Chereads / My Love My Story / Chapter 14 - Sebuah kejujuran

Chapter 14 - Sebuah kejujuran

Kepalaku serasa berat untuk bangun pagi ini, mataku seperti berkunang-kunang.

" Kak bangun kamu mau telat kesekolah,dari tadi bunda panggil kok gak ada respon,"

" Bund kepalaku pusing banget kayae gara-gara keujanan kemarin,"

Kemudian bunda mendekat dan mengecek tubuhku dengan termometer dan benar saja setelah 38°c, bunda menyuapi makan dan segera memberikanku obat penurun panas. Mataku terasa berat setelah meminum obat, kulihat layar hpku tapi terlihat buram bagaimana bisa aku mengirim pesan pada Echa dan Indah, aku langsung tertidur dan hpku jatuh disampingku.

Ting tong ting tong ting tong ....

terdengar suara bel berbunyi berulang kali, demamku sudah cukup membaik sekarang. Aku berjalan keluar dari kamarku yang letaknya tak jauh ruang tamu.

"Bunda,bunda," tak terdengar jawaban dari panggilanku.

Dengan perlahan ku menuju pintu, kubuka pintu rumahku yang terkunci dan ku buka dengan kunci cadangan.

Echa dan Indah langsung lari berhamburan kearahku, buah-buah dan camilan yang mereka bawa langsung dilemparkan ke tanganku lalu memelukku.

" ih apa-apa an sich kalian berdua ini,"

" Ver kita berdua khawatir banget, gara-gara lo gak masuk, whatsup gak dibales telpon gak diangkat,!!" kata echa dengan wajah-wajah sok khawatirnya dan Indah hanya mengiyakan perkataan echa.

" Ih lebay dech, namanya juga lagi sakit pasti tidur aja daritadi, mata gue pusing liat layar hp, ini juga apaan kayak gue sakit parah aja pake bawa makanan segini banyak," sambil kuayunkan makanan kearah mereka.

Kedatangan mereka sedikit membuat sakitku sedikit membaik. Kami bercanda-canda di ruang tamu rumahku sembari echa dan ika menceritakan kegiatan disekolah tadi pagi.

" Eh tadi kak ardha ke kelas kita tapi dia cuma liat-liat aja trus pergi," kata ika padaku

" Emang iya gue kok gak tau," timpal echa

" Lha lo tadi kn lagi ekskul basket jadi gue yang dikelas yang tau,"

" Oww" jawabku pendek

Kedua temenku terheran karena jawaban pendekku, karena biasanya pasti aku yang paling menanggapi apapun yang berhubungan dengan kak ardha dan mereka juga tau akhir-akhir ini aku dekat dengan kak Ardha. Untunglah mereka temen-temen yang baik dan sangat mengertiku, ketika aku ada masalah mereka tidak akan memprovokasiku untuk cerita tapi memungguku untuk bercerita.

Kuambil hpku dikamar dan benar saja banyak pesan dan telpon dari bunda,echa,indah,Zein dan tentu saja kak Ardha.

" Bunda gue lagi ke rumah sodara gue yang nikah, sama adik n ayah, baru bisa pulang besok sore" jelasku pada teman-temanku itu.

" jadi lo sendirian dirumah mo kita temenin gak," kata echa

" boleh deh daripada gue sendirianlah,"

Akhirnya mereka berdua pun menemaniku dirumah malam itu, aku belum lanjut memeriksa pesan dan telpon yang dikirimkan kak Ardha dan Zein. Rasanya ingin kumatikan hpku saja karena aku tidak ingin melihat panggilan di hpku tapi aku takut keluargaku akan khawatir. Kami bertiga memesan makanan secara online karena kami bertiga terlalu malas untuk membuat masakan.

Tepat Pukul 20.05 terdengar suara mesin motor dimatikan dari depan rumahku. Ah mungkin makanan kami sudah sampai tapi kenapa cepet 10 menit sudah sampai, Indah langsung berlari menuju ke gerbang rumahku dengan cepatnya. Tapi dia langsung masuk kembali tanpa membawa pesanan kami.

" Ver ada kak Ardha di depan," kata ika terburu-buru, aku terdiam

" Bilang aja gue gak dirumah, eh inikan rumah gue, bilang aja gue udah tidur," kataku

" Tapi gue udah terlanjur bilang lo ada di dalem, lagi ngobrol sama echa"

Akhirnya aku dengan perasaan antara senang karena dia kerumaku dan berat karena teringat masalah antara kak Ardha dengan kak Citra.

Dia menungguku di depan pintu gerbang rumahku dengan memakai kaos putih dan celana panjang hitam, tersenyum kecil kearahku, sungguh penampilannya sederhana tapi gak pernah gagal memperlihatkan kegantengannya. Hampir luluhlah hatiku melihat kak Ardha saat itu. Aku memyuruhnya masuk dan kami berdua duduk di teras rumahku.

kak Ardha terdiam beberapa saat, kulihat dari ujung mataku kak Ardha melihatku dengan lekat,

" Ver kenapa kamu gak jawab pesan ato telpon aku,?" katanya lirih

" maaf kak, aku gak sempet liat hp," kujawab dengan suara yang agak serak

" kamu sakit ver,?" dia terlihat khawatir

Aku hanya mengangguk tanpa melihat kearahnya, tiba-tiba saja di berjongkok didepanku dan memegang pipiku. Aku terperanjat reflek memundurkan tubuhku, ah rasanya mukaku langsung memerah karena tindakan kak ardha yang tiba-tiba seperti itu untung pencahayaan di depan rumahku tidak terlalu terang, mungkin dia gak melihat dengan jelas wajah merahku.

Kak Ardha memegang kedua tanganku, kedua tangannya yang besar seperti menyelimuti kedua telapan tanganku yang kecil ini. Dia memandangku dengan lekat sekali lagi tapi kali ini wajahnya tepat di depan wajahku. Aku mencoba mengalihkan pandanganku dari matanya berusaha menghindari kontak mata dengannya.

" Ver, tolong liat aku,sekali ini aja, aku pengen jujur sama kamu" katanya lirih

Aku yang sedari tadi berusaha menhindari tatapan matanya mulai menyerah setelah mendengar suaranya yang terdengar lirih dan sedih.

" Kak kepalaku agak pusing boleh gak aku masuk, besok aja kita bicara lagi," aku berusaha lebih memelas lagi padanya karena aku tau apa yang bakal dibicarain kak Ardha, aku terlalu takut untuk mendengar kejujuran dari mulutnya langsung.

" Ver tolong sekali ini saja," sembari terus memegang tanganku dengan erat. Mau gak mau akhirnya aku mengiyakannya.

" Maafin aku ver selama ini aku manfaatin kamu untuk buat Citra cemburu n buktiin aku tanpa dia masih bisa bahagia, berharap dia bakal balik ke aku lagi .... tindakan aku ini emang salah, tindakan aku gak sepatutnya kayak gitu ke kamu."

Air mataku tak terasa menetes di pipiku, mendengar kejujuran dari mulut kak Ardha sendiri bener-bener membuat hatiku sakit.

" Kenapa harus aku kak,? kenapa kak ardha baik banget ke aku" tanyaku lirih

Kak Ardha terdiam sejenak,

" Karena aku tau kamu suka ke aku, ketulusan kamu ke aku buat citra cemburu dan bener-bener buat dipercaya bahwa kali ini aku gak bakalan maafin dia lagi karena aku udah punya kamu, dan semua memang berhasil. Tapi akhirnya semua itu gak membuat aku bahagia ver,"

Aku terisak keras mendengar penjelasannya,

Kak Ardha memelukku,

" Perasaanku selama ini juga tulus ke kamu ver," tapi rasanya aku tidak bisa membedakan mana yang benar pengakuannya yang tulus atau sebuah kebohongannya lagi.

Aku melepaskan pelukan kak Ardha dan berlari masuk ke dalam rumah tanpa menoleh kebelakang lagi. Aku kecewa mendengar kejujurannya tapi aku tidak bisa membencinya juga.