Sebuah aula yang berada dilantai dua rumah Wendy ada sekitar lebih dari dua ratus orang yang berkumpul, kedatangan semua orang pada malam hari ini adalah untuk menghadiri pesta ulang tahun Sena.
Dikedua sisi ruangan itu terdapat prasmanan dengan berbagai macam makanan, tidak jauh dari prasmanan terdapat banyak meja bundar yang tersusun rapi.
Meja disusun untuk membentuk lingkaran kosong besar dan dari ujung lingkaran tersebut ada sebuah karpet merah panjang yang membentang sampai naik ke atas panggung.
Para tamu yang hadir pada saat ini kebanyakan berada di bagian tengah ruangan dan mereka saling berinteraksi.
Sedangkan dipojokan ruangan pesta ada Wendy, Riyad, dan Kiran. Mereka bertiga berdiri dipojok ruangan itu menunggu acara dimulai.
Wendy mengenakan baju batik dengan motif mega mendung dan Riyad mengenakan baju batik bermotif geblek renteng, sedangkan Kiran mengenakan batik dengan motif tujuh rupa.
Kemudian ada seorang wanita menghampiri mereka bertiga, wanita itu memakai kebaya strapless dengan corak ungu disertai warna putih, sementara itu dibawahnya berwarna ungu dengan motif bunga, dibagian pinggangnya terdapat kain berwarna coklat.
Wanita itu adalah Neka, terlihat dari perpaduan kebaya ungu yang sesuai dengan rambut dan bentuk tubuhnya, membuat dia terlihat sangat cocok mengenakan pakaian itu... Kecuali bagian wajahnya.
"Dimana orang itu?"
"Dia sudah datang, tapi beberapa tamu yang hadir dipesta tidak hanya bertujuan untuk merayakan pesta ini, tapi tujuan utama mereka adalah pelelangan."
"Maksudmu?"
"Dirumah rumah ini terdapat ruang rahasia yang berada bawah tanah, disanalah tempat pelelangan, pesta ulang tahun ini hanyalah kedok agar tidak ada orang yang curiga dan mereka hanya menganggap kalau ini hanyalah pesta biasa, walaupun begitu, para tamu yang berada diruangan ini tidak tahu kalau ada maksud tersembunyi dari pesta ini."
"Wendy, kau yakin memberitahunya?"
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak masalah kalau dia tahu tentang pelelangan ini."
"Kalian dari tadi hanya membicarakan hal yang membosankan--"
Kiran berjalan dengan wajah penuh percaya diri.
"---lebih baik aku mendatangi gadis-gadis yang cantik itu."
Dia menghampiri beberapa gadis yang tidak jauh dari sana.
"Hai nona cantik, bolehkan aku berkenalan denganmu."
Kiran mengedipkan matanya, lalu dia mengusap rambutnya mengunakan tangan kanan, setelah itu ditangan kirinya tiba-tiba sudah ada sebuket bunga.
"Ini untukmu nona cantik."
Kiranpun berlutut dengan satu kaki, dia menyerahkan buket bunga itu kepada seorang gadis yang memiliki rambut perak, serta mata berwarna biru, dia adalah gadis yang paling cantik disana.
Tetapi gadis itu tidak menerima buket bunga dari Kiran dan dia pergi begitu saja dengan wajahnya yang terlihat jijik, kemudian dari wajah Kiran terlihat wajah yang sangat menyedihkan.
"Lupakan saja dia."
Wendy menunjuk ke belakangnya dengan jempolnya.
"Kau nikmati saja pesta ini, orang itu kemungkinan akan muncul dipertengahan atau penghujung acara, yaa... Kita pasti akan bertemu dengannya, jadi santai saja."
Nekapun merespon Wendy dengan menganggukan kepalanya.
"Sambil menunggu acara dimulai."
Pada saat itu muncul seorang pembawa acara.
"Kami akan memutarkan beberapa lagu, bagi para tamu yang ingin berdansa kami persilahkan."
Setelah pembawa acara selesai berbicara, sebuah musik klasik diputar.
"Baiklah... Kurasa aku harus mencoba keberuntunganku, mungkin ada beberapa cewe yang mau kalau ku ajak dansa."
Dengan wajah percaya diri Riyadpun menggesekkan kedua tangannya.
"Selama tampangku tidak terlihat tua seperti wanita yang katanya muda itu, kurasa akan ada cewe yang mau menerima ajakanku."
"Ku rasa, kau ingin merasakan pingsan dengan satu pukulan lagi ya..."
"Haha, itu hanyalah kebetulan, tubuhku lemah karna aku belum makan pagi tadi."
"Anu... Mau kah kau berdansa denganku?!"
"Heh!"
"Haah!!"
Tiba-tiba Wendy dan Riyad terkejut mendengar perkataan seorang yang tanpa mereka sadari sudah berada tepat dibelakang Neka.
Pria itu menunduk sambil mengulurkan tangannya.
"Aaa... Kau yakin?"
"Tentu saja, pesona kecantikanmu sudah sangat mempesona walaupun aku belum melihat waj.... Aaaaa!"
Pria itu terjatuh kelantai, saking terkejutnya dia setelah melihat wajah Neka.
"Ahahahahahahaha--"
"Hahahahahahahaha... Maafkan aku Neka, tapi ini sangat lucu."
Riyad tertawa sangat keras, sementara itu Wendy juga ikut tertawa.
"Maafkan aku, mungkin aku salah orang nek."
Pria itu mengatakannya dengan cepat, setelah itu dia langsung pergi.
"Hahahahahahaha!!"
"Hei!"
Melihat Riyad yang masih tertawa membuat Neka menjadi sangat kesal, dia mengepalkan tangannya dan wajah penuh kekesalannya terlihat nampak jelas.
"Permisi Nona cantik bole--"
Pada saat itu datang lagi seorang pria yang sepertinya juga ingin mengajak Neka berdansa, namun Neka berpaling dan memotong perkataan pria itu.
"HAH!"
"--Aaaa Nenek sihir!"
Setelah pria itu melihat wajah Neka diapun berteriak dan kemudian lari.
"Hahahahaha!!! Dua kali, hahahaha!!"
"Sudah cukup."
Neka menghampiri Riyad dan menamparnya--
Dhuak
--sehingga membuat Riyad terjatuh.
"Haha... Aduh, perutku sakit, tolong, aku tidak bisa berhenti, hahaha."
"Kalau begitu... Tertawalah terus!"
Bak-buk bak-buk bak!
Neka menginjak-injak tubuh Riyad secara berulang-ulang.
"Neka. Hei..."
"Apa?"
"Lihatlah sekitarmu."
Tanpa Neka sadari ternyata ada banyak orang yang sedang memandanginya.
"A... Itu..."
Neka berhenti, kemudian dia tersenyum tipis, dia melangkah kesamping mendekati Wendy dan diapun bersembunyi dibelakang Wendy.
Setelah itu Riyadpun berdiri sambil mengusap badannya kemudian dia berjalan pergi.
"Tidak ada gunanya disini, lebih baik aku mencari gadis yang mau berdansa denganku."
Sementara itu disebuah ruangan khusus yang berada dibawah tanah, ruangan itu berbentuk segi empat, disana terdapat sebuah panggung dan ada sekitar seratus orang yang sudah duduk dibangku, mereka duduk menghadap ke arah panggung.
Disetiap sudut ruangan itu terdapat satu orang yang berdiri, disudut kiri ada Mahesa Mavendra, dibagian belakang kursi yang mehadap panggung ada Alia, sedangkan disamping kanan terdapat Nero dan Ayah Wendy.
Dipanggung terlihat ada seseorang yang mendorong sebuah meja kecil yang ditutupi oleh kain, ketika meja itu sampai ditengah panggung, pembawa acara membuka kain yang menutupi barang diatas meja itu.
"Baiklah, barang selanjutnya adalah Guci antik ini--"
Pembawa acara mengarahkan tanganya kearah guci itu.
"--yang terbuat dari emas murni, ini adalah barang langka, karna coraknya yang begitu unik, untuk pernawaran pertama dibuka dari harga tigaratus juta."
Setelah itu terdapat beberapa orang yang mengangkat tangan.
"Empat ratus, empat ratus lima puluh, lima ratus, tujuh ratus. Apakah ada yang mau menaikan harga lagi?"
"Tuan, tersisa dua barang lagi."
Kata Nero yang berdiri tempat disamping Ayah Wendy.
"Jadi hanya sisa periasan dan batu aura ya."
"Benar tuan."
Ayah Wendy melihat kearah jam tangan yang sekarang menunjukkan jam delapan lewat empat puluh menit.
"Ku kira tidak akan selesai secepat ini, satu jam setengah sudah cukup untuk menjual tujuh belas barang lelang ini. Bagaiman dengan acara dilantai dua?"
"Akan dimulai jam sembilan malam tuan."
"Kalau begitu kita akan keatas sepuluh menit lagi."
"Baik tuan."