Farhan Putra Widodo, anak tunggal Keluarga Widodo, salah satu keluarga yang berpengaruh dalam pendistribusian barang pokok kepada masyarakat. Slogannya, Cuan pangkal merdeka.
Jelas dengan demikian dompetnya selalu lancar jaya sentosa.
"Ay, bagi minum dong"
Menyodorkan minuman, "lo tuh sesekali pake kek lembaran merah jambu di dompet lo itu.. lecek dah tu lama-lama"
"Ga ah. Ga cuan."
Bangsat emang, padahal kaya. Untung temen.
Lukas Ranajaya, anak pindahan, baru nginjek ubin langsung dikenal satu sekolah. Hm.
Mukanya ga asing, tapi juga ga familiar. Kaya pernah papasan aja. Putih gils, berasa gagal jadi cewe tiap liat dia. Tiap hari luluran tepung beras bunga mawar aja apa ya biar putih kaya dia?
°°°
Kulkas
°°°
"Ay, bagi permen. Ngantuk nih,"
Pukul 10.12
Aynaya telah melatih mental dan raganya agar sanggup meladeni rutinitas rengekan absurd itu, ditolehnya kearah si pelaku. Mata orang itu nampak benar-benar mengantuk.
Ini anak begadang ngepabji lagi pasti, ia menghela pelan.
"Unfortunately , udah abis. Beli sana, ntar gue minta,"
"Males. Ga cuan.", ujar cowok itu singkat lantas menadahkan kepalanya diatas meja.
Sudah kudagu.
Ia merotasikan bola matanya, melanjutkan kegiatannya yang sempat terintrupsi.
Sebenarnya bel masuk sudah berdenting sepuluh menit yang lalu, tetapi ada beberapa kelas yang guru mapelnya belum datang. Kelas dimana Aynaya berada salah satunya, berbeda dengan lainnya jika mereka bermain atau tidur saat jam kosong, maka Ay akan memilih menggeser kursinya kedekat Farhan yang sedang tidur.
Farhan yang memintanya. Alasannya sederhana, hanya tampolan ajaib Aynaya yang mampu membangunkannya saat ini.
"Ay,"
"Hng?", ia menoleh, "EH LO NAPA? PUCET ANJIR. DIRI AYO UKS KITA."
Selang dua meja dari tempat Aynaya, Lukas melirik kearah mereka. Terlihat kerut di dahinya, "Kenapa?", ujarnya.
Ay menoleh, hendak menjawab.
"Bukan urusan lo,"
Bukan Ay yang menjawab, Farhanlah pelakunya. Dengan raut tak suka, ia hendak kembali berujar pedas,
Plakk.
Naas, mulutnya telah lebih dulu tertaplok tangan manis seorang Aynaya Pradmadini.
"Sakit tau, Ay.", ia merengek, Aynaya melotot, "iya.. maap..", Farhan memberengut.
"Tau nih bocah. Nyusahin mulu emang, hehe.", Aynaya cengar-cengir, disebelahnya Farhan menyipit tidak suka layaknya Anak TK kearah Lukas.
Lukas beranjak tidak perduli, "Sini, biar gue bantu Ke UKS,"
"Nope, gue dianter Ay,"
"Aynaya gabakal kuat bopong lo sendirian,"
"LO NGATAIN GUE GENDUT?! EF-WAI-AI YA SAUDARA KULKAS, GUE UDAH TURUN 5 KG DAN LINGKAR PINGGANG GUE JUGA TURUN 4,5 SENT—ADAAAH, apasih ay...", rengutannya semakin panjang, pipinya menggembung. Gemas, tapi ini bukan waktu yang tepat bagi Ay untuk menguyel-uyel wajah Farhan.
"Hehe, thanks ya. Gaperlu, Kas. Gue bisa bawa dia sendiri,"
"K.. Kas?"
"Oh, hehe. Sorry, abis nama lo susah dipendekin,"
"Apasih. Kulkas aja udah, itu yang paling pas buat dia—"
PLETAK
"Pasih, Ay. Salah mulu keknya"
"Eh, kas. Itu.. ntar kalo Pak Barimbing masuk, bilangin Di UKS ya.", Ay menyimpulkan senyum.
Melihat itu, Lukas menunduk sambil mengusap tengkuknya, "A.. O—oke.."
"Thanks", Ay meraih Farhan, merangkulnya melewati Lukas yang masih sibuk tersipu.
Farhan menyipit curiga melihat tingkah lelaki itu, ia terus menatapnya lekat hingga kepalanya berotasi nyaris seperti burung hantu dan berakhir saat jarak menelan pandangannya.
°°°
"Nih, abisin.", Ay menyodorkan teh hangat ditangannya.
"Maacih tayang,"
"Serah. Udah abisin buruan, lo denger tadi apa kata kak Trita. Tidur, gosah bacot."
"Siyap. Berapa lama nih?"
"Selamanya."
"Wes janganla. Nanti kalo kamu bogosipo gimana?"
Aynaya menyentakkan kepala, gemasnya sudah sampai ubun-ubun, sontak ia langsung mencubit keras pipi si pelaku.
"Aaaaaaaaaasssssss—aaaaaaaaaa ay ay ampun ampun aaa,"
"LAGIAN LO YA KOK GOBLOK MAIN GAME SAMPE BEGADANG GITU. UDAH JELAS TEKANAN DARAH LO RENDAH YA NJING. BIKIN GUE KESEL MULU BANGSAT!", Ay menarik tangannya, wajahnya merah padam. Matanya sesak dengan air yang siap terjun kapan saja.
"A—ay.. udah dong, sorry."
"Bodo amat.", sesingkat itu ia beranjak dari ruangan itu. Farhan menatap punggung gadis itu, raut sesal membanjiri wajahnya yang masih pucat. Pintu ruangan dibanting bersamaan dengan hilangnya objek pandangan lelaki itu, ia memejamkan matanya, menghela gusar lalu membanting tubuhnya keatas kasur.
Entah berapa lama ia sudah memejamkan matanya diruangan itu hingga ia mendengar suara decit pintu yang dibuka, sontak ia bangkit dan menghampiri sumber suara.
"Lah udah sehat pak haji?"
Farhan mendecak, ia beranjak kembali membanting tubuhnya kekasur, "mau apa lo?"
"Kayanya kehadiran gue ga diharapkan banget ya?"
"Sangat.", timpalnya sarkas.
"Kenapa sih? Coba sini bagi ke gue"
"Point, please."
"Ck.. gini, anak harapan ngajak custom 500 500, jam biasa cuy. Lumayan kan, sokin?"
"Cari orang lain aja, gue lagi ga minat."
"Ini lumayan profitnya loh"
"Enggak"
"Team kita ada cewe loh"
"Enggak"
"Wifi di gue + nyemil"
"Enggak"
"Mp4 720p new season, free copy . Plis lah, gue udah berbaik hati ngasih yang 720 gratis loh"
"Gue lagi ga minat nonton ena-ena, sorry."
"Sokin lah.. tanker yang gg cuma lo doang disini."
"Gabisa, Kris."
"Ck.. oke. Tapi kasih tau kenapa, biar anak-anak juga ga barbar minta lo di kick segala."
"Kick juga gak masalah,"
"Anjeng"
"Bilang aja gue drop," , ia merotasikan matanya, "Ck. Udalah. Minggat sana lo, gue mau tidur"
"Lah si goblok, udah pulang bego nih."
"Hah?"
"Gaguna amat itu tangan dipakein jam mahal. Jual aja bangsat."
"Mulut lo minta digampar banget ya. Lo sendiri ngapain kesini njing"
"Buat nyampein yang tadi lah, sek—"
"Bacot"
"SEKALIAN INI BANGSAT.", Kris menyodorkan ransel milik lelaki didepannya, "dititipin temen kelas lo, cewe—"
Ay ?
"—pake kacamata."
Oh. Widya.
"Yodah ayo pulang anjir, betah amat lo disini.", kris beranjak lebih dulu meninggalkan Farhan masih dengan rasa sesalnya.
Lo marah beneran, Ay?
A/n :
Hai, bagaimana? Menikmati? Aku harap iya. Seperti yang kukatakan, aku sangat amatir jadi aku tidak bisa menjanjikan ketepatan waktu untuk part-part berikutnya. Mohon pengertiannya..
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca.
Ciao