Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 74 - Aksara 41a, Alam roh

Chapter 74 - Aksara 41a, Alam roh

Unedited

Hans menahan tangis, karena baru ia sadari, sang bibi yang tidak pernah ia temui ini adalah saudari kembar sang ibu. 

Saat itu pula memori yang selama ini Hans tahan agar tidak teringat, bergabung dengan ingatannya. Keduanya menangis tersedu, Sang Ratu pun merasakan kesedihan yang Hans alami. 

Setelah waktu yang cukup lama Hans berhenti menangis, sang Ratu pun bangkit dan berjalan kembali ke singgasana. 

"Hans, kenalkan, ini sepupumu, Jonathan!" Ujar sang Ratu, ia memegang pundak bocah dengan jubah putih itu dan menarik ia mendekat pada Hans dan dirinya. 

Sosok di balik jubah itu membuka tudung penutup kepalanya, Rambut merah tua dengan corak hitam disisinya. Mata berwarna biru dan hidung yang melengkung sempurna, yang mengejutkan adalah sosok itu terlihat familiar. 

Hans tersentak, keduanya memiliki beberapa kesamaan, meski tidak identik namun membuat orang yang melihat hanya sekilas tidak akan mengira keduanya adalah sepupu dan bukan saudara kembar.

"Hah?!!" Paman Odel, Benaya, Baltus dan tiga pengawal terkejut.  

Jonathan menyilangkan lengan-nya memandang Hans ketus,"Apa liat-liat?!"

"Hey Jonathan jangan begitu dengan kakak sepupumu!" Ujar Sang Ratu. Ia kemudian menjejerkan Jonathan dan Hans, memegang pundak keduanya. Namun ketika ia hendak menarik Hans agar mendekat dengan lembut, ia terkejut, tubuh Hans seolah tertanam di lantai. Sang Ratu kemudian tersenyum penuh arti. 

"Yang Mulia, Ibu, kami hanya berbeda beberapa bulan!" Ujar Jonathan kekanakan. Memang umur mereka berdekatan, namun soal kedewasaan keduanya ibarat langit dan bumi, meski Hans emosional seperti ciri anak muda lainya, namun proses berpikir dan intuisinya dapat menyaingi bahkan di atas rata-rata orang dewasa. 

"Hai sepupu, aku Hans!" Hans mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. 

"Tch!" Jonathan berbalik kemudian pergi, kembali duduk di bangku di sebelah singgasana sang Ibu. 

"Hans biarkan dia, Jonathan memang masih manja! Nak maafkan budhe, sebenarnya budhe ingin berlama-lama tapi orang-orang pasti akan curiga. Jadi budhe mohon maaf ya." Sang Ratu kemudian memeluk Hans erat dan mengelus kepalanya.

"Oh iya, tiga bulan lagi Akademi Militer akan dibuka. Kamu akan belajar di sana bersama Jonathan ya, untung saja kamu datang tepat waktu." Sang Ratu kemudian tersenyum. Hans mengangguk, dan tersenyum juga. Ia menemukan hatinya merasakan kehangatan, mengetahui dirinya masih memiliki keluarga

Mereka kemudian berbincang sebentar tentang segala yang Hans lalui, sebelum dengan berat hati Sang Ratu meninggalkan tempat itu. 

Hans mengantar hingga depan pintu dan matanya terus memandang kereta kuda itu hingga menghilang di balik tembok besar manor miliknya. 

Ketika bayangan kereta kuda itu menghilang Hans bersandar pada tembok di sebelah jendela, tubuhnya kemudian merosot dan ia duduk di lantai. 

Malcom hendak menyadarkan dia tapi tangan kekar memegang tubuhnya, pria paruh baya itu menoleh menemukan Benaya dan Paman Odel menggeleng ke arahnya. 

Paman Odel kemudian mengusir seluruh pelayan termasuk Malcom keluar, Hans akhirnya duduk diam di lantai sendirian. 

Ingatan tentang ayah dan ibunya membanjiri kepalanya, ia masih sangat kecil waktu itu. Memori itu hanya berisi pembicaraan sang ayah dan ibu, juga alasan mengapa kerajaan runtuh.

Kerajaan Nusantara dipimpin oleh raja yang merupakan seorang Sarati, yaitu kakek Hans. Sang kakek mengikat perjanjian dengan hewan suci yaitu Garuda, burung suci yang melindungi daratan Nusantara. 

Legenda mengatakan bahwa keturunan kerajaan memiliki darah garuda dalam tubuh mereka, membuat mereka dapat membuat perjanjian dengan Garuda dengan mudah. 

Sehingga raja ketika itu mampu menyatukan puluhan kerajaan kecil lainnya dan mendirikan Nusantara. 

Permasalahan kemudian muncul, saudara sang raja, yang juga jendral perang terkuatnya merupakan ahengkara yang menyembah ular siluman. 

Ia memiliki kekuatan yang besar, hanya sang raja yang dapat mengalahkannya. Sang raja, kakek Hans, begitu percaya padanya, umur keduanya hampir tiga ratus tahun, ketika saat itu Hans baru berumur empat tahun. Sang jendral meminta ijin untuk bersemedi, menjauhkan diri dari pertempuran, hendak menaiki level selanjutnya dari pertapaannya. 

Sang raja yang begitu mempercayainya mengijinkan, meminta ayah Hans, yang merupakan orang utara mengambil alih jabatan itu untuk sementara. 

Semua terlihat berjalan seperti biasa, namun malam itu, Hans yang tengah bermain dengan sang ibu dikagetkan oleh suara sang ayah, yang mendobrak pintu dan berlari dari luar, ia tidak sendirian, ia datang dengan Adipati Abimanyu, Paman Hans.

"Arisanti[1], kita harus meninggalkan tempat ini!" Ujar Clark, darah menetes keluar dari mata, hidung dan telinganya. Abimanyu pun tidak kalah terluka. 

"Raga[2] Timira[3] tercemar kegelapan, ia menjual dirinya kepada Iblis, ia menjadi Ahengkara, menjadi budak daripada Naga!!" 

"Gusti Parama[4] Nareswara[5] Garuda[6] sedang menghadapinya, namun kekuatannya di luar nalar, kekuatannya mengendalikan pikiran, serangannya tak terhindarkan!" Adimanyu menambahkan. 

Ketiganya bergegas pergi, namun belum sempat mereka melarikan diri, salah satu bayangan sang naga datang, menghancurkan kediaman Clark dan Arisanti. 

Arisanti terpelanting dengan masih memeluk Hans dipelukannya, tubuhnya dipenuhi luka, Arisanti tertimbun puing-puing bangunan yang ikut berterbangan bersama dengan mereka. 

Wajah Clark pucat, amarahnya meledak, Abimanyu pun mengamuk, aksara dan jiha menggelora bagaikan air pasang. Hans melihat sang ayah mengeluarkan dua pedang, api berwarna emas seakan menari mengelilingi tubuhnya. 

Meski begitu waktunya tidak cukup, cakar besar menembus punggung sang ibu, meski begitu ia masih tersenyum, menyembunyikan wajah mengerikan di belakangnya, berusaha sebisa mungkin agar Hans tidak melihatnya.

Hans hanya dapat melihat darah membasahi tubuhnya, sang ibu berbicara padanya, namun ia tidak dapat mendengar apa yang ia katakan. Air mata darah menetes di pipi sang ibu.

Sang ibu berusaha menjauhkan cakar besar yang menembus tubuhnya dari Hans, meski begitu cakar itu meneteskan darah hitam yang kemudian berubah menjadi ular yang melingkar di kening Hans. 

Kemudian berubah menjadi segel berbentuk ribuan mata yang saling menyambung, mata hitam tanpa pupil. 

Melihat hal itu sang ibu mencurahkan seluruh darahnya, membasuh tubuh Hans dengan darahnya. Dalam darah sang ibu terdapat darah Garuda yang merupakan lawab sejati ular, meski Garuda berada di level berbeda dengan Naga, namun ia dapat berguna melawan darah dari bayangan naga. 

Hans merasakan kesakitan luar biasa ketika darah hitam milik sang naga mencoba menghancurkan jiwanya, jiwa manusia terletak di dalam pikiran. Sedangkan darah sang ibu bergerak seperti selendang, melilit leher Hans lembut, melebur dan menjadi darah yang menelusuk ke kepala dan leher Hans, kemudian melindungi jiwa Hans. Meski tak mampu melindungi pikiran Hans sepenuhnya, darah itu berhasil melindungi kemampuan berpikir Hans, sehingga ia tidak menjadi idiot. 

Rasa sakit akibat peperangan dua darah itu membuat Hans kehilangan kesadaran. 

Tak lama memori itu berganti, Hans tersadar di pelukan Abimanyu. Ia hanya sempat melihat sang ayah memeluk tubuh sang ibu yang tak bernyawa, memberikan senyuman terakhir padanya, senyum dengan air mata. Sang ayah menyerang bayangan naga itu, memberi Hans waktu Abimanyu dan dirinya melarikan diri. 

Memberi Hans satu kali pertunjukkan tarian yang ia sukai, sang ayah menari dengan penuh senyuman seakan berkata 'biarkan ayah mengantarmu pergi dengan tarian untuk terakhir kalinya'.

**

Kenangan itu berakhir, Hans masih duduk di lantai, di sebelah kaca manor miliknya. 

Air matanya mengalir turun, ia berpikir tidak akan menangis lagi, mencegah dirinya agar tidak menunjukkan sikap lemah dan cengeng.

"..." 

Ia terdiam, berusaha tidak mengeluarkan suara. Ia berusaha terus mengendalikan emosinya, karena ia merasakan jiha mulai mengalir dengan tidak normal. 

Namun tak peduli seberapa hebat ia mengendalikan emosinya, ia pada akhirnya hanyalah anak-anak. Kekangnya terhadap emosinya terlepas. Membuat domain aksara miliknya tanpa sengaja terlepas dan melingkupi ruangan dan semua orang dalam radius dua puluh meter.

Domain miliknya membawa memori, rasa dan emosi miliknya. Tanpa Hans sadari roh dan jiwanya bercampur memperkuat domain miliknya. Namun semua orang di dalamnya juga mampu melihat dan merasakan apa yang Hans lihat dan rasakan. 

Malcom menempelkan telinganya ke daun pintu, Benaya bersender ke tembok di sebelah pintu. Abner, Reinald, Danang dan Georgio serta paman Odel berdiri di belakang Malcom, menunggu Hans keluar. 

Tiba-tiba

Mereka seakan terbawa masuk ke dalam kabut, membawa mereka ke dunia yang bersimbah darah. Mereka merasakan berada dalam pelukan seseorang.

"Apa ini?!" Mereka bertanya di saat yang bersamaan.

Mereka melihat apa yang Hans lihat, mendengar apa yang ia dengar dalam ingatannya. Mereka dapat melihat bola-bola ingatan secara acak berterbangan, mereka menabrak bola itu dan terbawa ke dalam memori dan kejadian itu. Emosi Hans yang tidak terkontrol membuat pikiran dan memorinya berantakan.

Sementara mereka terseret masuk dalam memori Hans melalui domain miliknya. 

Dalam tangisnya Hans mencoba mengingat gerakan bibir sang ibu ketika itu, meski tak bersuara. 

"Putra kula sugenga bahagia, sugeng ngantos yuswa," (Anakku hiduplah bahagia, hidup hingga tua)

"Ampun nggalih balas dendam, nikmati sugengmu, demi bapak kaliyan ibu," (Jangan berpikir balas dendam, nikmati hidupmu, demi bapak dan ibu)

"ngapuntenaken ibu namung saged ngreksa panjenengan dumugi mriki nggih, gandrungipun ibu" (Maafkan ibu hanya bisa menjaga kamu sampai sini ya sayangnya ibu) 

Ujar sang ibu tersenyum, namun terisak dan meneteskan air mata. 

Ia bergetar kuat,"Ibu.." 

"Bu…"

Hans berusaha mencari memori tentang sang naga berusaha mengingat rupanya. Amarahnya membuatnya menjadi haus darah, ingin membalas dendam dan melampiaskan kemarahannya. 

Hal itu membuat kegelapan terbentuk di udara, aura negatif yang terbentuk menjadi seperti bumbu bagi penguasa kegelapan untuk datang menyerangnya. 

Hans masih berusaha mencari sang naga dalam memorinya, tanpa sadar dalam satu bola memori ia menemukan mata sang Naga yang menatapnya. 

Ketika mereka bertatapan, Hans bergidik kuat, aura negatif itu kemudian menjadi pintu memanggil naga itu. 

Keparat kau makhluk terkutuk, aku akan membunuhmu! 

Ujar Hans semakin tidak terkendali, mata itu kemudian memandangnya dalam, seakan tersenyum. 

Pintu kegelapan seakan terbuka, kemudian terdengar suara. 

Kau terlalu lemah haha, sembahlah aku. Aku akan meminjamkan kekuatanku padamu! Haha kemarilah, kemarilah!

Suara naga lain terdengar di telinganya, raja dari para naga. 

Naga Imaginasi, Ayah dari segala kebohongan!

Malcom dan Benaya yang berada paling dekat menjadi yang terlebih dahulu tercemar oleh kegelapan. 

Reinald tersadar dan melihat kegelapan mengelilingi mereka, Reinald menyadari ada hal yang tidak beres. Tubuhnya bergetar ketakutan, tiap sel tubuhnya bermatian karena ketakutan. Ia memandang Benaya dan Malcom yang tangan dan kakinya berubah menjadi Iblis. 

"Benaya! Sadarlah!" Teriaknya, berusaha maju, namun kegelapan menginfeksi seluruh domain Hans menyerang mereka menggunakan domain itu. 

Pelayan yang berada di ruangan lain mulai berteriak-teriak, para penjaga terjatuh dan terjebak dalam ilusi. 

Ketika suasana menjadi sangat genting, pintu kegelapan itu tiba-tiba hancur, mengeluarkan suara keras seperti kaca pecah.

Priyaangggg!

"Jangan melihatnya!" Suara tak asing terdengar, memberikan kehangatan dan menarik Hans pada kesadaran. 

Kenangan-kenangan indah bersama Ibu panti, Paman Wiggins, Bernard, David, Gyves, Marianne, Maki, Marc, memori itu muncul bergantian. Yu'da dalam rupanya sebagai singa raksasa muncul juga menyadarkan Hans.

Cahaya meledak, menghancurkan setiap kegelapan yang menginvasi domain dan manor miliki Hans. 

Hampir saja, dewa palsu turun ke dunia.

"Hans.. cukup nak.." Hans tersadar, menemukan Yu'da memandangnya. Ia kemudian memeluk Yu'da, cahaya itu kemudian menghapuskan kesedihan dan menenangkan fluktuasi emosi Hans. 

Hans kemudian menemukan Benaya dan Malcom hampir saja bermutasi menjadi iblis karenanya. 

"Hans, roh tidak mengenal batas. Entah jarak ataupun waktu. Engkau sekali-kali tidak boleh memandang mereka dalam dunia roh, atau mereka akan menemukanmu!"

"Rohmu belum lah cukup kuat untuk melindungi dirimu! Di dunia roh banyak roh jahat yang mengaku sebagai dewa, padahal mereka adalah dewa palsu!" Yu'da berkata dengan serius dan tegas, Hans menarik nafas panjang. 

"Gunakan api suci, bakar kegelapan yang mencoba mencemari tubuh mereka. Beruntung, infeksi yang dialami roh mereka tidaklah parah."

"Bila roh mereka tercemar lebih dari ini, rohmu yang sekarang tak akan mampu menyelamatkan mereka."

Hans membungkuk, mengalirkan rohnya dan api suci keluar dari hatinya.

Reinald, Abner, Georgio dan Paman Odel masih shock. Merasakan aura dewa palsu. Tubuh Yu'da kemudian menjadi ribuan butiran cahaya menyebar ke arah seluruh penghuni Manor.

Tak lama semuanya kembali seperti biasa, Hans kemudian melihat orang-orangnya,"Kendalikan Roh dan hatimu, kekuatan bukanlah segalanya. Malcom dan Benaya tercemar bukan hanya karena mereka berada paling dekat. Namun ketetapan hati mereka lemah."

"Mulai besok kita akan memulai latihan, kita harus menjadi lebih kuat." Ujar Hans, membuat janji dalam hatinya bahwa ini adalah tangisan terakhirnya.

Orang-orangnya mengangguk, masing-masing mengepalkan tangannya. 

"Reinald dan Paman Odel, mohon periksa keadaan manor, aura jahat itu pasti menyebar ke seluruh Manor. Pastikan tidak ada yang terluka."

Hans kemudian meminta Abner dan Georgio mengangkat Malcom dan Benaya. Keduanya kemudian tersadar, Hans kemudian menceritakan semuanya, keduanya bergetar ketakutan ketika mendengar cerita tersebut. 

Malam makin larut. Hans kembali ke kamarnya setelah menerima laporan dari Reinald dan Paman Odel.

Ia kemudian tertidur kelelahan. 

Catatan Kaki:

[1] Arisanti, bahasa jawa kuno berarti lemah lembut.

[2]Raga, diambil dari kata Uraga bahasa jawa kuno yang berarti ular

[3]Timira, bahasa jawa kuno yang berarti kegelapan.

[4] Parama, bahasa jawa kuno yang berarti yang Agung atau Besar.

[5] Nareswara, bahasa jawa kuno yang berarti raja.

[6]Garuda, dewa dengan wajah burung dan tubuh manusia, merupakan kendaraan dewa wisnu dalam kisah Mahabarata.