Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 25 - Sahabat

Chapter 25 - Sahabat

Ella sedang berada dalam kamar Laras, mulai merapikan pakaian milik ibunya. Dan ia mulai melipat di atas tempat tidur Laras, lagi-lagi kenangan ibunya datang menghampiri pikirannya.

Ella mencium salah satu baju milik Laras, dan aroma ibunya masih sangat melekat. Sampai ia berpikir ibunya sedang berada duduk disampingnya dan sedang merangkulnya dengan sebuah senyuman manis.

Sudah satu minggu ini Ella sudah cukup mengeluarkan banyak air mata, tapi tetap saja kenangan ibunya membuat air matanya berlinang.

Padahal ia sudah berjanji pada dirinya bahwa dia tidak akan menangis lagi. Ella turun dari tempat tidur, dan mendekati salah satu lemari milik ibunya, matanya tanpa sengaja teralihkan dengan koper hitam yang berada di atas lemari tersebut.

Setelah menggeser kursi dan menaikinya, Ella akhir berhasil meraih koper tersebut. Dan dengan perlahan ia meletakkan koper tersebut di atas kasur.

Dari model dan bentuk kopernya, Ella bisa menyimpulkan bahwa koper tersebut sudah berusia sangat tua. Mungkin lebih tua dari umurnya sendiri.

Ella membuka salah satu kunci dan berhasil, koper tersebut terbuka. Ia melihat banyak tumpukkan kertas dan album yang disimpan oleh ibunya.

Ella mengangkat salah satu album milik Laras, dan ia mulai membuka album tersebut. Ternyata ia memukan banyak foto dirinya yang masih kecil dan foto ibunya.

Ella tersenyum tersipu melihat beberapa kenangan lama milik ibunya, Ella pun mulai beralih dengan sebuah album berwarna biru gelap. Ella meniup debu di atas album tersebut, tampaknya sudah lama sekali album besar tersebut tidak pernah dibuka.

Ella membuka dengan hati-hati, dan betapa terkejutnya dia melihat foto-foto Laras yang masih sangat muda. Bukan hanya sebuah foto biasa, beberapa foto ada yang berukuran besar. Laras tampak sangat cantik, berpose dengan proffesional.

Ella mengingat percakapan dengan ibunya, yang memberitahu bahwa dulu ibunya adalah seorang model. Ella kembali membalikkan setiap halaman, Laras benar-benar terlihat berbeda.

Ella pun kembali tersenyum, karena baru kali ini ia melihat foto ibunya berpose sebagai model. Dan benar-benar sangat cantik.

Tapi pandangannya teralihkan dengan sebuah foto yang lebih lama lagi dari foto-foto yang ia lihat sebelumnya. Tetunya Laras berada dalam foto tersebut, dan ia diapit oleh dua orang. Pria dan wanita yang jelas lebih tua dari Laras.

Ella melihat kemiripan wajah kedua orang tersebut dengan Laras, "Apakah ini orang tua ibu?"

Wajah mereka terlihat sekali bukanlah seorang British, melainkan wajah Asia seperti Laras. Ella mengeluarkan foto tersebut dari album, Ella membalikkan foto tersebut tapi ia tidak menemukan petunjuk apapun.

Mata Ella kembali teralihkan dengan foto Laras dengan seorang wanita berambut bondol dan berkacamata, dari foto tersebut terdapat tulisan tangan ibunya. Yang menuliskan "With Sarah"

Ella hanya bisa terdiam dan sambil berpikir, siapa orang yang berada di samping ibunya. Tapi terlihat jelas sekali, ibunya tampak nyaman berada di samping wanita tersebut.

Suara bel pintu terdengar dan membuyarkan lamunannya, Ella langsung saja turun dan bergegas membuka pintunya.

"Selamat Siang."

Seorang pria dengan seragam biru putih, tersenyum lebar ke arahnya, "Dengan Miss. Amber?"

"Ya benar, saya. Ada apa?"

"Paket untuk anda." Pria itu langsung memberikan sebuah bungkusan cokelat yang cukup tebal, sedangkan Ella menerimanya dengan bingung.

"Maaf, tanda tangan anda sebelah sini." Ucap pria tersebut memberikan pulpen dan sebuah tanda terima. Ella pun langsung membubuhkan tandatangannya.

"Terimakasih, semoga anda senang menerima paket anda." Ucap pria tersebut, dan Ella langsung menutup pintunya seketika.

Ella masih memegangi sambil melihat paket yang baru saja terima, paket itu tidak besar. Besarnya seukuran kotak sepatu, hanya saja dibungkus dengan kertas cokelat yang amat tebal.

Tidak ada nama pengirim yang tertera, hanya ada nama Ella dan alamat rumah Ella. Apakah mungkin ada yang mengirim barang untuknya?

Baru saja Ella ingin melangkah lagi, suara bel pintunya kembali terdengar. Ia pun berpikir pastinya, si pengantar salah mengirim dan meminta paketnya kembali, tapi setelah membuka pintu. Ella semakin terkejut melihat siapa yang berdiri di depannya.

"Calvin???"

Wajah Calvin sahabatnya tampak sangat kusut, ia langsung saja memeluk Ella dan mulai menangis meronta-ronta.

"Calvin?? Ngapain kau ada disini? Dan kenapa juga kau menangis??"

Calvin sudah berada di meja makan, dan Ella membuatkannya secangkir cokelat panas.

"Minumlah, biar kau lebih tenang." Ucap Ella yang masih bingung dengan kehadiran sahabatnya.

"Ella maafkan aku, aku tidak datang ke pemakaman ibumu. Aku sedang membantu Khristy....Hk..hk..Wuaaahhhhh...." Calvin mulai menangis kembali,

dan Ella yang sudah kesal dengan tingkah laku temannya langsung mengetuk kepala Calvin dengan sendok yang ia gunakan untuk mengaduk cokelat panas.

"Hentikan!! Calvin!! Kau ini kenapa sih?? Bukannya harusnya aku ya yang kau hibur?!" Ucap Ella kesal.

"Ella... apa kau tidak tau betapa sakitnya hatiku Ell. Aku dan Khristy putus...hk..hk...hk..."

"Baguslah... Biar Khristy bisa mendapatkan pasangan yang lebih baik." Jawab Ella dengan sengaja tidak bersimpati dengan kondisi sahabatnya.

"Apaa??? Kau bilang?? Kenapa kau jahat sekali Ella??" Calvin tidak percaya dengan perkataan temannya dan menatap serius ke arah Ella.

"Apa kau tau Ella, malam sebelum kau memberi tau mengenai ibumu. Aku sudah kehilangan kontak dengan Khristy." Calvin menyeka air matanya.

"Aku datang ke rumahnya, awalnya aku datang dan berniat untuk memberitahu soal ibumu. Tapi aku tidak menemukannya, tidak ada yang memberitahuku keberadaanya ada dimana."

"Aku terus mencari-cari keberadaan Khristy, tapi dia menghilang Ella. Telponnya pun tidak bisa kuhubungi." Calvin semakin histeris,

"Selama satu minggu ini aku mencarinya, dan aku sudah bingung harus kemana. Dan kakiku tiba-tiba berpikir untuk mengajakku pergi ke Bristol... dan...."

"Dia pergi ke LA, Calvin.." Ucal Ella yang sudah mulai bosan mendengar ocehan temannya.

"Ha?? Apa?? Tapi bagaimana kau bisa tau.."

"Kau ini!! pantas saja ayah Khristy tidak setuju kalian berhubungan. Coba lihat dirimu sendiri." Ella memandang Calvin dengan rambutnya yang agak gondrong dan sedikit urak-urakan, anting yang ditindik, dan beberapa gelang rantai di tangannya.

"Ella... apa yang salah denganku??" Tanya Calvin, "Yang salah itu otakmu Calvin." Jawab Ella ketus.

"Tadi kau bilang kau sudah satu minggu? Bearti kau belum pulang-pulang bukan?" Ella sedikit memajukan wajahnya dan menatap mata Calvin.

"Pulang sana!!"

Calvin malah menyeringai dengan aneh, dan memberikan senyuman yang Ella tau itu adalah petanda buruk.

"Ella... kumohon... tiga bulan saja..." Ella sudah mendorong-dorong Calvin, dan mereka sedang berkutat di depan pintu utama. Calvin meregangkan tangannya, sedangkan kakinya sudah dengan kuat menahat dorongan Ella.

"Apa kau GILA Calvin??!!! Kau pergi dari rumah!!! Dan malah pergi ke tempatku, memang tidak ada tempat lain yang bisa kau kunjungi!!" Ucap Ella yang masih terus berusaha mendorong Calvin sekuat tenaga.

"Ella kau bilang, kau temanku.."

Calvin semakin memberikan tatapan memohon pada Ella, yang menanggapinya dengan wajah masam.

"Siapa bilang kau temanku? Satu-satunya temanku hanya Khristy, sedangkan kau hanyalah PARASIT!" Tangan Ella sudah mulai melepaskan pegangan Calvin yang kuat pada sisi dinding pintu.

"Ella aku tidak bisa kembali ke rumah, kau tahu kan... mereka itu bukanlah orangtuaku!"

"Aku TIDAK PEDULI CALVIN!! Kau harus menyelesaikan masalahmu sendiri!" Ella sekali lagi mendorong Calvin, pria itu cukup kuat menahan tenaga Ella yang masih tidak mau menyerah.

"Aku akan membayar sewa padamu!" Ucap Calvin. Ella pun langsung menurunkan tenaganya, dan ia sudah bertolak pinggang di depan temannya.

"Dengan apa kau akan membayarnya?" Ella menatap tidak yakin bahkan terlalu curiga.

"Asal kau tahu saja, Ella. Karena sesuai dengan wasiat orangtuaku. Setelah umurku delapan belas tahun dan aku sudah lulus sekolah. Maka aku berhak mendapatkan semua warisan orang tuaku."

Calvin mencoba menerka reaksi Ella, yang masih memberikan tatapan memohon.

"Uhm...?! TIDAK CALVIN! MIMPI SAJA KAU! 

Ella kembali mendorong pintu, tapi Calvin kembali menegahnya dengans segera. 

"Tiga bulan saja, aku mohon kepadamu." Calvin mulai memohon kembali, Dan Ella menggeleng cepat,

"Dua bulan?" Calvin masih berusaha,

"TIDAK!!!"

"Satu bulan... kumohon... setelah itu aku tidak akan mengganggu hidupmu."

"Dua minggu." Jawab Ella,

"Apa, dua minggu.. Tapi..." Calvin berusaha memprotes, dan Ella kembali mendorong paksa temannya agar keluar dari rumahnya.

"Ok... Ok... dua minggu... kita sepakat." Jawab Calvin kesal.

"Jangan lupa kau harus membayar tagihan air serta listrik. serta kau harus membawa makananmu sendiri, karena disini bukan hotel, " jawab Ella.

"Ah... Satu lagi, kau hanya boleh tidur di sofa." Ella menambahkan.

"Apa... sofa? Kau kejam sekali, Ella. Kau masih memiliki kamar yang lain, bukan?" Ucap Calvin,

"Apa?! Kau ingin tidur di kamar ibuku?! Ibuku saja baru satu minggu meninggal dunia, apa kau ingin arwah ibuku menggentayangimu, Calvin?" Ella mencoba menakut-nakuti.

Terlihat Calvin bergidik saat memikirkannya, "Ok.. baiklah."

Calvin  yang setuju denga semua aturan, tidak segera masuk kedalam rumah. Justru  berjalan ke luar rumah dan Ella semakin bingung melihat tingkah laku temannya.

"Mau kemana kau?" tanya Ella.

"Aku memakirkan mobil baruku tidak jauh dari rumahmu Ella." Jawab Calvin tersenyum lebar sambil ia berlalu, seakan puas telah mengelabui Ella yang masih tercengang dengan jawaban temannya.

"Mobil baru? Kau sinting, Calvin!" umpat Ella kesal.

Dan benar saja, tidak lama Calvin membawa mobil audi merah keluaran terbaru. Dan tidak hanya itu saja, Calvin juga membawa masuk tiga koper besar miliknya ke dalam rumah Ella.

***

Ella dan Calvin menikmati makan malam mereka di halaman belakang, Calvin membelanjakan Ella beberapa makanan dan daging untuk mereka olah sendiri.

Ella menengguk minuman kalengnya, dan menatap langit malam yang penuh dengan bintang.

"Ella, apa sekarang kau masih bersedih?" Tanya Calvin yang sedang duduk berselimut di samping Ella,

"Entahlah.... Kita juga tetap harus menjalani kehidupan kita, bukan?"

"Tapi Calvin, kenapa kau harus ke tempatku?" Tanya Ella yang menatap temannya, Ella pun semakin merapatkan selimutnya. Perutnya sudah penuh dengan banyaknya makanan yang Calvin beli.

"Kau menginspirasiku Ella," jawab Calvin dan terdengar jujur.

"Dasar BODOH," Ella membalas.

"Aku tidak bohong, malam itu aku dan ayah Khristy bertengkar hebat... Yeahh... kau tahu kan emosi ku yang mudah meluap."

"Itu lebih bodoh lagi," ucap Ella masih menatap bintang di langit malam.

"Terserahlah, yang jelas aku ingin menjauh dari paman dan bibiku. Karena aku tahu mereka hanya menginginkan uang orangtuaku," Ucap Calvin dengan sedih.

"Kau ini, Calvin!! kalau kau memang memiliki uang yang banyak. Kenapa juga kau tidak menginap di hotel atau kau bisa menyewa apartemen? Kenapa kau malah datang dan menggangguku?!" Ella sudah mulai sinis kembali.

"Ella... aku harus menghemat uangku."

"Apa kau bilang hemat? Rasanya ingin sekali mobil barumu kujual," sindir Ella.

"Ayolah Ella, kau juga kan tinggal sendiri, dan aku ini sahabatmu. Masa kau tega melihatku yang sedang sedih dan kesusahan?"

"Lalu apa rencanamu untuk kedepannya? Apa kau tahu sikapmu yang seperti ini hanya akan membuatmu menjadi seorang pecundang." Ella menepuk kuat punggung Calvin, membuatnya menjadi tersedak mendadak.

"Aku akan mencari tempat di Bristol, dan aku ingin membuka usahaku sendiri disini." Ucap Calvin dengan bangga dan mulai membayangkan impiannya sendiri.

Ella langsung saja mendorong Calvin dengan kakinya,

"Ella?! Kau ini kenapa suka sekali menyiksaku?! Kau ingin kita berkelahi lagi." Ucap Calvin kesal, dan berusaha bangun dari dorongan kaki Ella.

"Upss maaf, aku pikir kau sedang mabuk," ucap Ella santai.

"Bagaimana hubunganmu dengan Edward?" Tanya Calvin yang sudah tidak marah lagi.

"Aku tidak ada hubungan apapun dengan pria itu," jawab Ella singkat.

"Hahaha... sudah kuduga... Jadi kita sekarang senasib bukan? Sama-sama ditinggalkan oleh kekasih tercinta," ucap Calvin dan mulai merangkul temannya, seakan-akan mereka adalah teman senasib seperjuangan.

Ella kembali menendang kesal ke arah Calvin, dan membuatnya kembali terjatuh.

"Ella!! Kau ini kenapa sih?? Aku kan hanya kasihan denganmu."

"Berhentilah meracau Calvin! Omonganmu sudah membuatku ingin muntah." Ella sudah mulai bangkit dari duduknya, dan Calvin hanya menatap kesal.

"Jangan lupa sebelum kau tidur, rapikan semuanya!" Ucap Ella sambil merenggangkan kedua tangannnya.

"Apa hanya aku sendiri yang merapikan? Tapi kan kau juga ikut makan, Ella!" protes Calvin. 

"Yahh kalau kau tidak mau tidak apa-apa, tapi pastikan besok kau sudah mengepak semua barang-barangmu dan pergi dari rumahku!" ancam Ella dengan puas.

***

Meninggalkan Calvin yang masih menggerutu, tidak membuat Ella merasa kasihan. Dia sudah menuju kamarnya, dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur yang terasa empuk. 

"Hhh... semoga dia tidak membuatku menjadi gila, awas saja... jika dia berlama-lama tinggal disini," ucap Ella kesal ketika membayangkan wajah Calvin. 

Ella yang sudah mulai mengantuk, meletakkan dengan asal ponselnya ke tempat tidur. Dia baru saja melihat ponselnya yang sepi dan sunyi, dan benar apa yang dikatakan oleh Calvin, Khristy sama sekali tidak bisa dihubungi.

"Aku harap dia baik-baik saja. Oh... Khristy... hubungi aku jika kau memiliki kesempatan." Ella menegakkan tubuhnya, menatap ke arah bawah dan teringat akan sesuatu. 

Sebuah paket yang baru saja ia terima hari ini, membuat Ella mengambil paket tersebut yang berada pada samping tempat tidur. Ella berpikir kembali, apakah perlu ia membuka paket tersebut?

"Tapi... ada namaku pada paket ini," tatapan Ella melihat ke arah kertas kecil yang tertempel. Dan jelas sekali, nama penerimanya adalah Ella Amber.

Tidak berpikir lama, ketika Ella segera membuka paket tersebut, lalu mendapati sebuah kotak kardus berwarna hitam yang tertutup rapat.

Dengan hati-hati Ella mulai membuka kotak tersebut, dan ia terkejut dengan apa yang ia lihat. Kotak tersebut berisikan uang yang sangat banyak. Setidaknya ada empat tumpukan uang yang berisikan lembaran duapuluh poundsterling.