"Apa kau sudah mengecek semua tempat wisata yang bagus?" tanya Axton padanya.
"Sudah Tuan, aku sudah mengecek semuanya hanya saja semua tempat wisata sangat beresiko untuk kau datangi. Apa kau serius tak mau kami menyewa semua tempatnya?" Cody balik bertanya pada Axton ragu dengan keputusan bosnya itu.
"Tidak, aku tak mau melakukannya. Aku ingin Wenda bisa menikmati wisata sama seperti orang-orang yang juga bisa menikmati tempat tersebut." jawab Axton cepat dan serius.
Ide Axton adalah dia ingin menghabiskan waktu dengan Wenda berdua saja dan menyuruh Cody agar mencari tempat yang bagus untuknya bersama Wenda. Uniknya, dia tak ingin menyewa seluruh tempatnya melihat bahwa Wenda sepertinya tak suka dengan sifat Axton yang suka menghaburkan uangnya.
Walau itu artinya dia harus siap dengan segala resiko yang ada contohnya paparazi yang senantiasa melihat gerak-geriknya. Ide itu muncul seketika saat mendengar beberapa karyawan yang berjalan sambil mengobrol.
Salah satu karyawan mengatakan dia akan berkencan dengan kekasihnya. "Di mana tempat yang cocok?" tanyanya pada Cody.
"Di taman hiburan," jawaban Cody membuat Axton terpaku sebelum akhirnya tersenyum pahit. Mendengar kalimat itu, dia mengingat saat dirinya waktu kecil yang selalu dibawa oleh kedua orangtuanya yang waktu itu belum berpisah.
Banyak sekali kenangan indah yang terasa sesak dan menyakitkan bagi Axton. Axton dulunya berpikir, dia akan selalu mendapatkan kebahagiaan itu disaat orang tuanya selalu bersamanya.
Nyatanya kebahagiaannya itu hanyalah sementara karena Ayah dan Ibunya memilih untuk berpisah meninggalkan dia sendiri yang masih kecil dan haus kasih sayang.
"Tuan," Axton memandang pada Cody. Dari sirat matanya dia nampak khawatir dengan Axton.
"Apa Tuan tak apa-apa?" tanya Cody memastikan. Axton menghela napas dan menatap Cody dengan tatapan datarnya.
"Ya, aku tak apa-apa. Wenda akan menunggu di stasiun LRT selanjutnya saat dia pulang, jemputlah dia di sana." perintah Axton.
"Baik Tuan." jawab Cody singkat.
💘💘💘💘
Sesuai dengan perintah Axton, Cody menjemput Wenda ke stasiun berikutnya di mana dia sedang menunggu sementara Axton sendiri tengah makan malam di sebuah restoran bintang lima sembari menunggu istrinya itu datang.
Wenda mendekati Axton yang tersenyum padanya. "Kenapa kau menyuruhku untuk bertemu denganmu di sini?" tanya Wenda saat dia duduk berhadapan dengan Axton.
"Makan malam," jawab Axton.
"Tapi kita bisa 'kan makan malamnya di rumah, siapa tahu kalau..."
"Mereka tak membuat makan malam untuk kita, aku sudah memberitahukannya pada kepala pelayan bahwa kita tak akan makan malam di rumah."
"Hanya itu? Kau ingin bertemu denganku hanya mengajakku makan malam di sini?" tanya Wenda. Tak masuk akal jika Axton menemuinya hanya karena sesuatu yang tak penting.
"Tidak juga. Aku sudah memikirkan suatu ide yang bagus." Wenda memicingkan matanya, ada hal yang tak mengertinya sama sekali.
"Maksudmu?"
"Kita kencan yuk!" Wenda membulatkan matanya mendengar ide Axton.
"Ke-kencan?" ulang Wenda gugup.
"Iya kencan, hari sabtu kantor akan libur begitu juga hari minggu. Aku rasa aku tak punya banyak waktu untukmu beberapa hari ini jadi aku ingin kita kencan, berdua."
Jantung Wenda berpacu mendengar penjelasan Axton. Kencan? Wenda tak pernah kencan jangankan kencan bertemu dan dekat dengan seorang laki-laki pun tak pernah dia lakukan karena sibuk mencari uang, dan Axton adalah lelaki pertama yang dekat dengannya sekaligus mengajaknya kencan.
Berada di situasi yang baru pertama kali sungguh membuat Wenda tak enak hati. "Ba-bagaimana jika ada sesuatu yang akan menghalangi kita?" masih dalam keadaan gugup.
"Oh itu bisa di atur, bagaimana kau setuju tidak?" Haahh ... apa boleh buat. Axton adalah suaminya, dia harus menuruti permintaan Axton sebagai seorang istri.
"Ba-baiklah!" jawab Wenda.