus berhadapan dengan orang lain. Berbeda dengan membunuh monster atau hewan buruan, membunuh makhluk yang memiliki kecerdasan memberikan beban mental yang cukup berat. Oleh sebab itu, mereka yang baru pertama kali membunuh orang terkadang mengalami trauma yang sulit untuk dihilangkan.

Mendengar kata-kata yang keluar dari Isabelle, Alma menjawab, "tanganku sudah ternodai oleh orang-orang yang membunuh Ibunda. Aku sudah menjadi pembunuh, Belle. Sudah terlambat bagimu untuk mengkhawatirkan tentang hal itu. Aku bahkan membantai semua bandit yang menculikmu tanpa ada sedikit pun keraguan."

"Tapi jika Anda menjadi petualang, tangan Anda akan semakin ternodai."

"Sudah cukup! Tolong, untuk sekali ini saja, aku mohon padamu untuk tidak membahasnya lagi." Alma sedikit membentak, membuat Isabelle langsung terdiam. "Juga, mulai saat ini, tolong berhenti berbicara sopan padaku. Orang-orang akan curiga jika kau terus melakukannya."

Isabelle terdiam sesaat, merenungi setiap kata yang diucapkan oleh majikannya. Jauh di lubuk hatinya, dia pasti menentang pilihan yang diambil oleh Alma. Namun, di sisi lain, gadis itu tampaknya tidak mau jika Almaria membenci dirinya. Oleh karena itu, Isabelle memilih untuk menuruti apa yang dikatakan oleh tuannya tanpa banyak membantah lagi.

"Baiklah jika itu bisa membuatmu bahagia. Aku akan berusaha sebisa mungkin."

Alma tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Isabelle.

Jalanan yang mereka lewati masih hancur di beberapa bagian. Noda-noda hitam samar hasil dari pembakaran yang tidak sempurna masih dapat kau lihat di bebatuan yang dipakai untuk menyusun jalan. Karavan yang biasanya ramai di jalanan-jalanan kota juga sangat jarang sekali ditemui. Sepertinya kota ini belum sepenuhnya tertata ulang.

Alma memakluminya mengingat penyerangan baru saja terjadi sekitar seminggu yang lalu.

Bangunan yang mereka datangi merupakan sebuah rumah kayu megah dengan corak layaknya penginapan mewah. Orang-orang banyak keluar masuk tempat itu seraya membawa berbagai macam senjata dan rata-rata mengenakan sebuah armor yang terbuat dari kulit binatang.

Hanya dalam sekali melihat, Alma langsung tahu bahwa mereka adalah para petualang. Postur tubuh, pusat keseimbangan, dan equipment yang mereka gunakan sangat beragam. Namun, instingnya yang tajam sebagai salah satu iblis tingkat atas membuat Alma tahu bahwa tak satu pun dari mereka yang merupakan sebuah ancaman. Jadi, dia sedikit mengendurkan kewaspadaannya.

Mereka bertiga memasuki bangunan itu, berbaur dengan orang-orang di sekitar seraya bertingkah senormal mungkin.

Ruangan yang tampak di balik pintu kayu yang baru saja mereka lewati adalah sebuah aula besar yang dipenuhi oleh meja-meja dan kursi kayu. Botol-botol minuman terlihat berserakan di atas beberapa meja kayu bundar yang berada di dalam ruangan. Orang-orang tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing tanpa memedulikan kedatangan mereka bertiga.

Beberapa dari mereka sedang mabuk di kursinya, ada sebagian orang yang tengah bermain judi, sementara sisanya mengobrol sambil sesekali tertawa dengan suara yang mengganggu. Semuanya memakai armor yang beragam seraya membawa berbagai macam senjata sesuai dengan kelasnya masing-masing.

Terletak jauh di depan mereka, terhalang oleh meja dan kursi kayu yang ditata memenuhi aula, seorang resepsionis tampak sibuk melayani setiap tamu yang datang. Dia adalah wanita muda yang memiliki tampilan cukup menarik dan berusaha melayani dengan senyuman.

Terlepas dari bagaimana profesionalnya wanita itu, sebuah keributan kecil antara dua kelompok petualang tampaknya sedikit menarik perhatian Alma. Masing-masing dari mereka beradu argumen tepat di hadapan meja resepsionis. Terlihat sedang memperebutkan sesuatu.

Beberapa orang memang memperhatikan mereka, tapi tak ada seorang pun yang berani melerai. Tampaknya salah satu kelompok memiliki tingkatan yang cukup tinggi sehingga membuat kelompok petualang lain tak mau terlibat dalam masalah yang berhubungan dengan mereka.

Yehezkiel berjalan melewati meja-meja kayu, bermaksud untuk mendekat ke arah pusat keributan. Melihat lelaki itu kembali berjalan, Alma dan Isabelle memutuskan untuk mengikutinya dari belakang.

"Tapi tempat ini kekurangan quest karena serangan iblis beberapa hari lalu. Hanya ini quest yang bisa kami terima."

Alma dapat mendengar dengan jelas nada penuh kekhawatiran dari seorang anak lelaki yang berusaha untuk mengemukakan pendapat. Tepat di belakangnya, seorang anak perempuan berdiri mematung seraya memeluk sebuah panah kayu sederhana. Kedua sosok itu memakai armor kulit yang sudah tidak layak pakai.

Mereka berdua mengeluarkan bau yang sangat lezat. Sebuah bau dari ketakutan yang semakin pekat dari waktu ke waktu. Tak sadar Alma menelan ludah untuk menahan dirinya dari melakukan hal yang dapat menarik kecurigaan.

"Berisik! Kau pikir aku peduli, ha?!"

Seseorang yang membalas argumennya adalah seorang pria terbalut armor logam. Sebuah pedang dua tangan tebal menggantung di punggungnya yang besar. Selain itu, lima orang pemuda di belakangnya juga tampak kuat.

Melihat mereka berdua ketakutan tentunya bukanlah hal yang mengherankan. Namun, diam-diam Alma mengaguminya karena kedua orang itu masih berani untuk mempertahankan apa yang mereka inginkan.

"Aku mohon. Kami benar-benar butuh uang. Belakangan semua harga kebutuhan pokok naik berkali-kali lipat." Anak lelaki di hadapannya tampak semakin khawatir.

Mendengar protes yang dilontarkan olehnya, tangan kanan lelaki berotot itu tiba-tiba menarik kaos dari anak lelaki yang berdiri di hadapannya seraya mengangkatnya kuat-kuat hingga kedua kakinya benar-benar tidak menapak di lantai. Semua orang yang diam-diam memperhatikan tampak semakin khawatir dengan nasibnya. Namun, sekali lagi, tak ada seorang pun yang berani untuk mencegah apa yang akan lelaki itu perbuat.

"Kau pikir kau siap--"

"Bisa tidak kalian cepat sedikit? Kami mulai bosan menunggu."

Alma --dengan perintah langsung dari tuannya melalui telepati tentunya-- memotong pembicaraan di antara mereka dengan nada yang malas. Gadis itu bahkan memandang ke arah mereka berdua seakan meremehkan. Hal ini tentu saja memancing emosi dari pria berotot di sampingnya.

Lelaki itu menoleh ke arahnya dengan kesal. Namun, saat dia tahu bahwa sosok yang berdiri di sampingnya adalah seorang gadis yang pernah dia lihat sebelumnya, pria berotot tersebut sedikit mengubah sikapnya.

Kelompok petualang dengan peringkat di atas silver pastinya turun tangan untuk menyelamatkan kota pada saat Hellhound melakukan kerusakan. Jadi, jika mereka adalah kelompok petualang yang memiliki peringkat cukup tinggi, seharusnya Alma bukanlah sosok yang asing bagi mereka. Mungkin itulah penilaian Yehezkiel saat memberikan perintah pada Alma.

Tampaknya penilaiannya kali ini adalah benar.

"Ma-maafkan aku. Aku akan menyelesaikan urusanku segera."

Pria itu melempar anak lelaki di hadapannya hingga jatuh terjerembab. Lalu, dia mulai melakukan pemesanan quest pada resepsionis tanpa memedulikan anak lelaki dan seorang gadis yang terlihat berusaha menolongnya.

Jujur saja Alma dan Yehezkiel tidak peduli dengan mereka berdua. Alma juga melarang Isabelle untuk ikut campur. Dia menjelaskan bahwa permasalahan akan kembali datang jika mereka terlalu jauh ikut campur. Maka dari itu Isabelle perlu menahan dirinya untuk peduli terhadap kedua orang tersebut.

"Terima kasih sudah menunggu." Lelaki berotot tersebut berbalik kemudian pergi diikuti oleh lima orang pria di belakangnya seraya memberikan tatapan seakan meremehkan pada kelompok petualang lainnya yang tengah duduk memenuhi aula.