Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

His Half

🇮🇩heychamomile
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.2k
Views
Synopsis
Namanya dijunjung tinggi dan dielu-elukan dengan begitu Agung. Semua orang mengatakan bahwa dia Pembunuh berdarah dingin yang membuatnya dikutuk tak mendapatkan belahan jiwanya. Dia adalah Raja dari segala Raja. Putri Matilda IV, Putri Independen nan Ambisius kebanggaan Denmark. Penggila buku dan makhluk supernatural. Bagaimana Jika ia menemukan fakta bahwa Dunia Supernatural benar adanya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Musim gugur tahun ini sungguh menyedihkan bagi seorang Matilda Princeton . Awan tebal menyelimuti Kota Florence dipagi hari pertanda hari yang ia jalani akan buruk seperti perkiraannya, ia mengencangkan sweater oversized berwarna cream yang ia beli di Jepang bulan lalu sebelum berlari kearah bangunan kecil yang sudah ia tinggali sejak satu bulan belakangan ini.

Matilda menendang pintu rumahnya, kemudian melemparkan syal rajut dan tasnya kearah sofa. Dengan menghembuskan nafas ia mengambil cangkir yang kemudian ia isi dengan air. Lelah, yang ia rasakan saat ini.

Suara deringan telepon memenuhi ruangan, dengan terengah-engah ia mengangkatnya, "Matilda Princeton disini," Suara pekikan terdengar dari ujung telepon,

"Cerita supernatural favorit kita telah update, cepat buka Wattpadmu bodoh!" Matilda segera mematikan telepon dengan mata yang membulat besar, ia berlari kearah kamarnya kemudian melompat kearah tempat tidur, senyum lebar terpatri diwajahnya.

Matilda membuka aplikasi berlogo w berwarna oranye itu kemudian mulai membaca cerita yang baru saja diperbaharui itu, suara pekikan menggema bersama dengan tubuhnya yang menggeliat, "Apakah Ebay menjual manusia serigala?, aku butuh satu untuk kujadikan soulmateku."teriaknya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Imajinasimu sungguh memuakkan."ucap pria jakung bertubuh gempal dengan kedua tangannya memegang botol cola, Matilda memutar kedua bola matanya sebelum melayangkan bantal kearah pria tersebut, "Tidak baik mengurusi urusan orang lain kakak,"ucap Matilda yang membuat pria itu pergi dengan cepat,

"Sejak kapan ia disini?" Matilda beranjak dari duduknya kemudian berjalan kearah ruang tamunya dan mendapati kakaknya tengah duduk bersilang kaki dengan meminum cola, bungkus keripik singkong tergeletak di lantainya, dapat terlihat jelas remahan yang jatuh di beberapa bagian sofa,

"Ada motif apa kau kesini?"tanyanya dengan bersedekap, sang kakak menatapnya kemudian bersendawa keras, "Aku pinjam uangmu sekitar 20 juta,"ucapnya dengan santai, Matilda mengerang sebelum dirinya melemparkan bantal kearah kepala sang kakak. Tabiat buruk dari kakaknya ini, sepertinya tidak dapat dihilangkan. Sean Princeton—kakak Matilda, dulunya adalah seorang direktur keuangan  perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan sebelum dirinya kedapatan korupsi yang membuatnya dipecat secara tidak hormat, Matilda tidak tau apa yang memasuki pikiran kakaknya sehingga ia melakukan hal tersebut, dan karena itu Sean mulai sering mabuk dan sering keluar masuk jeruji besi

Sejak Sean Princeton resmi berlabel koruptor, kedua orang tuanya memutus hubungan dengan sang kakak karena dianggap sebagai aib. Ibunya sangat kecewa dengan kakaknya karena, ia menganggap kakaknya adalah anak emas. Dibalik label anak emas yang diberikan sang ibu, Sean adalah penggila harta. Dia tidak ragu-ragu untuk menghabiskan Satu Milyar dalam satu hari untuk berbelanja atau membeli wine dengan harga fantastis.

Nina dan Warren Princeton adalah seorang bangsawan Denmark yang masih menganut sistem arsitokrat. Dimata kedua orang tuanya seorang Matilda Princeton adalah putri independen yang pembangkang.

Matilda Princeton tak suka jika kedua orang tuanya mengadakan pesta minum teh bersama putri bangsawan tanpa sepengetahuan dirinya, ataupun mengadakan acara perjodohan sesama bangsawan. Dia baru menginjak 23 tahun tahun ini dan menikah tidak terdaftar dalam list yang ia buat.

Diumur 18 tahun, Matilda memohon kepada kedua orang tuanya untuk hidup sendiri tanpa dibiayai oleh mereka dan jauh dari aturan-aturan bangsawan. Dan kini, disinilah dia, di kota indah penuh memori bernama Florence yang terletak di Italia.

Setelah lulus kuliah dari Universitas Colombia dua bulan yang lalu, ia pindah dan menetap di Florence. Tetapi, karena hobi travellingnya ia jarang berada dirumah.

"Tidak."ucap Matilda setelah berdiam lama. Bagaimana kakaknya itu dengan santainya meminjam uang seolah-olah itu adalah daun?

Baiklah, jujur, ia adalah seorang Freelancer. Ia menulis artikel-artikel dan membuat logo dan uang dua puluh juta itu adalah uang dengan nominal besar yang dapat mencakupi kehidupannya selama lima bulan mendatang,

Matilda membungkukan badannya mencoba membersihkan kotoran yang ditinggalkan oleh kakaknya, "Minta pada ibu."lanjut Matilda sebelum memasuki kamar dan menguncinya. Matilda menghempaskan badannya sebelum notifikasi pada handphonenya memecahkan keheningan. Matilda melihat layar handphonenya dan melihat satu pesan dari ibunya dan satu email dari kliennya. Matilda tak mengulur waktu untuk membalas pesan dari ibunya karena ibunya adalah sosok wanita spamming

'Matilda, ibu ingin kau pulang secepatnya. Kakek jatuh sakit dan selalu menanyakanmu. Cepat balas ibu tak suka menunggu.'

Matilda mulai mengetikkan untaian kata untuk membalas pesan ibunya,

'Baik ibu, aku akan berangkat besok.'

Bunyi notifikasi terdengar kembali lima detik setelah pesan terakhir yang ia kirim untuk ibunya,

'Hari ini juga jam satu siang'

Matilda menghembuskan nafas kasar seraya mengusap wajahnya, ibunya ini sangat susah diajak untuk berkompromi

'Baiklah ibu'

Ia memandangi kakaknya yang kali ini sedang menonton televisi dengan volume keras, moodbreaker sejati.

Matilda tau resiko jika ia meninggalkan sang kakak di rumah. Kakaknya bisa mencari-cari tabungan miliknya hingga memberantakan rumah, Sean memang tidak sopan. Pernah sekali saat itu ia mengunjungi kakaknya—saat Sean masih bekerja dan ia memasuki ruangannya dan mendapati kakaknya tengah memegang laporan dengan kedua kakinya diatas meja didepan karyawannya. Matilda shock sampai ketulang seketika karena salah satu etiket seorang bangsawan adalah duduk dengan sopan.

Menurut Matilda, Sean berubah semenjak Putri Beatrice memutuskan secara sepihak dan selang beberapa hari kemudian ia menikah dengan Putra Mahkota Bangladesh. Putri Beatrice memang terkenal akan hausnya tahta dan sejak itu Matilda merasa Sean berubah liar dan tak tersentuh.

Mata Matilda melirik jam yang terpasang di tengah ruangan, jam sebelas, segera ia mengepak beberapa baju dan memakaikan dirinya dress midi berbahan kain lace berwarna coklat muda yang membalut tubuhnya dengan cantik, ia terlihat sangat elegan. Sepasang high heels Faux Suede dengan tali pengikat pada pergelangan kaki berwarna Nude. Rambutnya ia biarkan tergerai lalu ia mulai memakaikan makeup pada wajah polosnya yang membuat dirinya semakin cantik. Sebentar lagi ia harus berangkat, Matilda keluar dari kamarnya dengan menggeret koper ditangan kirinya dan tas tangan berwarna senada dengan sepatu ditangan kananya dengan langkah perlahan tapi pasti ia berjalan kearah kakaknya yang sedang tertidur pulas setelah mengeceknya ia dengan segera keluar dari rumahnya dan sebuah limusin hitam saat ini sudah berhenti didepannya. Ibu batinnya mengatakan dengan menggelengkan kepalanya. Ibunya memang ekstra dan Matilda bisa menebak bahwa ibunya kali ini menyiapkan pesawat pribadi untuknya.

Matilda memasuki kabin pesawat diikuti dua pramugari, setelah duduk ia memperhatikan pemandangan diluar jendela pesawat. Magnificent.

30 Oktober 2018