Chereads / I Want to See Your Smile / Chapter 5 - Chapter 05

Chapter 5 - Chapter 05

Pada malam hari di bandara, pesawat baru saja mendarat. Semua penumpang segera turun dari pesawat dan mengambil barang mereka. Ada seorang gadis di antara para penumpang, gadis itu memegang sebuah foto ditangannya, ia melihat foto itu sambil tersenyum.

"Akhirnya kita bisa bertemu lagi, Kazehaya Maru..."

Gadis itu bergumam sambil menyebut nama Maru. Setelah itu, gadis itu pergi meninggalkan bandara.

Keesokan harinya, Maru dan Haruna berangkat ke sekolah seperti biasa. Tidak ada yang terjadi selama di perjalanan menuju sekolah, suasananya begitu normal dan damai. Maru juga terkejut akan hal itu, biasanya Haruna membuat masalah setiap kali bangun pagi, tapi kali ini tidak seperti biasanya. Haruna terlihat malu-malu jika berada di dekat Maru. Ketika Maru menoleh ke arahnya, Haruna segera menjauh beberapa langkah dari Maru. Maru hanya tersenyum masam melihat tingkah Haruna pagi ini.

Bel berbunyi, seluruh murid segera masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Maru dan Haruna tiba tepat waktu, mereka segera masuk ke kelas mereka. Beberapa menit kemudian, Miyuki-sensei masuk ke dalam kelas mereka.

"Selamat pagi anak-anak!"

"Selamat pagi Miyuki-sensei!"

Seluruh murid yang ada di kelas itu menjawab serentak. Miyuki-sensei berjalan ke tempat duduknya selaku seorang guru. Miyuki-sensei meletakkan buku-buku yang ia bawa di atas mejanya.

"Baiklah anak-anak, sebelum kita mulai pelajaran hari ini, ibu akan memperkenalkan murid pindahan kepada kalian. Silakan masuk!"

Setelah diizinkan masuk, murid pindahan tersebut masuk ke dalam kelas. Murid pindahan itu melihat wajah-wajah temannya yang ada di kelas, kemudian pandangannya tertuju ke arah Maru. Maru bingung kenapa murid pindahan itu terus menatapnya, Maru pura-pura membaca buku untuk menutupi wajahnya agar tidak dilihat oleh murid pindahan itu. Setelah melihat sikap Maru, murid pindahan itu menggembungkan pipinya dan dengan kesal menatap Maru. Kemudian murid pindahan itu menuliskan namanya di papan tulis dan mulai memperkenalkan dirinya.

"Perkenalkan namaku Yusaki Mia, salam kenal!"

Mia melirik ke arah Maru, namun Maru tidak bereaksi setelah mengetahui namanya. Mia kembali menatap Maru dengan tatapan kesal.

"Terima kasih atas perkenalanmu Mia-chan, silakan duduk di kursi kosong yang ada di belakang sana!"

Miyuki-sensei menunjuk tempat duduk kosong yang ada di belakang Maru.

"Baik, sensei!"

Mia segera duduk di tempat duduk yang ditunjuk oleh Miyuki-sensei.

"Baiklah anak-anak, ayo kita mulai pelajaran kita hari ini. Hari ini kita akan belajar tentang..."

Pelajaran berlangsung selama satu jam. Bel berbunyi, seluruh murid diperbolehkan istirahat. Di saat itu juga, Mia langsung menghampiri Maru.

"Apa maksudmu Maru, kenapa kau mengalihkan pandanganmu dariku!!!"

"Eeeemm... Yusaki.. Mia-san kan? Emmm... Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Mia terkejut, seolah ada yang pecah di dalam dirinya. Mia langsung mencekik Maru, tapi cekikannya tidak terlalu kuat, kemudian ia mengguncang-guncang Maru ke depan dan ke belakang berkali-kali.

"Maru kau jahat, teganya kau melupakan aku!!!"

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!!!"

Tiba-tiba Maru teringat dengan masa kecilnya, dulu ia selalu dicekik dan diguncang-guncang oleh gadis kecil ketika ia masih kecil. Maru terkejut setelah menyadari hal itu.

"Aku mengerti aku mengerti! Aku sudah ingat, jadi berhenti mengguncang-guncang tubuhku!!!"

"Kau ingat... Maru, aku senang kau masih mengingatku!"

Tanpa disengaja, Mia mencekik Maru sekuat tenaga. Maru berusaha melepaskan diri dari cekikan Mia, namun cekikannya terlalu kuat hingga ia kehabisan tenaga. Mia tidak menyadarinya karena ia terlalu senang. Setelah sekian lama dicekik, akhirnya Mia melepaskan cekikannya dari Maru. Maru terlihat sangat lemas, ia jatuh pingsan dan terbaring di lantai. Maru menghembuskan nafasnya, kemudian keluar sesuatu seperti roh dari mulut Maru. Mia dan yang lainnya terkejut, mereka segera menghampiri Maru. Di saat ada orang pingsan, ada baiknya kita memberi nafas buatan kepada orang itu. Hampir seluruh siswi di kelas itu berpikiran sama, mereka menatap Maru dengan wajah merah merona. Akan tetapi, Mia punya cara sendiri untuk menyadarkan Maru, ia sudah pernah melakukannya ketika mereka masih kecil.

"Maru sadarlah!!!"

Mia berteriak. Di saat yang bersamaan, ia memukul perut Maru dengan sangat kuat. Kabar baiknya Maru telah sadar dari pingsannya, kabar buruknya ia harus merasakan rasa sakit yang luar biasa di perutnya.

"Mia... Apa.. Yang.. Kau lakukan.. Padaku...?"

Maru masih merasakan rasa sakit itu, itu membuatnya sulit untuk berbicara.

"Apa yang kau bicarakan? Tentu saja aku menyelamatkan hidupmu."

"Menyelamatkan dengkulmu!!! Kau hampir saja membunuhku!!!"

Maru dengan kesal berteriak.

"Heee... Tapi dengkulku baik-baik saja, tidak perlu sampai diselamatkan segala."

(Entah kenapa rasanya aku ingin memukul kepala gadis ini...)

Maru berbicara di dalam hatinya dengan nada kesal sambil mengepalkan tangan kanannya sekuat tenaga. Kemudian Haruna datang menghampiri Maru.

"Maru, siapa gadis ini? Apa dia kenalanmu?"

"Hmm.. Dia Yusaki Mia, dia itu teman masa kecilku."

"Hooo..."

Tiba-tiba Mia menghampiri Haruna, raut wajahnya terlihat agak sombong.

"Heee.. Kenapa kau menanyakan hal itu, memangnya kau ini siapanya Maru?"

"Hehh.. Aku? Aku..."

"Jangan-jangan kau pacarnya!"

"Bukan!!! Dia bukan pacarku, kami ini hanya teman!!!"

Tiba-tiba Maru memotong pembicaraan mereka, wajahnya memerah dan terlihat begitu panik. Kemudian Mia tertawa.

"Hahahaha!!! Tentu saja, Maru tidak mungkin punya pacar secantik ini hahahaha!!!"

"Woi, apa kau sedang mengejekku?"

Maru dengan kesal menatap Mia. Mia tidak menghiraukan tatapan Maru, dia lebih memilih untuk mendekati Haruna.

"Hei hei Haruna, apa kau punya hubungan dengan Maru?"

"Hubungan?"

"Ya hubungan, misalnya seperti pacaran, selingkuhan, atau... Mungkin lebih dari pada itu hehehehe!"

Haruna tidak menjawabnya, ia hanya memasang ekspresi wajah kebingungan. Kemudian Maru menghampiri Mia.

"Jangan kau tanyakan hal yang aneh-aneh padanya."

"Heee.. Kenapa? Oh apa dia masih terlalu polos untuk obrolan semacam itu?"

"Mungkin bisa diartikan seperti itu... Yang penting jangan bicara atau mengajari yang aneh-aneh kepadanya. Apa kau mengerti?"

"Iya iya aku mengerti!"

"Baguslah kalau kau mengerti."

Maru mengeluarkan botol air minum dari tasnya, ia membuka tutup botol itu dan meminum air minum dari botol itu. Mia masih penasaran dengan Haruna, ia kembali menghampiri Haruna.

"Haruna, apa kau asli orang sini?"

"Tidak juga, aku keturunan bangsawan inggris. Ibuku orang jepang, tapi ayahku orang inggris."

"Begitu ya, pantas saja wajahmu sangat cantik, jadi kau seorang putri bangsawan! Terus di sini kau tinggal di mana?"

Maru terkejut dan dengan spontan menyemburkan air yang hendak ia minum dari mulutnya.

"Ke ke ke kenapa kau menanyakan hal itu Mia!?"

"Wajar saja kan? Aku hanya ingin tahu di mana tempat tinggalnya."

"Tapi kenapa!?"

"Karena aku mau mampir ke rumahnya saja, aku penasaran seperti apa rumah bangsawan inggris di jepang!"

Mia terlihat sangat senang dan bersemangat, ia senyum-senyum sambil memegangi kedua pipinya dengan manja.

"Mia, begini.. Haruna itu..."

"Aku tinggal di rumah Maru."

Maru terdiam, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya.

(Dasar bodoh!!! Kenapa dia malah memberitahukan hal itu!? apa dia tidak bisa membaca situasi saat ini!? Kuharap Mia tidak salah paham, aku harus menjelaskannya sebelum dia marah kepadaku!!!)

Maru berbicara di dalam hatinya, ia terlihat begitu panik.

"Mia! Begini, sebenarnya Haruna itu..."

Sebelum Maru selesai bicara, Mia jatuh pingsan karena syok. Mia berubah menjadi berwarna putih pucat, baik warna tubuhnya maupun warna pakaiannya. Sesuatu seperti roh keluar dari mulut Mia. Kemudian Haruna menghampiri Maru.

"Apa aku telah melakukan hal yang salah?"

"Lupakan saja.. Ayo kita bawa dia ke ruang UKS..."

Kemudian mereka mengantar Mia ke ruang UKS. Setelah itu, mereka kembali ke kelas mereka.

"Apa tidak apa-apa kita meninggalkannya di ruang UKS sendirian?"

"Tidak apa-apa... Lebih baik kita kembali ke kelas sebelum guru datang..."

"Maru, kau suram sekali."

"Terima kasih banyak..."

Maru mengatakan itu sambil menangis, walau tangisannya tidak begitu keras. Hanya saja lebih seperti tangisan penyesalan.

Jam sekolah telah selesai, seluruh murid diperbolehkan pulang ke rumah mereka masing-masing. Di perjalanan pulang, Maru pulang bersama Haruna dan Mia.

"Mia, kenapa kau juga ikut bersama kami?"

"Aku ingin memastikan apakah Haruna memang tinggal di rumahmu atau tidak!"

"Sampai segitukah kau ingin tahu tentang kami berdua...?"

"Ini penting! Aku tidak terima ada gadis yang tidak memiliki hubungan darah denganmu tinggal di rumahmu!"

"Kau sendiri bagaimana? Dulu kau juga sering tinggal di rumahku, dan kau juga tidak punya hubungan darah denganku..."

Mia terdiam, ia kehabisan kata-kata karena apa yang dikatakan Maru itu benar. Kemudian Mia tertawa sendiri sambil menggosok-gosok kepala bagian belakangnya dengan tangan kanannya.

"Ah itu kan dulu... Aku kan waktu itu masih polos, jadi aku tidak tahu apa-apa hahahaha..."

"Waktu kita masih kecil memang bisa dimaklumi. Bagaimana dengan dua bulan yang lalu?"

Mia kembali terdiam.

"Itu namanya menginap! Aku hanya menginap, tidak lebih! Jangan sama kan menginap dengan..."

"Iya iya..."

Maru dengan cuek menjawab apa yang Mia katakan. Mia tidak suka dengan perlakuan Maru, ia dengan kesal menatap Maru sambil menggembungkan pipinya. Setelah lama berjalan, akhirnya mereka sampai di depan rumah Maru. Mia memandangi rumah Maru dari luar.

"Jadi ini rumahmu ya!"

"Iya ini rumahku."

"Apa kau hanya tinggal sendirian?"

"Eh? Tadi bukannya Haruna sudah bilang kalau dia..."

"Aku tidak menanyakan soal Haruna! Yang kutanyakan adalah keluargamu."

"Hmm.. Sebenarnya keluargaku masih tinggal di rumah yang lama, kau pasti tahu kan? Aku pindah ke sini karena dekat dengan sekolahku. Jujur saja, di rumah ini, aku hanya tinggal dengan Haruna."

"Apaaa!!!"

Mia hampir kehilangan kesadarannya, ia nyaris saja pingsan. Namun Maru mendadak merusak adegan itu.

"Jika kau pingsan lagi kutinggalkan kau di luar loh!"

Maru mengatakan itu sambil berjalan menuju ke dalam rumahnya, Haruna juga mengikutinya dari belakang. Mia merasa sangat kesal.

"Jahat sekali, seharusnya kau menolongku!!!"

"Tidak mau..."

"Kenapaaa!!!"

"Karena merepotkan..."

Mia dengan kesal menatap Maru sambil menggembungkan pipinya.

"Mia, kau mau masuk atau tidak? Kalau tidak mau lebih baik kau pulang."

"Iya iya aku masuk!!!"

Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Maru. Mia melihat ke sekeliling rumah Maru, mulai dari barang-barang furnitur, hiasan di dinding, lemari yang berisi piring-piring hias sampai melihat-lihat isi kamar Maru.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?"

Mia dipergoki oleh Maru ketika ia sedang memeriksa seluruh barang-barang yang ada di kamar Maru. Mia segera berbalik dan menghadap ke arah Maru.

"Tidak! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!!! Sebenarnya aku... Aku... Aku hanya penasaran celana dalam seperti apa yang kau miliki!!!"

Mia keceplosan, ia tidak sengaja memberitahu maksudnya yang sebenarnya kepada Maru. Maru sangat kesal, ia menyeret Mia ke ruang tamu. Setelah itu, ia kembali ke kamarnya untuk membereskan kekacauan yang telah diperbuat oleh Mia di kamarnya. Sementara itu, Mia duduk di ruang tamu bersama Haruna. Mia terlihat sangat gugup ketika berada di dekat gadis yang tinggal serumah dengan Maru.

"Haruna-san! Mmm.. Kenapa kau bisa tinggal serumah dengan Maru?"

"Apa aku harus menjawab pertanyaanmu?"

"Tentu saja!"

"Kenapa?"

"Karena... Eh?"

Ternyata Haruna tidak berbicara kepada Mia, dari tadi ia sibuk berdialog sambil membuat komiknya. Mia terpesona melihat gambar yang Haruna buat, gambarnya sangat bagus bagaikan sebuah mahakarya.

"Haruna-san, apa kau suka menggambar?"

"Iya, aku suka."

Kali ini Haruna benar-benar berbicara dengan Mia.

"Apa kau juga suka menggambar?"

"Aku suka, tapi dulu."

"Kalau sekarang?"

"Hmm... Sudah lima tahun aku tidak menggambar, kurasa kemampuan menggambarku sudah hilang. Jadi aku memutuskan untuk berhenti menggambar."

"Itu tidak benar!!!"

Tiba-tiba Haruna berdiri, ekspresinya berubah menjadi serius.

"Haruna-san?"

"Selama kau suka menggambar, selama kau cinta menggambar, aku yakin kemampuan menggambarmu tidak mungkin hilang!!!"

"Haruna-san.. Terima kasih, tapi aku..."

"Cobalah sekali lagi!"

"Heh?"

"Cobalah menggambar sekali lagi!"

Tatapan Haruna tampak begitu serius, semua yang ia katakan itu adalah wujud dari kecintaannya terhadap menggambar. Perasaan itu dapat dirasakan oleh Mia, ia merasa kepercayaan dirinya dan kemampuan menggambarnya telah kembali.

"Baiklah, akan kucoba sekali lagi!"

Haruna segera memberikan peralatan untuk menggambar kepada Mia seperti buku gambar, pensil, penghapus, peruncing, penggaris dan lain-lain. Mia berusaha untuk menggambar sesuatu, tapi ia tidak tahu apa yang harus ia gambar. Mia mencoba asal gambar, namun gambarnya tidak terlalu bagus, lebih bagus gambar anak TK dari pada gambarnya. Sesaat Mia merasa kalau ia ingin menyerah, namun Haruna tetap menyemangatinya. Mia tersenyum penuh percaya diri, ia mencoba menggambar sekali lagi.

"Akan kucoba sekali lagi, meskipun hanya sekali saja.. Aku akan tetap menggambar!!!"

Mia mulai menggambar sesuatu, gambar sebuah rumah lengkap dengan halamannya. Di sana ada dua anak kecil sedang bermain dengan ceria. Gambar itu adalah gambar ketika ia sedang bermain dengan Maru ketika mereka masih kecil. Gambarnya lumayan bagus, Mia sangat puas dengan gambar yang ia buat.

"Aku berhasil... Aku berhasil!"

Mia sangat gembira, ia melompat dengan girangnya. Dari kejauhan, Maru memperhatikan mereka berdua. Maru mengira mereka tidak akan pernah bisa akrab, namun perkiraannya salah, ternyata mereka bisa akrab dengan hal yang mereka sukai.

"Sepertinya mereka akan menjadi teman baik."

Maru tersenyum sambil memandangi mereka. Kemudian Maru berjalan menghampiri mereka berdua.

"Sudah waktunya makan malam! Mia, kalau kau tidak keberatan, makan malamlah bersama kami."

"Ah tidak apa-apa, aku makan di rumahku saja. Haruna, terima kasih sudah membantuku menggambar!"

"Ah tidak, aku tidak membantu apa-apa. Semua ini karena usahamu sendiri."

"Walaupun begitu aku tetap mengucapkan terima kasih padamu. Tanpamu, aku mungkin tidak akan bisa menggambar lagi."

"Tidak masalah, aku senang bisa membantu teman yang suka menggambar!"

"Teman ya? Terima kasih, Haruna! Kalau begitu aku pulang dulu ya!"

"Hati-hati di jalan!"

Mia pun pergi dari rumah Maru. Ketika ia baru sampai di depan pintu, tiba-tiba saja turun hujan deras beserta kilatan petir, ditambah perutnya mulai keroncongan. Mia pun kembali masuk ke dalam rumah Maru.

"Mia, kenapa kau kembali lagi?"

"Ano... Izinkan aku ikut makan malam dengan kalian..."

Pada akhirnya Mia ikut makan malam bersama Maru dan Haruna. Semua makanan dibuat oleh Maru, makanan yang dibuat Maru adalah rice curry, sup miso, dan sayur rebus. Haruna dan Mia tidak sungkan-sungkan memakan makanan tersebut. Setelah selesai makan, Mia membantu Maru mencuci piring yang mereka gunakan ketika makan tadi, sementara Haruna menonton TV di ruang tamu.

"Emm.. Maru..."

"Ada apa?"

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan Haruna? Kenapa dia bisa tinggal di rumahmu?"

"Kau sudah tahu kan kalau Haruna itu adalah putri bangsawan inggris. Entah kenapa Haruna ingin tinggal bersamaku. Awalnya aku menolak, namun setelah itu Haruna membawa ayahnya ke rumahku. Ayah Haruna memintaku agar aku mengizinkan Haruna tinggal bersamaku dan aku juga harus menjamin keselamatannya. Beliau bilang, jika terjadi apa-apa pada Haruna, aku akan langsung dieksekusi. Mau tidak mau aku harus menerima permintaannya. Meskipun begitu, aku sudah tidak lagi merasa terpaksa bersama Haruna. Jujur saja, kehadiran Haruna membuatku tidak merasa kesepian lagi. Kau tahu kan aku hanya tinggal sendirian di rumah ini."

"Begitu ya, jika itu tidak masalah bagimu ya tidak apa-apa."

Setelah selesai menyuci piring, mereka pergi ke ruang tamu dan menonton TV. Maru segera duduk di sofa, ia melihat-lihat ke kiri ke kanan mencari Haruna.

"Mia, apa kau melihat Haruna? Tadi dia bilang mau nonton TV, kok dia tidak ada di sini?"

Mia hanya diam saja, ia menatap Maru dengan tatapan panik. Mia ingin mengatakan sesuatu, namun ia tidak bisa mengatakannya. Maru kebingungan melihat sikap Mia.

"Ada apa, Mia?"

"I-itu..."

Tiba-tiba apa yang diduduki Maru bergerak-gerak, Maru kebingungan dan segera melihat apa yang ia duduki. Ternyata yang ia duduki adalah Haruna, Haruna lagi nonton TV sambil berbaring di sofa. Karena mengantuk, jadi ia tertidur di sofa.

"Maru.. Sakit tahu."

"Ma-maaf!!!"

Maru terkejut, ia segera menyingkir dari Haruna. Haruna segera duduk, ia memegangi pinggangnya yang di duduki oleh Maru tadi.

"Ini sudah yang kedua kalinya aku mendudukimu, apa kau tidak marah?"

"Tidak apa-apa. Kalau kau mau, kau bisa mendudukiku lagi."

"Haaa!?"

Maru terkejut dengan apa yang Haruna katakan tadi. Sementara itu, Mia menatap Maru dari belakang, Mia seperti sedang menatap penjahat kelamin yang menjijikkan.

"Maru.. Mungkinkah kau dan Haruna sedang memainkan permainan sadis dan masokis?"

"Bukan!!! Kau salah paham!!!"

Mia langsung menjauh dari Maru dan segera menuju pintu.

"Terima kasih untuk makan malamnya... Maaf sudah mengganggu permainan kalian... Kalau begitu aku pulang dulu, bye-bye!"

Mia langsung keluar dari rumah Maru dan segera pulang tanpa mendengarkan penjelasan dari Maru. Maru kehabisan kata-kata, ia berusaha menggapai Mia namun tidak sampai.

"Ini tidak seperti yang kau pikirkaaan!!!"

Maru berteriak hingga membuat dunia seolah-olah bergetar.