Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 69 - Pada Akhirnya, Kebenaran Akan Terungkap (3)

Chapter 69 - Pada Akhirnya, Kebenaran Akan Terungkap (3)

Alarm berbunyi dan saat mataku terbuka, pagi telah datang.

Saat hendak melakukan olahraga ringan seperti biasa, sepertinya ada suatu masalah. Badanku terasa tidak begitu baik, terasa lemas dan tidak bertenaga, untuk melakukan tiu. Ditambah lagi dengan badanku yang menggigil, padahal sekarang sudah bulan Juni. Mungkin hari ini aku terkena demam karena kemarin terguyur hujan hingga basah.

Sakit di saat seperti ini sangat buruk karena masih harus pergi ke sekolah. Mengingat bahwa aku memiliki beasiswa di SMA Keiyou, sehingga membuatku harus tetap hadir meski dalam keadaan begini. Tidak apa. Ini hanya demam biasa. Sebelum pergi ke sekolah, aku hanya perlu membeli obat. Namun sebelum itu, aku harus menyiapkan sarapan dulu.

Pagi ini matahari bersinar terang. Prakiraan cuaca yang kulihat di ponsel tadi menunjukkan kalau hari ini akan cerah dan sedikit berawan. Namun, kemungkinan turunnya hujan tetap ada walaupun kemungkinannya kecil. Semoga saja hari ini cerah agar pakaian yang basah kemarin dapat kering dengan cepat.

Di dalam perjalanan menuju sekolah, aku menuju konbini untuk membeli obat. Setelah sarapan tadi, tiba-tiba aku mulai batuk. Sepertinya ini lebih buruk dari yang kukira.

Sesampai di sekolah, kulihat Agitu-sensei berdiri di dekat gerbang sambil seperti biasa dan juga beberapa murid yang memakai masker. Pasti mereka terkena flu. Seharusnya aku membeli masker tadi.

Memang bukan hal yang aneh melihat banyak orang memakai masker pada waktu seperti ini. Perubahan iklim seperti ini sering membuat orang-orang terkena flu dan demam. Kalau kuingat lagi, aku sering terkena demam atau flu di saat seperti ini sewaktu kecil. Alasannya tentu saja karena perubahan iklim yang membuat sistem imun menurun. Namun, aku hanya butuh satu hingga dua hari untuk sembuh setelah meminum obat dan beristirahat.

Saat memasuki Gedung Utama, perasaanku sedikit aneh. Di loker sepatu milikku saat memakai uwabaki, kuliat ke kiri dan ke kanan untuk memastikan sesuatu. Mungkin itu adalah rasa khawatir, apakah percakapan yang kemarin juga didengar dan diketahui oleh murid lain. Sepertinya tidak ada yang mengetahuinya. Baiklah, saatnya menuju kelas.

Aku menggeser pintu geser kelas dan mengatakan selamat pagi dengan suara yang pelan. Hanya beberapa murid yang menyadariku tiba di kelas. Saat kulihat ke seisi kelas, kulihat Fuyukawa-san sedang berbicara dengan Mizuno-san dan Atsuko-san. Fuyukawa-san menyadari kehadiranku yang baru saja tiba di kelas dan langsung menyapaku dengan nada suara yang ceria. "Pagi, Amamiya-kun!" Sepertinya dia sudah kembali seperti Fuyukawa-san yang biasanya.

Aku menjawabnya dengan suara yang pelan, lalu duduk di kursiku.

Memperhatikan seisi kelas yang tidak ada berubah, sama seperti biasa yang diisi dengan obrolan murid SMA, sejak insiden kemarin membuatku yakin kalau tidak ada murid kelas 2-D yang mengetahuinya, kecuali Mizuno-san, Seto-san, Shimizu-san, dan Nazuka-san.

Saat aku duduk, bel tanda masuk berbunyi dan pelajaran pertama hari ini akan dimulai. Pelajaran pertama yaitu Bahasa Inggris yang diisi oleh Hiratsuka¬-sensei.

Aku dapat mengikuti kegiatan belajar seperti biasa. Sesekali aku batuk, tapi kutahan agar tidak mengganggu. Dengan demikian, kegiatan belajar berlangsung dengan nyaman. Kudengar dan kucatat apa yang sensei jelaskan. Sepertinya aku bisa menjalani hari ini di sekolah sampai waktu belajar selesai.

Di saat memasuki pertengahan jam pelajaran, tubuhku mulai menggigil dan kepalaku terasa berat. Aku begitu naif karena berpikir bisa mengikuti semua pelajaran hari ini.

Ah… aku sudah nggak kuat. Lebih baik aku minta izin ke ruang UKS.

Aku mengangkat tangan kananku, lalu berkata, "Eng, Sensei."

"Ada apa, Amamiya-kun?"

"Boleh Saya pergi ke ruang UKS? Saya merasa tidak enak badan."

"ya, silakan. Dari tadi Sensei lihat sepertinya wajahmu sedikit pucat, Amamiya-kun. Kamu demam?"

"Sepertinya."

"Kalau begitu, cepat ke ruang UKS. Bisa jalan sendiri?"

"Tentu saja bisa. Terima kasih, Sensei."

Kalau hal seperti ini, aku tidak perlu membutuhkan bagian kesehatan kelas untuk membawaku ke ruang UKS karena aku masih sanggup berjalan.

Saat aku hendak berdiri dari kursiku untuk meninggalkan ruangan, mataku bertemu dengan mata Fuyukawa-san. Ekspresinya yang tadi pagi terlihat ceria, sekarang menjadi sedikit murung. Aku tidak mengatakan apa-apa kepadanya dan langsung meninggalkan kelas.

Setiba di ruang UKS, aku langsung membuka pintunya dengan cara menggesernya dan kulihat di meja depanku, ada Mitsui¬-sensei yang sedang duduk sambil membaca buku. Sepertinya buku kesehatan.

"Ah… Amamiya-kun, ada apa datang ke ruang ini di jam seperti ini?"

"Begini, Mitsui-sensei, Saya merasa tidak enak badan. Jadi Saya mau istirahat di ruang ini."

"Begitu, ya. Wajahmu juga tampak pucat. Kamu bisa tidur di ranjang mana saja."

"Terima kasih, Sensei."

Aku menuju kasur yang ditunjuk, melepas uwabaki, dan langsung berbaring di ranjang. Ini sudah kedua kalinya aku berbaring di ranjang ruang UKS. Yang berbeda hanya letak ranjangnya saja. Aku berbaring di ranjang yang paling jauh dari jendela. Saatnya untuk menutup mata.

Ketika mataku tertutup, ada tangan lembut yang menyentuh keningku. Aku langsung membuka mataku kembali karena terkejut. Kenapa bisa ada orang di ranjangku. Ternyata tangan itu merupakan tangan Mitsui-sensei.

"Ah, hm, Sensei?"

"Sepertinya kamu hanya demam. Coba ukur suhu badanmu dulu dengan termometer ini. Letakkan termometer di bawah lidah. Terus, tunggu dua sampai tiga menit sampai alarm termometernya berbunyi."

"Ah, baiklah."

Aku melakukan apa yang sensei katakan. Dengan begini, aku dapat mengetahui suhu tubuhku saat ini. Alarm termometer berbunyi dan aku langsung melihat hasilnya.

"Berapa derajat, Amamiya-kun?

"38,5 derajat celcius," jawabku sambil mengembalikan termometer ke sensei.

"Hm… Saya ambil obat dulu. Ada obat yang bagus."

"Terima kasih, Sensei. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak, tidak. Ini kan pekerjaan saya."

Sensei menuju lemari obat dan mulai mencari obat yang dikatakannya. Kalau ada obat yang bisa membuat badanku kembali sehat seperti semula, maka aku harus meminumnya.

"Ah, dapat. Amamiya-kun, minum obat ini," kata sensei sambil mendekat ke arahku dengan membawa obat berbentuk pil yang masih terbungkus di tangannya.

Beruntung aku membawa air mineral yang tadi kubeli di konbini. Sebenarnya obat yang tadi kubeli masih ada di dalam tasku. Karena sensei menawarkan obat yang manjur untuk demam, lebih baik kuterima saja.

Setelah meminum obatnya, aku kembali tidur dan sensei kembali ke mejanya. Obat yang diberikan sensei memberikan efek kantuk kepada orang yang meminum obat itu. Alhasil, kelopak mataku langsung terasa berat dan menutup mataku.

Kalau begini jadinya, lebih baik aku tidak pergi ke sekolah hari ini.