Bencanaku bermulai di hari sial itu. Ketika tanpa sengaja aku bertemu dengannya. Dan tanpa sengaja pula takdir membuat kita bertemu untuk kedua kalinya. Entah keajaiban atau kesialan. Namun menurutku ini semua lebih tepat disebut kesialan yang menakutkan.
Saat itu aku sedang berbaik hati. Ah, bukan, lebih tepatnya sedang membalas budi kepada sepasang saudara yang selalu membantuku di kala susah. Meskipun tidak memiliki harta yang melimpah, mereka tetap membantu keuanganku yang selalu sakit ini. Mereka tidak sungkan untuk meminjamkan uang meskipun aku mengembalikan dalam waktu yang lama. Mereka juga tidak berpikir dua kali untuk mempercayaiku, meskipun aku masih menyimpan banyak rahasia kepada mereka.
Kalian boleh menyebutku sebagai gadis aneh, atau nama mengerikan lainnya. Aku tidak akan menepis semua hal itu. Karena memang aku melakukan semua pekerjaan aneh hingga kotor demi memenuhi kehidupanku. Semenjak ibuku, satu-satu keluarga yang kukenal pergi untuk mempertanggung jawabkan semua dosanya, aku berusaha mati-matian untuk mencari uang. Dari pekerjaan paruh waktu sebagai penjaga mini market hingga pekerjaan aneh yang tak akan bisa kalian bayangkan, aku lakukan. Namun aku tidak pernah menyentuh pekerjaan yang sama atau mirip dengan apa yang dilakukan ibuku setiap malam. Tidak, untuk satu pekerjaan itu, aku menolak dengan keras. Sudah cukup bagiku terlahir sebagai anak haram, alias tanpa tahu siapa ayah kandungku. Aku tidak perlu juga menjadi lebih hina dengan bermain dalam dunia wanita malam itu. Maaf saja, aku sangat menolaknya.
Sayangnya aku tidak berpikir selamanya seperti itu. Hari ini semua berbalik bagai kayu yang menjadi arang. Aku tidak bisa kembali dalam masa di mana aku bisa membenci semua pekerjaan aneh. Karena setelah ini takdir menyeretku terlibat dalam dosa.
"Ini pesanan untuk laki-laki berkemeja hitam di sana. Oh ya, kamu harus hati-hati Min Ah! Jarang-jarang ada pelanggan yang datang dengan memesan banyak makanan seperti ini!" Hye Ri memberikan nampan yang penuh berisi makanan dan minuman.
"Tenang saja, Hye Ri!" Aku mengangguk sambil tersenyum. Dengan sangat hati-hati aku membawa nampan pesanan tiga orang laki-laki yang berpakaian serba hitam. Satu di antara mereka menggunakan kaca mata hitam.
"Ini pesanan Anda, Tuan-Tuan!" ujarku sambil menata piring dan gelas di meja mereka. Sembari menata, aku merasakan seseorang mendekat di samping. Aku melirik dan mendapati laki-laki berkaca mata hitam mendekatkan wajahnya. Secepat mungkin aku menjauhkan tubuhku lalu memeluk nampan kosong. "Selamat menikmati, Tuan-Tuan!" Aku berbalik namun tertahan. Seseorang menggenggam tanganku.
"Boleh aku tahu namamu, Nona?" tanya laki-laki tadi yang menurunkan kaca matanya dengan tangan lain.
Tanganku ditarik lepas. Aku tidak suka perlakuan seperti ini. Namun aku harus tetap menjaga kenyamanan dan kesopanan di kafe ini agar mereka tidak berbuat ulah. "Maaf, Tuan!" Aku berbalik cepat, setengah berlari meninggalkan meja mereka.
"Baumu seperti mawar yang memabukkan," ucapnya yang masih terdengar jelas.
Sekujur tubuhku merinding. Bulu kudukku berdiri. Alarm bahaya bergaung di telingaku. Semua ini tidak benar. Aku berlari menuju dapur dan memeluk tubuhku erat.
"Ada apa?" tanya Hye Ri yang terlihat bingung.
Aku hanya menatapnya. Kemudian mengintip laki-laki aneh tadi diam-diam. Tak bisa kupungkiri. Setelah melepaskan kaca mata hitamnya tadi, aku baru sadar bahwa wajahnya tak bisa diremehkan. Laki-laki itu adalah tipikal yang bisa membuat semua wanita bertekuk lutut. Atau bahkan menyembang kepadanya untuk menghabiskan satu malam saja. Aku yakin, wanita malam berlomba untuk tidur dengannya.
Seketika aku terperanjat. Laki-laki itu menoleh, menyadari tatapanku. Aku kembali bersembunyi. "Hye Ri, sepertinya aku cukup untuk hari ini," pintaku padanya dengan wajah memelas.
"Kapan aku melarang untuk berhenti. Kamu boleh datang dan pergi sesukamu! Oh ya, sebelum pergi ini, ambillah! Sarapan malammu!" Hye Ri menyerahkan sebungkus makanan, salah satu menu di tokonya.
"Aku tidak akan menolak untuk ini!" Aku menerimanya dengan senang hati.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima sore. Itu artinya satu jam lagi aku akan pergi untuk menjadi penjaga minimarket. Aku mendapatkan jatah menjaga di malam hari dalam dua minggu ini. Tanpa membuang waktu aku bergegas keluar dari kafe Hye Ri. Tentu saja lewat pintu belakang karena aku tidak ingin bertemu lagi dengan laki-laki itu. Entah mengapa suaranya terdengar sangat menakutkan. Sangat berbeda dari suara laki-laki kebanyakan. Terdengar lembut, membuai, namun sarat akan perintah. Seolah ada paksaan mutlak yang harus dipenuhi.
Pekerjaan menjadi pelayan minimarket cukup melelahkan. Terlebih ketika banyak bertemu dengan orang-orang yang berpikir pendek. Maksudku orang-orang kasar, seenaknya, mabuk, dan hal buruk lainnya. Parahnya malam ini ada seorang pelanggan yang enggan pergi. Ia bahkan berjanji akan membayar lebih. Tentu saja mendengar hal itu, Bos menyetujuinya. Alhasil aku harus lembur sampai jam dua belas malam. Biasanya pekerjaan di minimarket berakhir jam sepuluh malam.
"Bos! Anda harus melebihkan gajiku untuk dua jam malam ini!" pintaku kepadanya yang disambut anggukan cepat.
Dan di sinilah aku sekarang. Berjalan sendirian melewati gang kecil yang lebih gelap dari sebelumnya. Entah mengapa malam ini lampu jalan di gang ini rusak. Jadinya aku mengandalkan senter dari ponselku. Aku juga harus berjalan lebih cepat karena sangat berbahaya untuk seorang perempuan sepertiku berjalan sendirian.
Ketika melewati persimpangan kecil yang juga gelap, aku mendengar suara erangan. Sejujurnya aku takut, namun rasa penasaranku menguasaiku lebih jauh. Bukankah kita takut karena tidak tahu akan hal itu? Maka dari itu aku berinisiatif untuk menyenter gang yang kulewati itu tanpa masuk ke dalamnya demi mengusir rasa takutku.
Aku tidak menyangka dengan apa yang kulihat. Beberapa orang laki-laki yang berpakaian hitam tidak jelas telah menusuk seorang laki-laki yang tidak terlalu jelas. Mereka menyadari cahaya senterku sehingga salah seorang di antara mereka terdengar mengumpat.
Bahaya!
Aku mematikan senterku dan berlari secepat mungkin. Aku harus menemukan keramaian. Aku mencari beberapa orang yang bisa menyelamatkanku sekarang. Tiba-tiba aku menubruk sesuatu yang keras hingga membuatku jatuh ke belakang. Aku menengadah dan menemukan laki-laki berkacamata hitam tadi. Ah sial! Mengapa dari sekian banyak orang aku harus bertemu dengan dia? Lupakan! Aku harus menyelamatkan diri!
"Tuan! Tolong! Seseorang baru saja dibunuh di sebelah sana!" ceritaku padanya.
Laki-laki berkaca mata hitam itu menurunkan kaca matanya. "Benarkah?" tanyanya datar.
Aku mengangguk untuk meyakinkannya. Aku menatapnya penuh harap agar ia setidaknya membantuku. Perlahan, sebelah tangannya terangkat lalu melepaskan ikatan rambutku. Aku melangkah mundur lalu menatapnya heran. "Tuan! Seseorang baru dibunuh!" ulangku lagi. Kenapa ia tetap tenang? Kenapa wajahnya tetap datar meski aku menceritakan hal itu.
"Ah!" Suara terkejut dari arah belakang membuatku menoleh. Meski aku tidak melihat dengan jelas, tapi aku yakin mereka adalah orang-orang yang membunuh tadi. Aku memutar tubuhku hendak bersembunyi di belakang laki-laki berkaca mata hitam ini.
"Mawar kecil! Kamu telah salah untuk meminta tolong!" ucap laki-laki berkaca mata itu.
Detik berikutnya aku merasakan punggung dipukul dan wajahku menghantam tanah. Aku kehilangan kesadaran.